Pengakuan

34 6 1
                                    


Setelah memutuskan sambungan telepon dengan sang kakak, Sagara berencana untuk menelepon orang tua mereka dan mengatakan semuanya.
Namun, ia kembali ragu dan mengurungkan niatnya.
"Aduhh aku nggak siap. Nggak siap buat ngecewain mereka, nggak siap buat matahin harapan mereka."

Sagara memutuskan untuk mandi saja dengan tujuan untuk menenangkan diri.

Sesudah kembali berpakaian, Sagara duduk dimeja belajar yang bersebelahan dengan ranjang nya. Memang setelah lulus dari universitasnya, Sagara masih tinggal di apartemen lamanya yang bisa dibilang cukup sempit itu hingga masa sewanya habis. Dan kemungkinan itu sekitar sebulan lagi.

Sagara merenung, mengambil pulpen untuk mengerjakan beberapa soal matematika.
Dia menimbang-nimbang bagaimana caranya agar saat ia mengatakan kebenarannya orang tuanya tidak begitu kecewa. Meskipun tentu dia yakin itu pasti terjadi.

Sempat terlintas dipikiran Sagara bagaimana jika ia kabur saja? Dengan alasan trip keliling dunia, itu pasti tidak jadi masalah bukan?

Namun hal tersebut dia tepis begitu saja ketika teringat akan bayangan betapa sulitnya dulu ibunya merawat  dan mendidik mereka, itupun bersama sang ayah.

Lalu bagaimana dengan keadaan Midori jika dia meninggalkannya begitu saja? Meskipun ia tau Midori tidak akan kesulitan secara finansial jika dibandingkan dengan mereka dulu.
Namun tetap saja, mendidik anak sendirian itu sangat susah.

Pria dengan tubuh tambun itu menghela nafas berat.
"Aku coba dulu deh."

Sagara dengan ragu membuat sebuah room untuk zoom, dan membagikan linknya ke grup keluarganya.

sagaracaesar : *link zoom*
sagaracaesar : Mah, pah, bang Drog, Sam! Buka linknya dong, aku mau ngomong. Penting banget.

read.

Sagara menunggu beberapa menit untuk keluarganya masuk sambil menetralkan detak jantungnya yang rasanya akan melompat jika membayangkan wajah kecewa keluarganya.

Abangnya masuk lebih dulu ke dalam room.
"Kamu beneran udah siap Gar?" Drogba berbasa-basi. Tentu ia tahu adiknya tidak akan pernah siap untuk mengumumkan hal yang akan menghancurkan hati orang tuanya.

"Mau gak mau bang"

Mereka kembali diam. Sesaat kemudian munculah raut senyum mama dan papa yang sebentar lagi pasti akan tertarik ke bawah.

Memang mereka kadang video call bersama untuk ibadah bersama saat malam Jumat, atau saat sekedar kangen.

"Jadi mau ngomong apa bang?" Sang mama bertanya.

"Emmm...mau ngomong.."
Sagara melirik sang kakak.
Drogba peka akan hal itu dan mengangguk kepada sang adik.

"Bilang aja Gar!" Itulah maksud yang Sagara tangkap dari anggukkan bang Drog.

"Oke. Huuft hahh"
"Aku mau bilang kalauu teman cewek aku hamil."

"Oooh, yang mana bang? Kan banyak teman mu?"

"Midori. Yang sering muncul di YouTube ku."

Semua orang terdiam dengan pikirannya masing-masing.
"Terus gimana keadaannya sekarang? Dia belum nikah kan?" Celetuk sang mama mencoba mencairkan suasana.

"Enggak belum."

"Kok bisa? Cowoknya kemana kok jahat banget?" Ayahnya ikut berujar.

Deg deg..
Inilah saat yang dia takutkan. Haruskah dia mengatakannya sekarang dan mengecewakan orang orang yang sedang menatapnya penuh penasaran. Tak terkecuali kakaknya ikut yang pura-pura kaget.

"Cowoknya ada kok pah. Didepan kalian sekarang." Gumamnya tidak terlalu jelas

"Apa Kamu bilang tadi bang?" Ibunya ikut ikutan penasaran.

NIJITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang