Ceritanya, BAGIAN TERAKHIR

691 34 8
                                    

Bila Vena menangis, Negeri Antah Berantah ditimbuni hujan dan kebanjiran. Bila Vena bersiul, Negeri Antah Berantah dihujani bintang yang membuat siang menjadi terlalu benderang.

Bila Vena menyebut nama Romeo, Blablabla mendadak lemas.

Dan Romansa... selalu berharap Vena berhenti menangis.

Puteri dan yang lainnya, berharap Vena tidak mendatangkan banjir bila menangis, tidak menabur bintang di waktu yang salah bila ia bersiul.

Ternyata... Vena tetap saja menangis. Dan ia tetap saja bersiul. Karena kedua hal itu tidak terpisahkan darinya sebagai manusia. meskipun... hanya manusia dari Planet Tanpa Nama, Tak Bernama dan sejenisnya. Pokoknya, tidak ada namanya.

Vena kehilangan identitasnya.

Dan keinginan semua pihak, adalah memberikannya identitas yang baru, sebagaimana yang mereka inginkan, yang kesemuanya... mungkin saja berbeda-beda.

Tetapi Vena tidak merasakan semua pilihan yang ditentukan baginya... adalah dirinya.

Dan saat ia menjaga nama "Romeo" agar tidak meluncur keluar dari mulutnya, demi si Blablabla kecil agar tidak pingsan... ia jadi mendadak sibuk. Sibuk menjaga mulutnya agar tidak menyakiti Blablabla. Karena Blablabla hadir untuknya secara nyata. Meskipun wujudnya hanyalah seekor burung.

Hari demi hari dijalani Vena bersama Blablabla yang tidak pintar dan tidak jujur seratus persen. Tetapi Blablabla menampakkan tubuh kecilnya dan segala kekurangannya. Sementara manekin yang bergerak dengan diam-diam dan berkasak-kusuk, telah memberikan Vena banyak kejutan.

Vena sudah lelah mencari-cari siapa yang melarangnya untuk terus menangis ataupun bersiul. Namun di saat Vena menemukan siapa dirinya tanpa sempat Pluto dan yang lainnya meneruskan rencananya... sekalipun Vena menangis, Negeri Antah Berantah tidak lagi kedatangan hujan yang membuat banjir. Bila Vena bersiul, tidak lagi mendatangkan bintang bertaburan di waktu yang salah. Semuanya karena Vena merelakan surat cintanya dan Romeo yang telah hilang dari hidupnya. Semua terjadi dengan alami, bukan dengan kuat dan gagahnya Vena atau pintarnya sebuah rancangan permainan dari mahluk elastis-tak bertulang... tetapi karena sesuatu terjadi dengan begitu sederhana.

Vena melihat burung kecil itu mau bersiul setiap pagi, bukan untuknya. Tetapi karena mahluk kecil itu selalu bersiul sebagai dirinya sendiri. Siulannya bukan yang paling merdu dan mungkin tidak cocok di beberapa telinga. Tetapi cocok di telinga Vena. Apabila ada nada yang terdengar sedikit sumbang, Vena berkompromi dengan cara yang bisa ia hadapi bersama Blablabla secara langsung. Dan masalah pun selesai. Sederhana.

Dan ketika Vena menyebut-nyebut nama "Romeo" lagi secara tak sengaja, maka Blablabla pun berubah wujud...

Vena terperangah. "Romeo?" Matanya membelalak.

Semua pun melirik pada Romansa lalu pada Romeo.

Blablabla menggelengkan kepalanya. "Bukan", jawabnya, "aku... Romantis Abis..."

 "Apa?", tanya Vena.

"Itu namaku. Romantis Abis...", jawab Blablabla. "Bukan Romeo. Dialah Romeo." Blablabla menunjuk pada Romansa yang menyusup ke dalam manekin yang tampilannya terlihat lebih dewasa.

Bertepatan dengan itu, Papa Raja muncul dengan tiba-tiba. Wajahnya terlihat 'kenyang'. Kehadirannya membuat Vena terkejut karena bisa melihat tampilannya. "Sepertinya sudah selesai..." Papa Raja menggumam dan menampakkan sederetan giginya pada Vena, entah tertawa lebar, entah menyeringai. Vena tidak mengenali tarikan sudut-sudut bibir si Papa Raja karena tertutup kumis lebat.

Papa Raja bersendawa satu kali. Maka bebaslah semua anak dan para cucunya dari manekin yang mereka susupi. Dan mereka tampil dengan keberadaan mereka yang asli.

"Mereka membuatmu merasa dipermainkan", kata Papa Raja. "Apakah kamu masih mencari surat cintamu?", tanyanya pada Vena.

Vena hanya memutar matanya, melihat ke sekelilingnya. "Aku tidak mengenal kalian". Lalu matanya menatap lurus pada Blablabla. "Tetapi aku mengenalnya."

"Apa kamu membenci kami karena tidak mengenal kami?", tanya Papa Raja.

"Apakah kalian membenciku karena tidak mengenal kalian?" Vena balik bertanya. "Dan kalian tidak mengenalku?"

Papa Raja hanya ber-ho-ho-ho. "Beda tipis...", gumamnya. "Hanya saja... kami tersirat, kamu tersurat."

"Dan dia nyata..." Vena menunjuk pada Blablabla. "Sekalipun wujudnya 'gak sama, aku mengenalinya... lihat... dengar..."

Blablabla alias si Romantis Abis pun bersiul..., "Kutillll... kutilllll... kutilllll... laaaaang..."

Papa Raja ber-mwe-hue-hue. "mwehuehuehuehue..." Kepalanya tengadah di saat ia menyuarakan itu. Lirikan matanya mengarah pada Romantis Abis saat mulutnya membuka lagi, "Dia adalah adiknya Romansa yang bermain-main dengan petasan seguedhe meriam karena patah hati..."

"Patah hati sama siapa?", tanya Vena.

Romantis Abis mengerenyitkan keningnya sambil mengingat-ingat sebagian memorinya yang sempat terhapus beberapa lama. Lalu matanya berbinar-binar. Ia mengingatnya. "Kalo 'gak salah, 'gak salah ya... berarti buenerrr... namanya Mona Bok."

Vena pun terperanjat dan membelalakkan telinganya serta mengangakan matanya. Ralat: membelalakkan matanya dan mengangakan mulutnya. "Astagaaaaa...", selorohnya mantap, "Itu kan akyuuuu..."

"Hah?" Romantis Abis pun ikut terperanjat. "Jadi... kamu itu adalah Mona Bok yang nabok aku waktu itu???"

Vena pun mengangguk. "Saat itu, sebetulnya aku mau nabok nyamuk. Paaaaaassss banget, kamu lewat... kamu ketabok, deh..."

"T'rus, kenapa kamu pergi dan lari gitu aja pas dentang jam berbunyi di tengah malem?", tanya Romantis Abis.

"Di mana-mana... tengah malem, Cinderella harus pergi", sahut Vena pendek, 'gak panjang-panjang.

"Jadi... kamu masih inget Romeo?", tanya Papa Raja. "Kalo masih, saya kasih sepuluh, nih!"

"Huah? Ap... apa?" Romansa sudah shock beibeh. Ia takut Papa Raja membelahnya menjadi sepuluh bagian.

Vena mengangguk. "Tetep inget. Tapi mungkin, dia 'gak kembali."

"Jadi..." Wajah Romantis Abis pun mendadak merah. "Oh... ehehe... jadi, aku diterima?"

"ng... diterima jadi apa?", tanya Vena sambil garuk-garuk kelapa.

"Pengganti Romeo?", tanya Romantis Abis.

Vena menggeleng. "Kamu punya bagian sendiri. Gak usah jadi pengganti siapa-siapa..." Lalu Vena berjalan kembali ke mejanya dan meneruskan pekerjaannya. Ia tetap menangis dan bersiul, kapanpun ia suka. Karena air mata turun dari pelupuk matanya dan siulannya keluar dari mulutnya.

Romansa memilih pergi karena tidak tahan melihat air mata Vena. Syalala dan Puteri merasa bising dengan siulannya. Sisanya, seakan-akan pergi. Tetapi tetap mengintip di malam hari. Romantis Abis tinggal tetap entah sampai kapan.

Papa Raja?

Travelling lagi...

"Mana lagi yang bisa ku teliti kedalaman hatinya?", gumamnya. Saat ia memilah-milah dengan jemarinya, mencari-cari kisah manusia, langit sedang meneliti kisah si Papa Raja sendiri. Termasuk kedalaman hatinya...

***

TAMAT

Ceritanya...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang