Part 2

9 2 0
                                    

Setiap hari terasa sama bagi Asha, tapi entah kenapa akhir-akhir ini ada yang berbeda, 2 orang perempuan yang terus ingin menjadi temannya selalu mengganggu waktunya. Lihatlah sekarang dua orang perempuan yang kalau tidak salah bernama Rachel dan Windy, yang sedang berbicara kepada Asha yang selalu menelungkupkan kepalanya di atas meja dan mengabaikan mereka. Tak lama kemudian seorang guru datang diikuti dengan seorang perempuan di belakangnya, sepertinya murid baru. Asha yang menyadari keadaan kelas kembali tenang, mengangkat kepalanya hingga tatapanya terpaku dengan sosok yang berada di depan kelasnya itu.

"Hari ini kita kedatangan murid baru dari Belanda" ucap Bu guru mempersilahkan perempuan di sebelahnya untuk memperkenalkan diri.

"Halo, namaku Calliana Lethisia, semoga kita akrab ya" ucap Callia diakhiri dengan senyum.

"Anak-anak ada yang mau ditanyakan?" tanya Bu guru yang membuat kelas itu menjadi rebut.

"Mbak nomor wanya berapa?"

"Rumahnya di mana?"

"Kamu cantik, tapi aku belum menyukaimu gak tau kalo pas istirahat"

"Pindah kesini kenapa? Btw matanya cantik"

"Udah, udah, jam istirahat aja nanya lagi. Callia kamu mau duduk dimana?" ucap Bu guru.

Dengan santai gadis bermata biru itu berjalan ke arah meja Asha dan menarik kuris kosong yang berada di sebelah perempuan itu. Banyak tatapan tidak suka yang di arahkan ke Asha sehingga membuatnya menundukan kepalanya.

"Di sini" ucap Callia sambil mendudukan dirinya di sebelah Asha.

"Baiklah, Ibu pergi dulu, sebentar lagi guru mapel kalian akan segera datang" ucap Bu guru lalu pergi meninggalkan kelas.

"Asha?" tanya Callia kepada perempuan di sebelahnya.

"Kak Lia, kenapa mereka natap Nea terus?" tanya Nea atau yang biasa kita panggil dengan Asha.

"Gak papa kok mereka gak ngeliatin Nea, mereka ngeliatin Kakak" ucap Callia dengan senyum menatap Asha, lalu beralih menatap teman sekelasnya dengan tatapan tajam seakan menyuruh mereka berhenti menatap ke arah sini. Tak lama guru datang dan pelajaran dimulai dengan Nea yang terus mendominasi tubuh Asha.

Nea adalah alter egonya Asha, Alter ego adalah sebuah identitas atau karakter yang merupakan bentukan dari seseorang dalam dirinya secara sadar. Karakter tersebut sering kali merupakan gambaran ideal tentang dirinya yang tidak bisa ia realisasikan. Beberapa orang lain juga mengatakan memiliki karakter buatan ini juga sebuah cara untuk menyembunyikan sisi yang ingin mereka sembunyikan dari orang lain. Dalam kasus Asha, Nea sudah lama berada dalam dirinya semenjak dia berusia 5 tahun. Nea akan mucul ketika dia berada dengan orang yang bisa dipercayainya dan menerimanya. Nea jugalah yang menyimpan semua trauma dan masalahnya selama ini. Asha memiliki satu alter ego lagi, bernama Nava. Nava menjadi karakter pelindung bagi Asha dan Nea. Dan juga, Callia adalah teman SMP-nya Asha, dia pindah ketika kelas 8 dan Callia tidak mengetahui tentang Nava.

~<o0o>~

3 tahun yang lalu

Seorang anak perempuan menangis di samping tubuh neneknya yang terbaring kaku di tutupi sehelai kain. Mata hazel yang memerah dan basah itu tak henti-hentinya mengeluarkan air mata. Bahkan temannya yang berada di sebelah anak itu ikut menangisi sosok yang terbaring kaku itu. Sosok yang begitu baik semasa hidupnya, sosok yang begitu menyayangi anak dan cucunya termasuk anak bermata hazel itu yang tak lain adalah Asha. Sosok yang begitu menyayangi Asha tanpa mengharapkan apapun, sosok yang selalu sibuk menyuruhnya untuk makan sehingga beliau mengabaikan makanannya. Sosok yang kepergiannya sangat mengguncang Asha. Pemakaman itu diiringi isak tangis banyak orang yang berusaha merelakannya.

Asha berdiam diri di kamarnya dengan tatapan kosong, satu-satunya orang yang dia jadikan alasan untuk tetap bertahan telah pergi. Apa yang harus dia lakukan? Mengapa takdir begitu kejam? Ini tidak adil. Tanpa sadar matanya kembali membuat aliran-aliran sungai kecil di pipinya. Tangan kirinya penuh dengan garis-garis acak dengan darah yang mengalir keluar. Seakan-akan mati rasa, dia terus menambah dan menambah garis lagi di tempat yang sama. Pintu kamarnya terbuka memeperlihatkan seorang anak perempuan bermata biru yang terkejut melihat yang terjadi di depannya saat ini. Anak itu dengan cepat berlari keluar mencari kontak P3K lalu kembali masuk dengan kotak yang ia cari tadi. Anak itu bernama Callia, teman masa kecilnya Asha.

"Jangan seperti ini" ucap Callia dengan lirih sambil membersihkan darah yang ada di tangan kiri Asha.

"Masih ada aku yang sayang sama Asha" ucap Callia dengan air mata yang membasahi pipinya dan tangan yang sedang membalut tangan kiri Asha dengan kain kasa.

Asha sekarang berada di titik terendahnya, Callia tahu itu. Sering kali Callia mendengarkan curhatan temannnya itu, tentang orang tuanya yang tak pernah mendengarkan ceritanya dan selalu mengabaikannya, tentang tuntutan-tuntutan yang harus dia penuhi, dan tentang almarhumah neneknya yang senantiasa menyayanginya. Bahkan Callia tahu dari mana asal luka yang Asha dapatkan ketika dia masih kecil, itu karena didikan keras orang tuanya, tangan anak malang itu penuh dengan garis merah abstrak di telapak tangannya pada saat itu.

"Kak, ini Nea"

"Kata Kak Asha, Dia capek"

"Kak Asha juga bilang makasih"

"Kak Asha bilang, dia tahu alasan kak Callia ke sini"

"Kakak boleh pergi kok" ucap Nea sambil tersenyum ke arah Callia

"Bilang sama Kak Asha, Kakak bakal pergi, Kak Asha harus jaga dirinya baik baik kalo Kakak udah gak ada di sini lagi" ucap Callia dengan pipi yang sudah basah oleh air mata sambil memeluk Asha yang berada di depannya.

"Nanti Nea kasih tahu" ucap Nea sambil membalas pelukan Callia.

"Kakak pamit" ucap Callia melepaskan pelukannya dan berjala keluar dari kamar Asha.

"Kakak gak perlu khawatir sekarang ada Kak Nava yang bakal bantu Nea jagain Kak Asha" gumam Nea sambil memandangi pintu yang sudah tertutup itu.

Setelah kepergian Callia, Asha semakin pendiam dan penyendiri, ditambah dengan Nea yang jarang keluar membuat Asha kesulitan bersosialisasi. Sejujurnya gadis itu memiliki fobia social, dia tak bisa berada di keramaian tanpa orang yang dia percaya. Dia memilih tetap berada di zona nyamannya dan tidak pernah ingin keluar dari zona itu, sebagai Nava.

EQUANIMITY: OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang