I Promise chapter 8

128 4 0
                                    

***

"bro, aku turut berduka cita ya atas hubunganmu sama Lise" itu Jordi, dia menepuk pundakku membuatku terkejut dan tersedak sesaat, namun masih bisa mengatasinya.

"apaan sih?"

"aku udah denger dari Mika, dan Lise sendiri yang cerita sama dia. Terus Mika cerita sama aku, percaya deh dik, suatu saat kamu pasti tau siapa cinta sejatimu" kata Jordi dengan tatapan tajam, sepertinya dia serius, tapi apa maksudnya?

"maksudmu?" tanyaku polos, aku memang tak mengerti sama ucapan Jordi sahabat dekatku saat masih OSPEK dulu, dan sampai sekarang jelasnya.

"iya, Vio.. jangan pura-pura deh di, aku tau kok kamu gak buta sama perasaan yang Vio kodein kekamu" kali ini Jordi mengatakan hal itu dengan tersenyum, tapi bukannya?

"bukannya Vio pacaran sama kamu" ucapku santai bukan sebuah pertanyaan tapi lebih ke pernyataan

Jordi tertawa, entah apa yang lucu, "dia nolak aku ka, dia udah cerita semuanya keaku, dan aku harap. kamu gak ngecewain dia lah ka, kamu tau kan dia gadis yang paling kacau diantara Lise dan Mika, lihat tuh Lise, dia kehilangan kamu tapi gak sekacau Vio kan" sekali lagi Jordi menepuk bahuku dan meninggalkanku sendiri, aku tau maksudnya agar aku berfikir tentang perasaan Vio, atau Lise. ah taulah.. aku bingung.

Jordi bilang apa tadi? Vio nolak dia? jadi artinya Vio gak pacaran sama Jordi. harusnya aku kaget dong. tapi kenapa aku malah seneng gini? tapi bener juga apa kata Jordi, aku tadi pagi sempat ketemu sama Lise, tapi dia gak terlihat sekacau Vio, bahkan dia terlihat semakin cantik. arghh bingung..

***

kalau bukan karna Jordi, aku gak bakalan mau keruang music ini buat cari buku catatannya. tapi dimana buku itu?

Bumm!!

pintu ruang music tertutup sangat keras, membuatku terkejut dan berbalik menatap pintu yang sudah tertutup itu, mengambil buku catatan Jordi diatas drum. mengahampiri gadis yang besandar dibalik pintu besar itu. dia terlihat ngos-ngosan, entah dia lari dari apa, dia masih mengintip dari lubang kunci pintu.

"Vio?"

dia menatapku dan segera berdiri, "awww" na'as, kepalanya terbentur gagang pintu yang tepat diatasnya, dia merintih kesakitan dan itu terlihat sangat lucu. dengan wajah khawatir dan menahan tawa, aku mendekatinya.

"kamu gapapa?" tanyaku yang hanya dijawab anggukan olehnya, tanganku menyentuh bagian kepala yang tadi terbentur gagang pintu, mengelusnya lembut

"masih sakit?" dan dia menggeleng kemudian tersenyum

"kamu ngapain sih kok ngos-ngosan gitu? habis dikejar setan?" tanyaku menggoda, dia memanyunkan bibirnya, terlihat sangat menggemaskan

"iya, setan Jordi tuh, sahabat kamu" sahutnya dengan kesal, tangannya sudah terlipat didepan dadanya

"emang kenapa?"

"masak dia kejar-kejar aku terus, masak dia minta-minta cium gitu, kan risih akunya" sekarang gadis itu mencak-mencak tak karuan, sifatnya memang gak pernah berubah

"yaudah kasih aja, kan dia pacar kamu" matanya membelalak, sepertinya dia terkejut dengan ucapanku, itu membuatku tertawa, mengacak-acak rambutnya yang sudah berantakan

"gak usah cemberut gitu, aku tau kok kamu nolak Jordi, dia sendiri yang cerita sama aku" kataku pada akhirnya, membuat Vio membuang nafas lega, dan dia mengangguk.

Tanganku yang sudah bertengger dikepalanya kini menurun menyentuh pipinya lembut, mendekatkan wajahku dengan wajahnya, menatapnya tepat dibilik matanya, dan dia melakukan hal yang sama, walaupun masih dengan kegugupan.

"apa kamu mencintaiku?" entah pertanyaan itu terlontar begitu saja, dan Vio mengangguk, dia berdahem sejenak, mungkin menetralkan kegugupannya saat berdekatan denganku seperti ini

"iya, aku sangat mencintaimu" perkataan yang terlontar dari mulutnya berhasil membuatku gugup kali ini, entah kenapa aku kembali merasakan deguban yang sudah lama mati karnanya, dan rasa itu kembali muncul.

aku tersenyum, "apa kamu janji akan menjaga perasaanmu itu untukku?"

dia tersenyum, "yah.. I promise" ucapan terakhirnya membuatku terpaku, gadis itu masih tetap pada senyumnya, aku tau itu senyum bahagia yang dia punya.

aku semakin mendekatkan wajahku padanya, tanpa diperintahkan ia memejamkan matanya.

aku tau apa yang ada dipikirannya, sekuat mungkin aku menahan tawaku agar tak keluar begitu saja, setelah beberapa lama menunggu dia membuka matanya, dia menatapku tajam, aku tersenyum, senyum jahil yang aku punya. "awas aku mau keluar" ucapku akhirnya membuat pipi putihnya itu semakin mengeluarkan bercak merah. tanpa ada kata peduli aku meninggalkannya dengan tawa kecil yang aku tau dia tak akan bisa melihatku tertawa karna dia masih berdiri terpaku ditempat itu.

***

I PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang