Mana yang lebih baik: nikah muda atau nikah menunggu mapan?

12 1 0
                                    

Jawaban by 

Jek Nistel

Jek Nistel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

1.Tinggi anak lebih pendek dari rata-rata anak seusianya.

2. Perkembangan otak anak menjadi terhambat.

3.Kadang ada yang wajahnya terlihat lebih muda dari teman-teman seusianya, tetapi bukan awet muda; karena awet muda tidak memiliki masalah tinggi badan.

4. Dan lain sebagainya.

Itulah yang akan terjadi ketika bayi (di 1000 hari pertama kehidupan) dalam kandungan tidak diperlakukan dengan layak melalui gaya hidup sang bunda yang mengandung; yang dikenal dengan stunting.

Apalagi jika setelah bayi lahir ditambah sang bunda belum 'matang' (misalnya masih seneng tiktok-an, alay ngikutin trendi fyp, masih hobi nongki, masih childish atau masih berjiwa ABG yang masa transisi remaja-dewasanya belum terpuaskan) sehingga mengakibatkan pola asuh anak yang buruk; si anak jadi korban kali keduanya setelah stunting.

Sekarang kamu pasti akan paham bahwa:

1. Mereka yang dilahirkan dari orang tua berpendidikan (tidak menikah muda) atau bahkan bisa dibilang mapan (anak orang kaya) rata-rata fisiknya tinggi sesuai rata-rata, bahkan mereka juga cerdas atau paling tidak memiliki keahlian tertentu karena perkembangan otak yang lancar.

2. Meskipun stunting ada yang bertubuh tinggi (faktor genetika ketika menginjak remaja) tetapi perkembangan otaknya terhambat; alhasilnya kamu jadi paham (penyebab nilai sekolah kurang bagus terus).

3. Para mamah-mamah muda entah itu karena hamidun atau memang sengaja kebelet karena ngelihat (biasanya di kampung) tetangga, teman, circle, atau justru karena romantisasi postingan media sosial tentang pernikahan; rawan terhadap stunting ini, ngerawat anak itu tidak sesimpel postingan di tiktok atau media sosial lainnya, karena benar-benar perlu kedewasaan yang benar-benar matang. Rata-rata wanita yang sudah matang meski sudah mempunyai anak, penampilannya tidak terlalu drastis berubah, selain karena tahu ilmunya (tidak stres), ditambah lagi dengan finansial yang tercukupi; ilmu + uang = sejahtera.

4. Para papah-papah muda juga berperan sangat penting apakah ia benar-benar bermental husband-daddy atau tidak, ataukah hanya salah satunya saja; baik sebagai ayah tetapi buruk sebagai suami, atau justru malah sebaliknya (cuma demen olahraga ranjang lalu setelah 'hasil' malah jadi mata keranjang ke fisik wanita lain). Lagi-lagi berkaitan dengan rumus ilmu + uang = sejahtera; tidak ada ilmu untuk menjadi 'suami yang tahu diri' ditambah pula dengan istri yang kualitas serupa; maka tidak heran jika di sekitarmu banyak janda/duda muda.

 Lagi-lagi berkaitan dengan rumus ilmu + uang = sejahtera; tidak ada ilmu untuk menjadi 'suami yang tahu diri' ditambah pula dengan istri yang kualitas serupa; maka tidak heran jika di sekitarmu banyak janda/duda muda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lalu apakah menikah mapan adalah jalan terbaik?

Bukan menikah mapannya (meskipun itu realitas benar), tetapi lebih prioritaskan dengan pribadi yang matang. Kamu bisa saja di usia muda sudah matang tetapi itu langka, karena kematangan manusia hanya akan lazim dilalui oleh Pendidikan (tumbuhnya gejolak seksual bukan pertanda layaknya seseorang untuk menikah). Sekarang kamu jadi semakin smart dan paham kenapa pemerintah sejak dulu mementingkan pendidikan wajib untuk anak-anak (sekolah sangat penting); karena anak-anak yang berkualitas adalah bibit yang akan memajukan Negara.

Mekanisme kehidupan semacam ini sudah diterapkan dari jauh-jauh generasi oleh dunia barat yang rata-rata mereka mengutamakan pendidikan dan tidak menikah muda; maka tidak heran dan sangat masuk akal jika generasi mereka (selain karena genetika tinggi, juga sangat minim stunting) cerdas-cerdas hingga mampu membuat teknologi yang berguna dan bisa membuat kita ketergantungan setiap hari; salah satu contohnya adalah yang sedang kamu genggam sekarang dan media tempatmu membaca tulisan ini.

Ketika membaca tulisan ini, kamu juga mendengarkan suara alam sekitar, dan itu tandanya kamu sedang dalam kesadaran yang paling bijaksana.

Jangan lemah mudah tergoda dengan trendi menikah muda, lagian aslinya tidak seindah seperti postingan mereka (yang menikah muda) pas akad/hajatan/resepsi; setelah selesai mereka akan merindukan masa-masa lajang, masa yang bebas dan mudah berekspresi, selain sebutan 'pengantin baru' sudah basi, ditambah melihat teman-teman seumurannya yang lebih sukses menikmati masa muda dan nikmatnya menikmati uang sendiri.

Tetapi jika kamu tetap bersikeras kebelet karena calon suamimu berseragam atau karena calon istrimu agresif; apalagi meromantisasi membawa-bawa dogma agama "tetapi kan menurut agama ..." atau "menjauhi zina ... banyak anak banyak rezeki", ya itu pilihanmu!

Di lain kasus kamu mengkonsumsi nasihat yang pro menikah muda dengan dalilnya "kan ada alat kontrasepsi untuk menunda kehamilan" lalu apa bedanya dengan pernikahan karena ingin fitur 'olahraga ranjang', lagian menunda pernikahan itu banyak risikonya (belum lagi sentimen negatif dari mulut orang-orang), tetapi kamu masih saja kebelet, lagi-lagi itu pilihanmu!

Itu semua terserahmu, asalkan tetap waras dan sadar bahwa ketika kamu telah menikah; postingan atau nasihat 'nikah muda' yang kamu konsumsi tidak akan membantu permasalahan rumah tanggamu, dan ketika rumah tanggamu tidak sesuai romantisasi; jangan salahkan pemerintah.

PENGALAMAN PRIBADI

Saya juga sering sekali merasakan toksik dari perlakuan orang-orang tidak berpendidikan (meskipun bersekolah) di negeri ini, yang jika dilihat mereka sendiri yang masih muda tetapi penampilan sudah seperti bapak-bapak dan ibu-ibu, ada juga yang mendapati kabar bahwa rumah tangganya berantakan (juga yang sudah punya 'hasil ranjang'); bertanya dengan SERING kepada saya "Kapan nikah?" kadang ada yang sambil bercanda tidak etis seperti "Kapan nikah? si ... saja udah" dan pertanyaan lainnya yang berlisan buruk lebih parah dari itu, jika ditelaah mereka yang seperti itu hampir semuanya menikah muda. Mereka yang berperilaku seperti itu pada saya mungkin juga karena saya tipikal orang yang hampir tidak pernah pamer alay pencapaian pribadi (males bikin status/stories nyampah di jejaring sosial).

Dan cara saya merespons mereka cukup dengan kalimat singkat dan (berusaha) sangat rendah hati menjawab "Lagi puas-puasin dulu nikmatin senengnya punya rumah sendiri :)" #Sekakmat

Saya sendiri belum tertarik menikah karena beberapa alasan:

1. Masih ingin menikmati masa muda yang matang memantapkan kedewasaan (maturasi).

2. Membuat spasi agar jika pada waktunya untuk menikah benar-benar bersih ingatan (reset kembali ke pengaturan pabrik) dari para mantan, atau bahasa kerennya merapikan hati.

3.Mungkin bisa dikatakan juga belum menemukan wanita yang 'nyambung' dalam frekuensi yang sama dengan saya; menerima saya dengan segala kekurangan dan kelebihan saya.

4. Kalau tujuannya cuma menikah saja, besok juga bisa kok, tetapi dalam kewarasan saya bukan hanya memikirkan 'olahraga ranjang' saja; sadar akan kompleksnya kehidupan berumah tangga mesti dipersiapkan dengan penataan mental yang baik membuat saya lebih bervisioner, dan sejauh ini sambil belajar ilmu rumah tangga (menjadi suami) yang tidak menyebalkan

QuoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang