1. Anak Pindahan

79 7 1
                                    

    Alim berjalan mengekor di belakang ibunya- Hafshah. Ia mengernyitkan dahi saat menghirup bau tak sedap yang baru kali ini ia dapati, rasa-rasanya ia ingin muntah menghirup bau itu. Jika bukan karna bundanya ia tak akan ikut ke pasar kalau tau pasar tradisional begini.

    Namun, karna ia adalah anak yang tidak sombong dan rajin menabung. Jadi, disinilah ia mengekor pada sang ibunda tercinta.

    "Ndaa...Belanja di supermarket aja, yuk? Ali gak tahan disini, tempatnya gak higenis," ujar Alim menatap ngeri di sekitarnya yang berisiknya minta ampun.

    "Berisik juga," sambungnya kemudian.
Hafshah terkekeh mendengar penuturan putranya. "Namanya juga pasar, Al. Kamu aja yang belum terbiasa."

   "Tapi, Ndaa. Ali, gak suka. Emangnya bunda mau beli apa sih, sampai harus ke pasar kaya gini?"

    "Sayur, daging, banyak..." sahut Hafshah

     Alim menghela nafas kesal. "Yaudah sini Ali gandeng, takut bunda hilang. Aku yang di marahin papi."

    Alim maju untuk menggandeng tangan Hafshah, menatap tajam orang-orang yang hampir menyenggol bundanya.

    "Ini di pasar, Al. Jalanannya sempit, gak baik kalau gandengan kaya gini. Kita bisa ngalangin jalan orang."

   "Udah bunda diem aja. Disini, Ali bakal jadi pengawal bunda. Gak bakal ada yang berani sama kita."

     Sepasang anak dan ibu itu pun berjalan sambil bergandengan tangan. Tak sedikit pun Alim melepaskan bundanya dari jangkauannya.

   "Nda, kita mau lewat sini?" tanya Alim sedikit ngeri menatap orang-orang yang berdempet-dempetan di depannya. "Ah, gak boleh gak boleh. Kita lewat jalan lain aja, Nda. Nanti kalau ada orang-"

    Alim yang cerewet langsung di tarik oleh Hafshah. "Bunda!"

    Baru memasuki lorong sempit itu tak sengaja ada yang menyenggolnya. "Aduh, kalau jalan liat-liat dong! Gak bisa sabaran apa ngantri dulu!"

    Orang-orang yang ada disana menatap Alim, meneliti. Menebak pasti ibu dan anak itu bukanlah orang biasa, terlihat dari pakaian dan wajahnya.

    Hafshah mengelus bahu anaknya, namun tak di sangka dari arah belakang ada orang yang mendorong Hafshah kedepan, untung saja Alim bergerak cepat menahan tubuh bundanya agar tak terjatuh kedepan.

    Ia menoleh kebelakang dengan kabut marah di matanya. Siap-siap memarahi orang itu. "Bisa sabaran dikit gak, sih? Gak perlu dorong-dorong kaya gitu juga pasti bakal lewat, atau mau gue dorong balik?"

     "Ali!" seru Hafshah saat mendengar nada bicara tak sopan putranya. Namun, tak di hiraukan oleh Alim.

     "Kalau bunda gue luka gimana, bisa tanggung jawab? " sentak Alim. Marah pada ibu-ibu rempong di depannya ini yang entah sengaja atau tak sengaja mendorong bundanya dari belakang, yang dandannya seperti ondel-ondel.

    "Kamu gak punya sopan santun ya bicara sama orang tua. Ohh-gak di ajarin sopan santun emang sama orang tua kamu?" balas ibu-ibu itu tak mau kalah.

     "Sial. Bunda sama papi gue gak gitu! Lo-"

    "Alim, udah!" perintah Hafshah menarik tangan anaknya untuk di ajak pergi.

    Tapi, sebelum itu ia kembali berbicara. "Maaf atas ucapan putra saya dan saya kasi tau, putra saya juga akan sopan jika orang itu juga punya sopan santun!"

     Setelah berkata seperti itu Hafshah menarik tangan Alim untuk menjauh dari si ibu-ibu tadi yang terdiam di tempatnya beberapa saat, tak dapat berkutik. Sampai orang-orang mengomel karna dia telah menghalangi jalan.

ALIMRANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang