BAGIAN 1

803 44 4
                                    

Malam hari tiba...

Inilah malam pertama Vena mengisi ruang-ruang kecil untuk kehidupan pribadinya di bagian dalam toko, yang terdiri hanya dari satu kamar tidur, satu kamar mandi dan satu dapur berikut ruang makan.

Vena membaca surat cintanya sebelum tidur lalu sesegukan kembali. Ia membuat segelas susu hangat dan mereguknya sedikit. Lalu meninggalkannya di atas meja makan. Kemudian beranjak ke kamar mandi untuk buang air kecil. Saat ia kembali ke ruang makan dan mengangkat gelas susu hangatnya, isinya sudah tinggal separuh. Vena pun tak jadi mereguknya. Ia memicingkan matanya mengintip ke dalam gelas. Susunya benar-benar tinggal separuh!

Vena memutar matanya berkeliling. Celingukan ke kiri-kanan. Bulu kuduknya mulai merinding. Ada seseorang... telah meminum susu hangatnya.

"Gak mungkin sesuatu", gumam Vena, "pasti seseorang. Atau seekor? alaaah..." Ia mengibaskan tangannya. Lalu melangkah ke arah toko yang lampunya sudah dimatikan.

Di tengah-tengah kegelapan, ia mendengar suara cekikikan samar-samar. Bulu kuduknya seakan tersengat listrik tegangan tinggi. Tengkuknya sudah terasa menebal. Kakinya mulai gemetaran. Ia phobia dengan ruangan gelap yang tertutup. Ia telah mematikan lampu ruangan hanya demi menghemat listrik. Tetapi kali ini, mahal pun biarlah jadi urusan... ketimbang bergelap-gelapan di tengah malam. Vena pun bergegas mencari saklar lampu dan menyalakannya.

BLASH! Terang dan warna-warni bola lampu berkedip menyemarakkan ruangan kembali. Namun Vena harus menahan nafasnya ketika melihat tas tangan milik si manekin imut yang disusupi Karenina, sudah tergeletak di lantai. Sementara Mimi sudah mengenakan balutan gaun hitamnya kembali. Si cantik yang disusupi oleh Marbel, mendadak ada di tengah ruangan. Dan Ken sudah...

Vena membelalakkan matanya. Ken sudah terkapar di sudut ruangan. Romansa sudah berada di atasnya, terkesan ingin menghajarnya. Vena pun memejamkan matanya lalu membalikkan tubuhnya dengan cepat. Aku berhalusinasi, batinnya. Mending tidur aja, deh...

Vena sudah menapak kembali ke dalam kamarnya dan langsung menyibakkan selimut satu-satunya yang ia punya. Ia menarik ujung selimut untuk menutupinya sampai ke kepala. Dan tidur...

ZZZZ...

***

Vena membuka matanya saat kicauan burung didengarnya. Burung itu masuk ke dalam kamarnya, melewati lubang angin besar yang terbuka di dinding kamarnya, tepat di atas satu jendela mozaik.

"Kutiiillll", begitulah bunyi kicaunya. "Kutiiiilllll... lang..."

Vena bangkit separuh badan untuk duduk di atas kasur. Ia menggeliat, meluruskan semua otot-ototnya agar melentur kembali. Lalu menapak turun dari ranjangnya dan langsung saja bergegas mandi. Setelah selesai bersiap-siap, ia pun bergegas untuk membuka tokonya... di hari pertamanya.

Toko itu bagaikan rejeki di musim paceklik baginya.

Vena bersiul merdu dan membuka semua tirai di dalam ruangan. Lalu menyapu, mengepel dan menata beberapa perabotan di atas meja, yang terguling jatuh. Dan ia pun teringat akan kejadian semalam. Vena menahan nafasnya dan menoleh ke semua manekin di atas panggung display. Semua tertata di tempatnya masing-masing. Seakan yang semalam itu, sungguhan hanya halusinasi atau mimpi. Vena pun mendekat lebih lagi untuk memastikan. Dan mendapati kalau Mimi mengenakan gaun hitam! Bukan pink! Vena menahan nafasnya lagi. Tiga kali lagi ia menahan nafasnya, ia mulai berpikir kalau dirinya bisa-bisa mati kehabisan nafas. Ia pun menguatkan hatinya dan menyambar stelan pink yang sudah terlipat rapi kembali di dalam tumpukan pakaian yang akan dijual. Vena mulai membuka resleting gaun Mimi. Dan sesekali, ia merengkuh tengkuknya karena mata Mimi seakan berkilat-kilat menatapnya.

Ceritanya...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang