-DIKA-
gadis itu, sudah lama aku meninggalkannya, karna hatiku yang sudah terlampau sakit karna kelakuannya, dan sekarang dia kembali muncul, mencoba melangkahkan kakinya kembali memasuki kehidupannku yang sudah mulai berwarna karna Lise. aku yang sempat terkejut saat mengetahui kalau dia satu universitas denganku, dan yang lebih mengejutkan lagi saat dia memintaku untuk kembali padanya, gadis itu tak pernah basa-basi dan dia selalu tak pernah berubah, masih sama seperti dulu.
entah apa yang ada dipikirannya, hidup sendiri hanya untuk mengejar seorang laki-laki yang belum tentu akan menjadi miliknya lagi. dia gadis yang sungguh bodoh. sangat bodoh, mengorbankan pendidikannya hanya demi aku?
apa yang ada dipikiran gadis itu Tuhan? dia sudah sangat tau kalau aku dan Lise memiliki hubungan tapi kenapa dia mengajakku kembali padanya? walau pun aku tau dia sangat menyesal, hal itu tak bisa membuatku kembali padanya, hatiku masih terlampau sakit karna perbuatannya. dan sekarang, sekarang aku melihatnya berpelukan dengan sahabatku sendiri, Jordi. dari awal aku sudah tau kalau Jordi tertarik dengan gadis itu. dan baru sekarang Jordi berani menyatakan cintanya setelah mendapatkan dorongan dariku dan juga Lise. kalau seperti ini kan aku bisa tenang, Vio ada yang menjaga, dan juga kemungkinan kecil dia mengacau hubunganku dengan Lise, aku sendiri tak yakin kalau Vio akan melakukan hal itu, dia gadis yang cukup baik walaupun sangat manja.
"ayo sayang, kamu mau gangguin mereka" Lise menarik lenganku lembut, mengajakku bergabung dengan Mika dan Miki yang sudah menyantap bakso dipinggir taman. memang ini taman tempat favorite baru Vio, aku sering melihatnya sendirian ditaman ini, apalagi setelah kejadian malam itu. masih ingatkan? malam dimana aku menolak Vio dan meninggalkannya, jangan berfikir kalau aku ini laki-laki kejam, tidak.. aku tak sekejam itu, aku hanya tak ingin kembali kecewa karna Vio, lagian aku juga masih berhubungan dengan Lise. bodoh jika aku menggandeng kedua gadis itu. jangan kira aku benar-benar mengacuhkannya dan menghindarinya saat setelah kejadian itu, ya memang aku melakukan hal itu. tapi aku masih memperhatikan gerak gerik Vio dari kejauhan. dan setiap malam aku selalu menemaninya ditaman, yah.. walau pun tanpa sepengetahuannya, seenggaknya aku tak ingin membiarkan Vio sendirian ditempat sepi itu.
"ini sayang baksonya" gadis berparas cantik dihadapanku ini memberikan semangkok bakso, aku menerimanya dan tersenyum padanya, gadis ini memang jauh lebih cantik dari Vio, bahkan sikap dewasanya yang selalu membuatku terpesona padanya. tapi.. tapi kenapa aku tak pernah bisa berhenti menatap Vio yang masih berpelukan dengan Jordi disana. rasanya seperti ada gejolak amarah yang entah darimana datangnya itu. bahkan Vio tak pernah melakukan hal semanis itu padaku dulu. ah apa yang kamu pikirkan Dika? Sudah fokuss.. fokus.. ada Lise disamping kamu.
***
"Kak Dika...." dia terus-terusan meneriakkan namaku dengan lantang, sementara aku hanya tertawa melihat wajah ketakutannya. "Kak Dika berhanti, Vio takut..." ia kembali berteriak, namun aku tak mempedulikannya. Ayunan yang sudah berayun sangat tinggi ini masih tetap ku dorong.
Ia berpegang erat pada batang besi ayunan tua ini. Aku sudah tak lagi mendorongnya, sudah cukup membuat dia ketakutan seperti ini. Entah kenapa aku suka sekali menggoda gadis kecilku ini. Ia selalu terlihat ceria dan bahagia didepan orang lain, tapi ketika bersamaku. Ia menunjukan berbagai macam sifatnya, ia mudah ketakutan seperti ini. Ia juga selalu manja padaku, ia bisa menjadi gadis yang sangat menggemaskan untukku
Walau aku sudah melepaskannya bukan berarti aku membiarkannya begitu saja, aku masih memperhatikannya dari kejauhan dengan tangan yang menggenggam dua ice cream. Untukku dan dia. Semakin lama ayunan itu semakin memelan. Setelah benar-benar berhenti ia melompat dari ayunan itu lalu berlari kearahku.
Dari kejauhan saja wajahnya sudah mencibik lucu seperti itu, "lain kali aku tak mau jika kak Dika yang mendorong ayunanku" ucapnya bersungut-sungut, sementara aku hanya tertawa melihatnya sebal begini.
Kusodorkan ice cream coklat favoritenya. Walaupun ia sedang kesal padaku. Itu tak membuatnya menolak ice cream pemberianku. Lagi-lagi aku tertawa karnanya. Dia benar-benar seperti anak kecil. Padahal ia akan naik kelas 1 SMA sebentar lagi.
"Pelan-pelan makannya" ku usap wajahnya yang belepotan ice cream coklat, "biarin. Habis aku sebel sama kakak" lagi-lagi aku hanya tertawa. Hal itu membuatnya terlihat semakin kesal.
"Ishh.. Kakak dari tadi ketawain aku muluk sih" ia terlihat semakin kesal, kucoba untuk menahan tawaku agar tidak meledak-ledak lagi. "Ya habis kamu lucu sih" ucapku akhirnya.
Ia menodongku dengan ice cream coklatnya, hampir saja mengenai wajahku jika aku tak menghindarinya. "Kakak suka banget sih ngerjain aku. Nyebelin tau ga" aku hanya terkekeh, lalu mencubit pipinya dengan gemas. Siapa sangka kelakuan sekecil itu membuat pipinya merona karna malu.
"Pipi kamu tuh, merah" ucapku menggoda membuatnya terlihat semakin merah. Saat aku tertawa tiba-tiba aku merasakan pipiku dingin begitu saja. Ternyata gadisku ini sudah menempelkan ice cream coklatnya padaku. Kini ia yang tertawa puas, "vioooooo... Ini lengket"
Tanpa ampun akupun melakukan hal yang sama dengan ice creamku, dan jadilah kami yang saling kejar-kejaran dengan wajah penuh ice cream seperti orang gila.
"Sayang.."
"Halloo...""Ah iya, ice cream apa?"
"Kok ice cream sih? Kan kita mau makan seafood" gadis dihadapanku ini terlihat kesal. Benar, dia memang sedang kesal. Setelah memesan seafood pilihannya dan aku hanya memesan minuman, karna sesungguhnya aku tidak lapar.
Ia menatapku dengan tajam, sementara dahiku berkerut tak mengerti dengan tatapannya. "Ada apa?" tanyaku akhirnya.
Ia membuang nafas gusar, kali ini ia memandangku lebih lembut. "Sebenarnya ada apa denganmu akhir-akhir ini? Aku perhatiin kamu jadi sering ngelamun. Apa kamu sedang ada masalah?" tanyanya dengan nada khawatir.
Aku sendiri tak mengerti dengan apa yang terjadi padaku akhir-akhir ini. Aku merasa ada sesuatu yang hampa disudut hatiku. Tapi apa? Bukannya selama ini Lise selalu ada disampingku. Ia selalu mendampingiku.
"Tidak ada apa-apa" jawabku pada akhirnya. Karna aku memang tak tau apa yang sedang terjadi padaku.
"Jangan bohong Dika. Kamu tadi saja tiba-tiba bilang ice cream. Apa yang sebenarnya yang kamu pikirkan? Apa yang mengganggu pikiranmu?"
Mana mungkin aku mengatakan apa yang aku pikirkan akhir-akhir ini. Entah kenapa Vio selalu berkelibatan dalam pikiranku. Aku selalu mengingat masalalu kita. Entah kenapa, datang begitu saja.
Tapi aku tak ingin membuat gadis dihadapanku ini cemas karnaku. Bukankah aku sangat mencintainya. Tapi kenapa aku terus memikirkan Vio akhir akhir ini? Apa aku kembali mencintainya?
Kugenggam tangan Lise, ia sempat terkejut namun sedetik kemudian kembali relax. "Tak ada apa-apa. Aku baik-baik saja sayang" ucapku pada akhirnya, kuberikan senyuman terbaikku yang bisa membuatnya lebih tenang. Ia juga tersenyum.
Senyum yang biasanya selalu menggetarkan hatiku. Tapi kenapa? Kenapa sekarang aku merasa berbeda?
***
KAMU SEDANG MEMBACA
I Promise
Romanceaku mencintainya! aku memperjuangkannya! sejauh ini aku melangkah, mengorbankan segalanya. tapi mengapa ini yang kudapatkan?