BAGIAN 3

612 37 5
                                    

Vena masih menangis... dari pagi hingga petang. Tapi bukan karena masalah hutang. Apalagi masalah kutang. Ia kehilangan surat cinta yang selalu dibacanya; pagi-siang-malam...

"SURAT CINTAKUUUUUUUUUUU!!!", jeritnya pilu, mematahkan semangat Blablabla untuk berkicau di setiap pagi harinya...

"Udah lah, ya... aku buat surat cinta baru buat kamu. Yang indah bak pujangga, deh...", hibur Blablabla. Solusi, pikirnya.

"Tidak!", sentak Vena mendadak jutek; judes tek tek. "Tiada!", sambungnya. "Tiada gantinya lagi! Itu peninggalan asli dari empat tahun yang laluuuuu... huaaaaaaaa..." Ia melanjutkan tangisannya.

Blablabla tak menggubris. Ia sudah menyodorkan selembar kertas kecil bertuliskan;

I LAPYU.

"Aksi tipu!", jerit Vena sambil membanting surat pendek itu ke lantai.

Blablabla menulis surat baru lagi. Meski tidak diceritakan bagaimana ia menulisnya dengan sayap yang tercipta untuk terbang, bukan untuk menulis,,,

I MISS U?

Blablabla meletakkan tanda tanya di akhir kalimat, bertanya-tanya apakah kalimat itu disukai oleh Vena. Tetapi Vena malah semakin semangat di dalam aksi bertangis-tangisannya, melihat tanda tanya di ujung kalimat.

"Huaaaaaaaaaa! Kamu bahkan 'gak yakin, miss me 'pa enggak?! Huaaaaaaa!", jerit Vena.

Blablabla sudah merem-melek, kehabisan akal. Tetapi untunglah, senja sudah menyergap. Berarti, pasukan elit siap membantu...

Marbel sudah mengirimkan sinyal suara pada Blablabla...

Don't worry, be happy... ay punya cara..., bisik Marbel pada Blablabla. Ajak dia bubu dulu biar tenang. Besok pagi, dia bakal temu'in pesanan rajutan seabrek-abrek, biar dia sibuk tujuh keliling!

Blablabla pun angguk-angguk kepala. "Okay lah..." Ia pun membujuk Vena untuk tidur. Dan sekitar lima jam kemudian...

Blablabla tertidur...

Vena masih melotot...

Dan lima jam berikutnya...

Vena tertidur...

Blablabla terbangun...

Blablabla mendengar kasak-kusuk mahluk elastis-tak bertulang, bertebaran di seputar ruang pribadi Vena. Ada yang menyiapkan bahan-bahan baku untuk Vena gunakan, ada yang menyediakan peralatan potong-memotong dan jahit-menjahit, ada yang sibuk mengamat-amati wajah Vena dan bertanya-tanya... Mengapa Vena terlihat seperti Vena? Dan tidak ada yang tahu, apa jawabannya.

***

Matahari menguap, menggeliat, dan naik perlahan-lahan ke langit. Sambil mengerling pada seekor ayam jantan di pusat perkotaan Planet Tak Bernama. Ayam jantan pun bersiul... (ini hanya terjadi di planet ini).

Vena pun membuka matanya tanpa berlambat-lambat. Mata bulatnya seakan menyerukan ingatan yang sama akan barang berharganya yang sama,,, yang hilang, pastinya...

"Surat... cintakuuu..." Vena mulai mengisak lagi, dengan posisi masih terbaring bagaikan orang sakit. Ia melirik ke kiri dan ke kanan, tidak ada Blablabla di peraduan manapun. Ia pun bangkit dari pembaringannya dan beranjak ke kulkas lalu menemukan kue cake kecil. Dengan pesan tertulis di kartunya, "Hai..."

Vena memicing. Ia mulai menahan nafasnya. Ditolehnya, sisi belakang... depan... kiri... kanan... atas... Ia seorang diri di sini. Dan Blablabla tidak mungkin bisa membawakannya kue itu...

Secara,,, Blablabla tak punya dompet apalagi duit. Sayapnya juga terlalu kecil untuk bawa-bawa kue. Dan kalau sayapnya membawa kue, tak mungkin pula ia jalan kaki menuju ke kulkas. Sungguh tidak masuk akal di dalam per-fantasian!, Vena membatin gaduh.

Ceritanya...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang