Pukul setengah dua belas malam, Onyx sudah terlelap dari tadi, hanya Vairy saja yang kurang dari kamar ini
Alice melangkah turun perlahan dari tempat tidur, mengambil selimut dan menyelimuti Onyx hingga ke leher. Memastikan dulu bahwa Onyx sudah benar-benar terlelap, dirasa aman. Dia segera menuju dinding tempat jas putihnya ter gantung. Noda darah merusak warnanya, tapi mau bagaimana lagi
Sebelum keluar, Alice memposisikan bantal dan guling sedemikian rupa kemudian menutupinya dengan selembar kain, dirasa sudah ok, segera saja dia melangkah keluar tanpa menimbulkan suara sedikit pun.
Angin malam berembus, membuat surai saljunya berkibar indah dibawah cahaya redup bulan
•
•
•
"Baik.." Kaizo mengakhiri panggilannya dari gelang hitam yang tadi dipinjamkan Onyx
Menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. Aliya sudah tidur sejak pukul sepuluh tadi, sedangkan dia belum mengantuk sama sekali, banyak hal yang membuatnya terjaga malam ini
Memilih untuk merebahkan tubuhnya keatas sofa panjang, menjadikan telapak tangannya sebagai bantalan, dan menatap langit-langit ruangan tanpa berkedip
Apa Alice bisa tidur? Apa dia masih merasa sakit? Pertanyaan itu terus saja berputar-putar dikepalanya. Tapi dia meyakini satu hal, Alice adalah seorang dokter, dia tidak selemah yang dikira. Dia pasti baik-baik saja bersama Onyx disana
Kaizo teriak frustasi—teriak yang tertahan. Memikirkan Alice bersama dengan Onyx disatu resort membuatnya kesal
Dia menoleh kearah wajah tenang Aliya yang sedang tidur. Aliya terlihat menggigil kedinginan, ternyata selimutnya terjatuh. Kasihan. Jadi Kaizo mengambil dan memakaikannya sampai sebatas leher Aliya. Kemudian kembali merebahkan diri di atas sofa
•
•
•
Ia melangkah perlahan memasuki kapal angkasa, netranya aktif menatap liar keseluruh penjuru ruangan yang gelap gulita itu. Alice menerangi jalan dengan menggunakan energi merah mudanya
Ruangan yang dicari-cari akhirnya ketemu juga. Lampu ruangan ini menyala. Ada delapan belalai panjang yang sedang memperbaiki sesuatu didalam sana, dan sesuatu itu adalah Vairy. Alice melangkah mendekat, matanya menyendu dan mengeluarkan setetes liquid, dia mulai menangis tanpa suara lagi
Ruangan ini lengang, menyisakan suara belalai-belalai panjang yang sedang sibuk memperbaiki
"Maaf.. Vairy"
Alice mengarahkan telapak tangannya pada Vairy, dengan jarak satu meter sudah lebih dari cukup untuknya melakukan teknik itu
Alice menutup kedua matanya perlahan, memfokuskan energi pada tangannya yang terangkat. Perlahan cahaya berwarna merah muda muncul, cahaya itu merambat mengelilingi Vairy. Alice dapat merasakan segel diperutnya mulai bekerja. Sedikit lagi, peluh sudah memenuhi kepalanyaCahaya merah muda yang merambat menyelimuti Vairy berangsur-angsur mulai menghilang, Alice membuka matanya. Hal yang pertama kali dia lihat adalah Vairy, Vairy yang masih dalam perbaikan
Seulas senyum manis terukir dibibirnya, kemudian dia tertawa, tawa yang sangat memilukan
"Tolong tetap bertahan. Terima kasih banyak Vairy.. Maaf, semua ini demi kamu" lirihnya dengan senyum dan air mata
Setelah puas melihat Vairy, Alice memutuskan untuk segera pergi dari sini. Menguatkan hatinya untuk tidak menoleh ke belakang, berjalan tegas menuju pintu keluar
•
•
•Pukul enam pagi. Terdengar suara keributan yang menggema dari resort tepi danau
"Dah jumpa?" Onyx bertanya dengan deru napas yang tak beraturan. Seperti orang yang habis dikejar-kejar macan
"Belum lagi. Bukan di sini juga" jawab Kaizo sama paniknya
"Di kawasan hutan juga tidak ada" sahut Aliya yang muncul dari balik pohon-pohon tinggi
"Teruk. kita melapor pada laksamana" Onyx memberi usul, sebelum benar-benar melapor dia memandang Kaizo sesaat. Kaizo mengangguk tanda setuju, Aliya jangan ditanya dia sudah pasti setuju
"Kejap-!" Aliya menahan telunjuk Onyx yang hampir menekan tombol pada gelang hitamnya
Kaizo tersentak, dia juga mendengarnya, Onyx dan Aliya serentak mengangguk mantap
"Situ" Tunjuk Aliya. Pandangan mereka semua mengarah pada hal yang sama
Onyx sudah mengeluarkan tombaknya, memasang posisi siap siaga
"Tunggu" Kaizo mencengkram bahu Onyx, mencegahnya untuk menyergap
Kaizo sama sekali tidak melepaskan pandangannya, dia melangkah mendekati batu tinggi, Onyx dan Aliya juga mengikuti dari belakang, sudah siaga jika terjadi hal-hal yang tidak diharapkan
"Alice-!" Kaizo berteriak memanggil orang yang tengah bersiul diatas batu tinggi
Seketika, suara siulan terhenti, orang itu menoleh melihat kebawah. Dia tersenyum dan melompat turun dari atas batu yang tingginya sekitar lima meter
Kaizo, Onyx, dan Aliya membeku. Apa ini? Mungkin itulah ungkapan yang mereka lontarkan dari ekspresi wajah masing-masing
Alice berdiri di depan mereka sekarang, orang yang sejak tadi diributkan keberadaannya. Ini Alice, tapi dengan tampilan yang berbeda
Crop top hitam lengan pendek, celana hitam sejengkal dibawah lutut dan rambut yang terikat satu kebelakang. Pakaiannya yang mengekspos perut rata dan pinggang rampingnya, seakan disengajakan untuk memamerkan segel Domu yang sekarang sudah sah dia miliki
"Eh? Semalam cakap nak pergi ke sel kuarantin. Jadi tak?" ucapan Alice membuyarkan keheningan, mereka bertiga segera sadar dan merapikan kembali senjata yang tadi dikeluarkan
"Ya. Aku siapkan kapal dulu" Kaizo mengalihkan pandangannya dari Alice, enggan untuk menatap lama. Sesuai ucapannya tadi, dia segera pergi menuju kapal angkasa yang terparkir tidak jauh dari danau
Onyx dan Aliya terlihat salah tingkah, lebih tepatnya Onyx. Dia merasa sedikit tidak enak karena tadi sudah salah menduga Alice sebagai musuh
"Saya dah tak de barang kat sini, saya pergi dulu nak menyusul kapten Kaizo" Alice juga melangkah menyusul Kaizo, menyisakan Onyx dan Aliya yang masih harus mengangkut barang masing-masing
Aliya memperhatikan Alice yang sudah menjauh, tatapannya sulit diartikan. Kemudian memilih pergi meninggalkan Onyx yang masih terheran heran
•
KAMU SEDANG MEMBACA
Hyacinth Ungu
FantasyBunga Hyacinth Ungu melambangkan permintaan maaf dan duka cita, keindahannya mewakili kata maaf. Jika kamu berbuat salah pada seseorang, dan kesalahan itu sangat fatal hingga membuat orang tersebut tidak mau memaafkanmu. Maka bunga yang pantas kamu...