Prolog

141 128 126
                                    

Hari ini, untuk kedua kalinya aku menginjakkan kaki lagi di Bandung.

Hawa dingin menyapa dengan suasana yang lumayan asing. Aku menengok sekeliling, 1 tahun lalu saat kali pertama ke Bandung, kekasihku menunggu di stasiun untuk menjemput, berlari dan memeluk erat tubuhku yang baru saja turun dari kereta.

Aku termenung kala itu, seseorang yang bahkan belum pernah ku temui sama sekali bisa mengenal dan tak ragu memeluk orang yang mungkin dibilang asing? Aku saja hampir menendang "miliknya" jika dia tak membuka mulut, mengatakan bahwa ia adalah manusia yang 2 tahun mengisi pikiranku.

Aku memesan ojek online untuk meneruskan perjalanan, jika kalian bertanya mengapa aku tidak menghubungi kekasihku jelas saja karena kedatanganku ini adalah kejutan untuknya, toh aku juga akan menetap lama disini karena meneruskan pendidikan.

"Punten, teh nora?" Aku mengerjap, tersadar dari lamunan kemudian mengangguk, "iya mas".

"Sesuai aplikasi ya teh. jangan lupa pegangan, takut jatuh"

"Siap"

Jalanan ramai dengan lalulintas yang cukup padat. Untung saja tempat tinggal kekasihku tidak begitu jauh dari stasiun, sehingga bisa cepat menghindari kemacetan dan menghemat waktu.

---------------

Aku melangkahkan kaki perlahan, terdapat dua mobil di halaman dengan gerbang terbuka lebar. Ada tamu kah?

Saat aku mengetuk pintu untuk ketiga kalinya, samar-samar terdengar suara kekasihku dengan wanita yang demi tuhan tidak pernah terbayangkan sedikitpun olehku. Menjijikkan, sungguh.

Aku berbalik arah, menjauh dari rumah yang tidak akan sudi ku datangi lagi setelah hari ini.

"Loh teh, kok cepet? Gajadi?"

"LOH LOH KALO MAU NANGIS NANTI AJA, INI SAYA BISA DI GEBUKIN ORANG"

"Mas" Aku menatap pengemudi ojol tersebut, yang ku tatap masih menampakkan raut wajah panik.

"Anterin saya cari kos yang ngga jauh dari kampus ini" Kataku menyodorkan ponsel dengan alamat kampus tersebut.

"Langsung teh? Beneran ngga mampir ini?"

"Iya, nanti kenalin saya tempat makan paling enak aja di Bandung. Saya jajanin karena situ mau nunggu dan anter sana sini"

Terdengar gumaman pelan sebagai jawaban, aneh. Aku sempat berpikir orang ini penipu karena wajah yang terlihat pada aplikasi sangat berbeda. Kasusnya memang hampir sama dengan wajah yang tidak mirip dengan realita. Tapi tidak, bukan begitu.

Orang yang ku lihat pada profil terlihat sudah berumur dan yang tadi menemuiku lelaki muda dengan jaket denim, bukan jaket hijau. Dia mengatakan bahwa dirinya hanya menggantikan orang tersebut karena istri beliau melahirkan dan beliau sendiri sudah menerima orderan. Katanya sih, "Saya nawarin diri karena lagi nganggur, bapaknya was-was tapi di iyain. Emang muka saya mirip penjahat ya?"

Aku hanya menggeleng tanpa mengucapkan satu patah kata pun, lalu dia menghela nafas pelan, menjelaskan ulang dengan rinci, memberi bukti bahkan sampai menelfon orang tersebut.

"Makan mie kocok mau?"

Aku sedikit mencondongkan badan "HAH? NGGA KEDENGERAN"

"MIE KOCOK MAU NGGA?"

"BOLEH, NGIKUT MAS NYA AJA"

Tak ada percakapan setelahnya, aku sibuk memikirkan hal apa yang harus aku lakukan untuk melupakan kejadian tadi, juga alasan apa yang harus aku katakan untuk memutuskan hubungan dengannya, hingga motor pun berhenti di tempat yang tidak terlalu ramai, teduh dan luas dengan pemandangan memanjakan mata.

EUNOIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang