3

5 5 0
                                    

UDAH VOTEMEN PART 2 BELUM?
BACA DULU KALAU BELUM MAH🐻

20:30 PM

"BAA!"

Syeila terperanjat karena ulah abangnya, "Nggak lucu ya, Bang kalo Vivi mati!" ketusnya memegang dada kiri.

"Nggak iseng nggak asik, Vi" jawabnya dengan kekehan. Vivi adalah panggilannya untuk Syeila.

"Kangen nggak?" tanya Ghevano Annaz Dinata─abang Syeila─dengan nada menggoda.

Syeila dengan posisi tangan memeluk diri sendiri karena dinginnya udara malam itu enggan menjawab. Syeila bahagia jika abangnya ada di sisinya seperti ini. Tapi di sisi lain dia juga menderita. Perpisahan Ayah dan Bundanya yang terjadi membuat semuanya menghilang. Hanya ada kesepian, kesakitan, dan penderitaan.

Dia teringat sesuatu. Sepertinya ini kesempatan Syeila untuk menanyakan apa yang dia lihat tadi pagi. Syeila berharap hanya salah lihat.

"Bang, apa Ayah udah nikah sama pelakor itu? Ka--"

"Vi! Tante Karla bukan pelakor. Apa yang terjadi bukan salah tante Karla ataupun Ayah! Harus berapa kali Abang kasih tau kamu biar kamu sadar kalau yang salah di sini itu Bunda kamu!" potong Ghevano mencoba tidak kelepasan. Dia kemari untuk melepas rindu kepada sang adik. Melihat senyuman dan tawanya. Bukan melepaskan emosi. Tapi mengapa suasananya menjadi seperti ini? Bukan ini yang dia bayangkan sebelum menuju kemari.

Syeila menghadap ke arah Ghevano, "Bunda abang juga." ketusnya tidak suka.

"Semenjak keluarga kita pecah kayak gini, semenjak itu juga dia nggak ada ikatan apapun dengan, Abang" ujar Ghevano membuat Syeila menundukkan kepala. Dia tinggal di planet yang mempunyai atmosfer tapi rasanya sesak sekali mendengar penuturan sang abang. Dia memutuskan hubungan dengan Ibu kandungnya sendiri? Perempuan perusak rumah tangga itu berhasil mencuci pikiran Ayah dan Abangnya.

"Berarti bener Ayah udah nikah sama dia, Bang?" tanya Syeila tetap dalam posisinya.

Ghevano mengangguk dengan pandangan yang terus melihat Syeila, "Iya, Vi"

Kenapa Ayahnya tidak bilang jika ingin melangsungkan pernikahan? Secepat itu Ayahnya melupakan Bundanya? Lebih memilih wanita bermuka dua dan meninggalkan Bundanya yang jauh lebih tulus? Benar-benar keterlaluan.

Syeila menengadahkan kepalanya menghadap langit. Ada bulan dan banyak bintang disana. Syeila memejamkan matanya sejenak mencoba menghilangkan rasa sesak didadanya lalu membuka matanya kembali dengan senyuman tipis saat dia mendapati bulan yang berdampingan bersama bintang paling terang diantara bintang lainnya.

"Kalau Vivi nikah nanti, Vivi pengen pendamping yang menganggap Vivi seperti Bulan. Tidak ada kata mendua atau lebih. Hanya akan menjadi satu-satunya wanita yang dia jaga dalam hati,"

"Bukan laki-laki brengsek kayak Ayah. Vivi benci." Lanjut Syeila dalam hati.

Ghevano menganggukkan kepalanya, "Aamiin".

"Bang Pano ngapain kesini? Kalau Ayah tau, Vivi bakal jadi sasarannya" tanya Syeila.

"Kangen kamu, Vi. Ayah tadi ngizinin sekalian dia nitip sesuatu buat Bunda kamu". Ghevano memberikan papperbag berisikan kotak persegi berwarna abu-abu.

Syeila menerimanya, "Nanti, Vivi kasih ke Bunda"

"Udah malem, Vivi mau masuk soalnya nggak bisa tidur kemaleman" ujar Syeila bangun dari duduknya.

Mengerti akan kondisi mood sang adik, Ghevano segera berpamitan dan beranjak pergi dari sana. Entah hanya perasaan dia saja atau memang benar jika secara tidak langsung Syeila mengusirnya. Pasalnya setahu dia, Syeila paling suka tidur larut malam. Tapi mungkin dulu, sekarang Ghevano tidak tahu bagaimana hari-hari Syeila semenjak tidak tinggal satu atap lagi. Dia hanya datang sesekali untuk melepas rindu.

<><><><><><>

"Bunda udah pulang?" tanya Syeila pada diri sendiri karena mendengar suara tangis yang berasal dari kamar Siska. Bulu tangan Syeila sudah berdiri. Syeila memberanikan diri untuk menghampirinya.

Tok tok tok

"Bunda?" panggil Syeila memastikan.

"Masuk aja, Sye" sahut Siska membuat Syeila benapas lega. Ternyata benar Bundanya, bukan makhluk halus. Tapi kenapa sudah pulang? Tumben sekali.

"Bunda, ini ada titipan dari Ayah. Tadi Abang yang kasih" ujar Syeila memberikan papperbag kepada Siska.

"Bunda.. Habis Nangis ya?" tanya Syeila saat melihat mata merah Siska.

Siska menggeleng dan tersenyum, "Kalau nangis, emang Bunda nangisin apa heum?"

Syeila terdiam, dia tau Bundanya tadi pasti menangis.

"Ayo tidur sayang, Bunda temenin" ujar Siska mendapat anggukan dari Syeila. 

Biasanya Syeila akan menunggu Siska pulang dan membersihkan diri dulu hanya untuk ditemani tidur oleh Siska. Bahkan Syeila rela menunggu bundanya lewat dari pukul 01:00 AM. Tidak setiap hari, cuma sesekali saja karena efek terlalu sering sendirian. Manja kepada Ibu sendiri adalah hal yang wajar.

Syeila menatap Siska yang sama-sama sedang membaringkan tubuh di Kasur, "Nda.. Maaf karena sikap, Sye kemarin"

"Bunda tau Nak kamu kesepian jadi wajar kalau kamu marah, tapi jangan keseringan marahnya nanti jadi muda-muda jompo mau? Kriput gitu mukanya" balas Siska terkekeh sembari mengelus tangan Syeila dan meletakkan di Pipinya.

"Sekarang Sye sadar Nda kenapa perpisahan ini terjadi. Bunda nggak pantes buat laki-laki brengsek seperti Ayah. Ayah jahat, sedangkan Bunda baik, lembut hatinya, penyayang. Bunda itu Ibu perinya, Sye." ungkap Syeila dalam hati.

Tangan Siska kini beralih ke puncak kepala Syeila. Usapan tangan itu berhasil membuat Syeila merasa ngantuk dan tertidur dengan senyuman yang menghiasi wajahnya. Kali ini bukan senyuman tipis yang dia ditunjukkan kepada sang Bunda, tetapi senyuman manis.

<><><><><><>

Jari-jari lincah berkuku panjang itu dengan mudah memetik satu demi satu not pada alat musik kalimba. Suara indah yang dikeluarkan tidak mendominasi karena terdapat suara anak-anak kecil yang sedang asik bermain kejar-kejaran, bahkan suara tawa sampai tangis anak-anak ikut memenuhi taman. Sama sekali tidak merasa terganggu, justru ini yang membuat perasaan Syeila senang. Dia jadi teringat akan keluarganya. Ah sudahlah! dia tidak mau merusak mood dengan mengingat keluarganya yang sakit. Iya keluarganya bukanlah keluarga yang sehat.

Ternyata rasa senangnya hanya sementara. Sekarang di hatinya cuma ada rasa sakit saat di pandangannya kini melihat Ayah beserta Wanita perusak keharmonisan keluarganya itu tengah asik berbincang di samping gerobak penjual es kacang merah. Hati anak perempuan mana yang tidak sakit melihat seseorang sebagai sumber kebahagiaannya selama ini kini berubah menjadi sumber sakit hatinya.

Syeila cepat-cepat mengalihkan wajahnya saat Hermand Dendi Dinata─Ayah Syeila─melihat ke arahnya. Namun ternyata Hermand bukan hanya melihat tetapi juga langsung menghampirinya.

"Kau ngebuntuti Kami!?" katanya pelan. Walaupun begitu nada emosi terdengar jelas di telinga Syeila. Mati-matian Syeila menormalkan detak jantungnya serta bertahan dengan wajah yang berpaling. Sial. Hermand malah mencengkeram dagu Syeila untuk melihat ke arahnya.

Sorot mata yang tajam berbanding terbalik dengan sorot mata yang ditunjukkan sewaktu dulu. Hangat dan penuh kasih sayang. Semuanya hanya tinggal kenangan. Syeila hanya bisa menggeleng karena menahan rasa sakit di pipinya. Dia tidak boleh menangis sekarang.

<><><><><><>
Maaf lahir batin☺🙏

Maaf baru UP! Rencanany waktu malam takbiran kemarin tapi nggak jadi hehe..

VOTEMEN jangan lupa loh

See you next part!
<><><><><><>

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 05, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AM.PMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang