Aya mematung seketika. Tiba-tiba saja napasnya juga tercekat. Ada rasa sakit di bagian dadanya. Belum lagi jantungnya yang berdebar kuat. Sebulir keringat mulai mengalir di pelipisnya.
"Akari," panggil Kenji yang mulai cemas dengan keadaan Aya.
Selain Aya, Gilang juga cukup terkejut dengan pertemuan ini. Dia langsung berbalik arah, berusaha menghindari Aya. Apalagi setelah Gilang melihat wajah Kenji yang garang. Meskipun Gilang tidak mengenal Kenji, dia tetap merasa ketakutan jika harus berhadapan dengan siapapun yang dekat dengan Aya.
"Its oke, Akari. Dia udah pergi," kata Kenji. Padahal yang sebenarnya Kenji tidak mengenal atau tahu siapa Gilang. Namun, dia cukup pandai mengetahui situasi ketika Aya melihat Gilang. Termasuk Gilang yang menjadi panik saat bertemu Aya.
Bukannya semakin tenang, Aya malah terlihat semakin gelisah. Dia menarik tubuhnya ke bawah, berjongkok. Napasnya memburu saat pertama kali matanya bertubrukan dengan mata milik Gilang. Kejadian waktu itu menyambar pikirannya sangat cepat.
"Akari, kamu baik-baik aja, kan?" tanya Kenji. Dia juga menyamai posisinya dengan Aya. Gadis itu menjatuhkan bokongnya di lantai. Tubuhnya tampak lemas dan tidak berdaya. Kedua bola matanya berputar ke mana-mana dengan napas yang tersengal seperti habis berlari.
Kenji memeluk Aya. Pemandangan yang membuat beberapa mahasiswa di sana memperhatikan karena penasaran. Lantas Kenji menggendong tubuh Aya demi menghindari berbagai pertanyaan yang tersirat dari orang-orang di sekitarnya.
Sampai di mobil, Kenji membawa Aya di bangku tengah. Pria itu memegang kedua bahu Aya dan mengarahkan padanya. "Cahaya?"
Kenji menatap Aya yang pandangannya entah ke mana. Meskipun dia sudah berusaha untuk tenang, tetap saja dia bingung harus bagaimana. Hanya pelukan lagi yang bisa Kenji lakukan demi menenangkan Aya.
"Aku di sini. Semua akan baik-baik aja," ucap Kenji sembari menepuk pelan punggung belakang Aya.
Sekitar lima menit Kenji terus melakukan hal itu. Lalu beralih menyandarkan sisi kepala Aya di dadanya. Merangkul gadis itu sambil mengusap-usap sisi bahunya.
Selama kurang lebih satu jam mereka berdiam diri di dalam mobil. Ternyata Aya tertidur. Pelan-pelan Kenji memindahkan kepala Aya ke kursi jok. Setelahnya dia membuka pintu mobil dengan sangat hati-hati. Sayangnya, hal tersebut memancing pergerakan dari Aya. Gadis itu terbangun.
"Kamu mau ke mana?" tanyanya dengan suara serak.
"Aku mau pindah ke depan. Kita jalan pulang, ya."
"Aku haus." Aya memindah posisinya menjadi duduk.
"Yaudah, biar aku belikan kamu minum. Kamu tunggu di sini, ya. Jangan ke mana-mana," ujar Kenji mewanti-wanti. Yang langsung dianggukan oleh Aya.
Pergilan Kenji dari parkiran kembali ke kantin. Dia mempercepat langkahnya agar tidak terlalu lama meninggalkan Aya sendirian. Kondisi gadis itu masih belum pulih benar setelah serangan panik kembali menerjangnya.
Setelah membeli satu botol air mineral dari kantin, Kenji berpapasan dengan Arland di sebuah koridor.
"Kenapa masih di sini? Cahaya mana?" sergah Arland bingung.
"Cahaya ada di mobil. Tadi ...."
"Tadi apa?" Arland menelisik ekspresi wajah Kenji yang seperti menyembunyikan sesuatu.
"Enggak ada apa-apa. Yasudah saya pamit dulu. Kamu lanjutkan saja kuliah kamu," jawab Kenji yang tidak ingin Arland tahu tentang kejadian sebenarnya.
Kenji hendak melangkah, tetapi Arland memanggilnya. "Tunggu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia untuk Arland (TAMAT)
Teen FictionArland memang sudah sembuh dari tumornya. Namun, jika karena hal itu ia harus kehilangan Naya, maka Arland memilih untuk tidak sembuh dari penyakitnya. Semenjak kepergian Naya setahun lalu, membuat hidup Arland berubah 180 drajat berbeda. Sekarang...