#2. Kelas

11 1 0
                                    

Bian yang tidak tahu apapun, dihadapkan dengan pernikahan mendadak oleh kedua orang tua dan tentunya sebagai balas budinya pada keluarga Renata.

Untuk itu, Jelas keinginan Mama Gayatri memindahkan sekolahnya bersama dengan Renata adalah kesempatan yang baik bagi Bian tersendiri. Tapi ia tidak menganggap mudah bagi Renata yang terlihat begitu sangat tidak menyukainya.

Bian hanya akan membuat hatinya terbiasa dengan Renata agar ia bisa mencintainya dengan tulus, begitupun ia melupakan semua masalalu juga tidak menjamin hatinya akan kembali mudah mencintai.

Satu hal yang diinginkannya, pada masa depan ia hanya akan mencintai Renata untuk seumur hidupnya. Ia berharap Renata akan menjadi cinta terakhir dalam hidupnya karena ia tidak akan menikah untuk yang kedua kalinya.

Dia berharap Renata akan menyetujuinya suatu hari nanti.

Pagi-pagi buta Bian terbangun dan memulai kehidupan barunya menjadi suami yang mencoba mendapatkan perhatian sang istri. Memang terlihat aneh dan kaku di usianya yang masih begitu muda namun sudah memiliki keluarga, tetapi tidak apa-apa ia akan menikmati masa mudanya.

"Tidak!"

"Bian?!"

Bian berdiri di hadapan semua murid, begitupun matanya bertemu dengan Renata ia tersenyum menggoda akan tetapi Renata memalingkan wajahnya lalu menunduk sembari menutupi wajahnya dengan buku yang berada di atas mejanya.

"Gila! Kenapa dia ada disini sih!"

"Lo bener-bener kurang ajar, Biann!"

Renata menahan amarahnya, namun Fani tidak berhenti memperhatikannya sejak Bian memasuki kelas.

"Ren, Lo kenapa?"

"Malu kali liat orang ganteng?" Jawab Gita.

"Ya ampun Ren, jangan bilang lo bakalan ngeduain Petra?"

"Lo berdua ngomong apaan sih! Mau gue lempar hah?"

"Yaelah, bercanda kali. Lagian lo ngapain kaya orang lagi petak umpet aja."

"Hust, bukan urusan lo!"

"Ih yaudah."

Gita yang memperhatikannya pun menyadari Bian hanya terus menatap Renata yang bahkan memalingkan wajahnya.

"Pak!"

"Kenapa lagi Gita?"

"Itu kursi disebelah Renata kan kosong."

"Iya, bapak juga mau bilang gitu."

"Oh, udah keduluan sama saya, maaf ya pak, soalnya saya ngga bisa baca pikiran bapak sih hhe."

"Lo waras ngga sih, ta?" Ujar Fani.

"Bapak memaklumi kekurangan dan kelebihan kalian, jadi tidak apa-apa jangan sungkan yaa."

"Ya ampun bapak jahat!"

"Loh kok jahat?"

"Itu sama aja bapak secara tidak langsung bilang kalo saya ngga waras, hihi."

"Sudah-sudah, tolong hormati teman baru kalian oke, jangan bikin masalah --"

"Dan bangun solidaritas." Terang seluruh siswa.

"Wah, rupanya kalian semakin baik ya."

"Iya dong pak, kita ini kan satu untuk semua dan semua untuk satu."

"Itu mah SCTV."

"Bukan pak, lebih tepatnya Si Dudung."

Seisi kelas tertawa sembari menatap Dudung yang duduk dibarisan paling belakang. Sebaliknya Dudung hanya tertunduk malu.

SomedayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang