Episode 12

22 2 0
                                    

"Jenderal Jo" Onyx berucap pelan, termangu
    
Jo. Petinggi dengan cahaya mata berwarna merah, yang memberi misi untuk menghapuskan keturunan kelima dari segel Domu. Sekarang berada dihadapan mereka. Ikut turun langsung dalam misi ini. Dengan menampakkan wujud aslinya
    
"AAKHH-!" Alice menjerit tertahan. Lehernya dijerat kuat menggunakan rantai yang memiliki tegangan listrik
    
Aliya ingin protes tapi Onyx segera menahan tubuhnya
    
"Kerja bagus semua. Sekarang. Kapten Kaizo ayo segera selesaikan misi ini"
    
Jo menarik rantai yang menjerat leher Alice dengan kasar. Memaksanya untuk berdiri
    
"Hancurkan segel terkutuk itu" Jo berkata datar. Sambil menyodorkan sebuah pisau yang dibalut dengan kertas bertuliskan huruf-huruf kuno. Sepertinya itu pisau khusu yang Jenderal Jo siapkan untuk misi ini. Pisau yang dapat menekan atau menghancurkan segel
    
Aliya membolakan netra violetnya. Begitu juga dengan Onyx dan Kaizo
    
"Tunggu. Kaizo" cegah Onyx

"Baik" tanpa mau basa basi Kaizo mengambil pisau itu dengan mantap
    
Jo menarik paksa lagi rantai listrik yang menjerat leher Alice, agar posisi berdiri Alice lebih baik. Saat rantai itu ditarik, kepala Alice juga ikut terangkat. Netra gelapnya sudah hilang, matanya kembali normal. Matanya sayu. Terlihat ia sangat kesakitan, ada bekas aliran air mata disudut matanya. Rantai itu menjerat terlalu kuat, Alice sampai tidak bisa bersuara sama sekali
    
Kaizo menatap netra merah muda itu dengan dingin.

Krrtt..

Tangannya mempererat genggamannya pada pisau
    
"Kapten.." Aliya berkata tertahan
    
"Selesaikan misi ini Kaizo, atau kalian bertiga akan dicap sebagai penghianat" Jo kembali berkata dengan dingin. Topeng besi yang digunakannya berkilat terkena sorotan cahaya dari kapal angkasanya
    
"Tch-! Cukup-! Kami tidak perduli seperti apa sebutan kami nanti. Jangan-"
    
     "AAAAKKHH-!!" Teriakan kesakitan Alice memotong kalimat Onyx. Teriakan yang menyedihkan
    
Dirinya membeku melihat Kaizo yang sudah menusukkan pisau itu tepat pada segel diatas pusar Alice. Aliya menutup mulutnya dengan dua telapak tangan
    
"HAHAHAHA... Bagus. Akhirnya.." Jo tertawa senang
    
Pisau yang ditusukkan ke perut Alice menghilang seiring dengan cahaya putih menyilaukan yang menyelimuti tubuh gadis musim dingin itu. Perlahan cahaya itu hilang, memperlihatkan Alice yang sudah tidak berdaya dalam kungkungan rantai listrik dilehernya. Jo membiarkannya jatuh tengkurap diatas tanah
    
"Bagus. Sekarang misi kalian sudah selesai. Sesuai janji, kalian akan dikenal sebagai pahlawan. Kalian boleh kembali pada kegiatan normal mulai sekarang"
    
Jo menggerakkan rantai tanpa menyentuh. Sekarang tubuh Alice sudah sempurna terikat rantai listrik. Jo ber-teleportasi kedalam kapal angkasa. Sesaat sebelum ber-teleportasi Jo mengatakan sesuatu "Ketua armada tempur enam belas. Aliya. Dia belum mati, jika kalian mau melihatnya untuk terakhir kali sebelum dieksekusi. Datanglah ke sel karantina. Kalian bebas menjenguknya" sedetik kemudian Jo sudah menghilang dihadapan. Kapal-kapal angkasa perlahan pergi menghilang dari planet RU
    
Kaizo menatap tanah bekas pertempuran. Hancur. Itu deskripsinya
    
PLAK-! Aliya menampar keras pipi Kaizo, membuat sang empunya pipi terbelalak kaget
    
"Aliya-!" bentak Onyx

"Kenapa? Ha-!"
    
Aliya menangis, dia membalas bentakan kakaknya dengan suara parau. Ia tidak tahu kenapa, tapi Aliya merasa sakit saat melihat Alice diperlakukan layaknya binatang oleh jendral Jo
    
"Kapten kaizo.. Sepenting itukah misi dari pada seorang teman" Aliya berucap lemah
    
"Seharusnya, Alice tidak pernah mencintai seorang bajingan yang tidak punya hati sepertimu-! Dia memang menyebalkan, tapi setidaknya hargai lah sedikit perasaannya" Aliya berpaling melangkah pergi
    
Namun langkahnya terhenti beberapa detik kemudian "tatapan mata Kapten pada Alice. Bukan tatapan yang biasa. Kapten juga menyukainya bukan? Aku tahu itu. Terkadang aku merasa bodoh, masih saja menaruh perasaan pada seseorang yang mencintai orang lain" Aliya tersenyum hambar. Kemudian melanjutkan langkahnya yang tertunda
    
Onyx menatap sendu pada Kaizo. Dia menepuk kuat pundak kawannya itu "aku tahu apa yang kamu lakukan tidak akan membahayakan Alice. Dengar, aku bukan pemberi nasehat yang baik. Tapi saranku. Lakukan apa yang hatimu katakan Kaizo. Kecuali, jika memang kamu tidak punya hati. Maafkan Aliya, dia hanya sedang emosi" setelah itu Onyx melangkah pergi menyusul adiknya yang menjauh
    
     •
     •
     •
    
"Ah-!" Alice manahan rasa sakit ditubuhnya. Seorang petugas berbadan kekar melempar tubuhnya tanpa beban hingga menghantam dinding sel
    
Sel penjara berukuran 5×4 meter, dengan sebuah lubang kecil seukuran satu batu bata didindingnya dan sebuah dipan keras dengan satu buah bantal kecil diujungnya. Lantai yang lembab dan hawa yang menusuk dingin, menambah suasana menyedihkan sel ini
    
Alice berusaha duduk menyandar pada dinding. Dia tahu jika tulang lehernya retak nyaris patah, dan organ dalam perutnya memar. Dia akan memastikan satu hal
    
Sekuat tenaga ia mengangkat tangannya menyentuh leher, merilekskan tubuhnya. Perlahan cahaya merah muda mulai memenuhi telapak tangannya. Untung saja cahaya ini menghantarkan rasa hangat, hawa dingin di ruangan ini jadi sedikit terkalahkan
    
Dia bisa merasakan jika tulang lehernya sudah kembali normal. Perlahan ia coba untuk menunduk, benar. Sudah membaik dan tidak terasa sakit lagi. Alice sangat bersyukur, setidaknya bakat alaminya ini tidak ikut tersegel pisau yang menusuknya tadi
    
Matanya menyendu, mengingat sorot mata Kaizo. Tatapan mata yang menyiratkan permintaan maaf. Alice tertawa kecil
    
"Bodoh-! Kau berlagak sok kuat didepanku eh. Kapten Kaizo"
    
     •
     •
     •
    
Kaizo tidak mengerti. Apa yang sudah terjadi selama ini, kenapa dengan bodohnya dia melibatkan perasaan tidak berguna pada sebuah misi. Bulan separuh dan ribuan bintang seakan mengejek betapa lemahnya dia sekarang
    
Dia memilih untuk menghilangkan beban di atas pohon ini. Bersandar pada batangnya, menikmati hembusan angin dingin yang membelai kulitnya
    
Ia merogoh saku celana. Ketika benda itu dikeluarkan, pantulan cahaya dengan warna-warna indah tercipta akibat reaksinya pada cahaya bulan. Kaizo memperhatikan kalung indah itu. Kalung dengan bandul kristal Amethyst. Dia bingung sekarang, untuk apa dia beli kalung itu. Tidak ada gunanya lagi, orang itu bahkan sudah tidak disini

Hyacinth UnguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang