Tiga

53 56 85
                                    

"Nora" Jingga berkata lirih, sementara aku fokus pada perempuan di sampingnya yang sedang bergelayut manja pada lengan Jingga.

Aku ingat wajah itu.

Jingga pernah memperlihatkan fotonya padaku, mengatakan bahwa dia adalah sepupu dari ayah.

"Sayang, kamu kenal dia?" Ucapnya pada Jingga.

Ah, sekarang aku mengerti.

Selama ini aku yang bodoh karena selalu percaya pada Jingga tentang apapun. Rasanya aku jadi ingin menertawakan hidupku sendiri, miris.

"Nora, maaf?" Tutur Jingga, tak mengindahkan pertanyaan sebelumnya.

Aku tersenyum, meyakinkan diri bahwa semua akan baik-baik saja.

"Bagus deh, kamu mau dengerin ucapan aku"

"Bukan gini.. " Desis nya.

Aku kembali membungkukkan badan, "Aku lagi buru-buru Jingga, aku minta maaf karena ngga liat jalan sampe nabrak kamu, duluan ya"

Belum genap dua langkah aku berjalan, Jingga menarik tanganku keras, mendorongku pada sisih rak dan menatapku tajam.

"Sayang? Kamu kenapa?" Perempuan di sebelahnya kembali bertanya, Jingga melepaskan tangan pada lengannya kasar.

"Lo diem dulu anjing"

Ia terperangah, terlihat wajah perempuan tersebut merah padam menahan emosi.

Jingga acuh, kembali menatapku lekat. Tangannya mendarat pada pipiku, mengelus pelan.

"Aku ngga siap kalo harus pisah sama kamu secepet ini, aku masih butuh kamu. Aku masih butuh perhatian kamu, kasih sayang kamu, semuanya yang ngga pernah bisa aku dapetin dari orang lain"

Aku hanya diam, mendengarkan tanpa membuat ekspresi apapun.

"Nora, kamu boleh benci aku, ngumpat sepuas kamu pun gapapa. Tapi tolong jangan gini, aku pengen jadi rumah buat kamu, aku pengen jadi orang yang ada buat kamu saat kamu sedih"

Aku menatap ke arah lain, tak ingin terpengaruh pada ucapan Jingga juga mimik wajah yang ia buat.

"Mundur tiga langkah atau aku teriakin kamu orang mesum" Ucapku, mulai merasa tak nyaman dengan sentuhan dan tatapan seseorang di sebelahnya.
Jingga menolak, ia malah mendekapku. Membuat amarah perempuan tersebut memuncak.

"KAMU UDAH GILA? AKU DISINI DAN KAMU MALAH PELUK CEWEK LAIN DI DEPANKU?!"

Untung, untung saja toko ini luas dan kami bertiga berada di tempat yang lumayan jauh dari banyak orang.

Aku meronta, berusaha melepas pelukan. Butuh beberapa menit hingga Jingga mau melepas pelukan, membawaku ke belakang tubuhnya melihat perempuan itu mendekat.

"Urusan lo sama gue Hanna, jangan berani sentuh Nora karena dia gatau apa-apa"

"Disini yang gatau apa-apa justru aku"
Hanna mengacungkan jari kearahku, "AKU YANG KASIH APAPUN KE KAMU, BUKAN DIA"

"Nora yang selalu ada buat gue, Hanna. Cuman dia yang bisa bikin gue seneng, sedih, bahkan cemburu gajelas"

"Oh ya?"

Hanna menatapku, sudut bibirnya sedikit terangkat kemudian mengangkat tangan, membelai leher Jingga seksual.

"Perlu kamu ingat, kamu selalu dateng ke siapa kalo pikiran kamu kacau. Aku yakin dia juga ngga bisa menuhin nafsu kamu, right?"

"HANNA" Jingga menggeram, mencekal pergelangan tangan Hanna.

Aku menunduk, memandang sepatu yang makin lama terlihat kabur.

EUNOIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang