Perayaan Wiecà

43 15 3
                                    

Happy reading and sorry for typo
__________

Besok perayaan Wiecà, dan malam ini akan dilakukan tradisi panjang Lensera. Sebelum esok pagi para rakyat melakukan perayaan dengan berbondong-bondong membuat patung naga dari berbagai makanan untuk kemudian diletakkan di tengah-tengah lapangan besar. Di doakan sebelum dibagi rata. Itulah mengapa hampir di setiap daerah di Lensera memiliki lapangan luas.

Malam ini tepat malam sebelum perayaan Wiecà, membuat Joan sedari tadi gusar di dalam kamarnya.

Astaga... Ia bahkan tak pernah menunggang naga.. bagaimana kalau ia justru mempermalukan diri sendiri?

Baiklah, mungkin ini konyol. Tapi Joan sempat berpikir untuk kabur saja ke luar Lensera daripada mengikuti perayaan Wiecà yang membuatnya pening. Di buku tak diceritakan secara jelas, lagipula perayaan Wiecà tak ada hubungannya dengan kisah Theo dengan lady Jane.

Namun apa daya? Lihat, pintu kamarnya saja sekarang sudah diketuk dari luar. Yang bisa Joan pastikan bahwa yang mengetuk adalah pangeran bodoh Lensera itu. Daripada ia mendengar kritik panjang yang akan keluar dari mulut Theo, bergegas ia keluar dari pintu kamarnya. Untuk urusan naga-naga itu biarlah nanti, sekarang waktunya ia menyelamatkan telinganya dari amukan Theo yang bisa melebihi bintang rock terkenal yang sempat ia tonton saat menjadi Jillian Reagen dulu. Berdoalah semoga telinganya selamat.

Seusai membuka pintu, netra Joan langsung disambut dengan wajah kesal Theo. Padahal seingatnya ia langsung membuka pintu tanpa menunda-nunda. Apa yang membuat pemuda ini kesal?

"Marahmu ditunda dulu ya pangeran, aku yakin Jiean telah menunggu kita." Buru-buru Joan mengamit lengan panjang sang pemuda, menuntunnya turun ke bawah.

Dalam perjalanan menuju kediaman Jiean, tak ada percakapan yang terjadi di antara mereka. Hanya suara burung hantu yang beberapa kali terdengar sebagai teman.

"Aku pikir kalian lupa kalau sekarang waktunya ritual, sebelum besok merayakan perayaan Wiecà." Komentar Jiean saat melihat keduanya sampai dihalaman pondoknya.

Tak disangka oleh keduanya bahwa kedua naga yang kemarin mereka temui kini sudah berada di hadapan keduanya.

"Tak perlu kaget begitu melihat kami." Lou berujar sembari mendengus, membuat asap keluar dari hidungnya.

Theo hanya mengendikkan bahunya sedangkan Joan mendengus kasar mendengar ujaran naga itu. Keduanya kemudian menaiki punggung naga masing-masing dengan hati-hati.

Mereka baik-baik saja hingga kedua naga itu terbang mengudara, kecuali dengan teriakan Joan yang hampir jatuh saat naik tadi. Di atas langit malam Lensera, mereka harus melakukan ritual Wiecà dahulu sebelum besok perayaan Wiecà dilakukan.

Ritual Wiecà sendiri adalah ritual khusus bagi para penunggang naga yang juga penjaga Lensera selama keduanya hidup kedepan. Dilakukan dengan cara mereka terbang di langit malam Lensera, melakukan sebuah atraksi dengan beberapa sentuhan sihir. Sebelum tengah malam nanti mereka akan pergi ke kuil Luk-ha. Bersumpah untuk selalu setia pada Lensera, juga akan terus menjaga kedamaian dan keseimbangan Lensera entah dari ancaman dari luar atau malah dari dalam Lensera sendiri.

Sebenarnya memang ritual bonding, Wiecà, juga perayaan Wiecà sendiri adalah hal mudah yang tak membutuhkan keahlian apapun. Kecuali bagi kandidat penjaga Lensera yang memang harus bertarung melawan dua naga hebat itu.

Jika dipikir-pikir lagi, bukankah memang sudah kewajiban para penjaga Lensera menjadi tangguh dan hebat? Pertarungan itu adalah resiko juga pembuktian para kandidat bahwa mereka memang yang terbaik dari yang terbaik. Sejauh ini, yang memang bisa mengalahkan kedua naga itu baru para pangeran mahkota Lensera yang memang posisinya sebagai calon Raja yang memang secara tak langsung diwajibkan menang untuk membuktikan ia layak menjadi Raja. Hanya segelintir penyihir ternama saja yang mampu menyaingi para Raja Lensera dan mengalahkan naga itu.

Kini, Joan sedang duduk santai diatas punggung Lou. Naga dengan sisik biru itu diam sedari tadi, enggan memedulikan Joan yang juga diam. Walau sebenarnya Joan terlalu sibuk berpikir bagaimana caranya kembali ke dunianya yang dulu. Selalu begitu hingga tengah malam mereka berempat berhenti dan turun di kuil Luk-ha, dengan Raja Xavier X, Duke Maverick juga Jiean yang ternyata telah menunggu.

Joan sebenarnya bingung, tapi dia lebih memilih diam dan mengikuti semuanya saja. Lagipula selama proses ini tak merugikan dirinya, apa yang harus ia komentari? Toh, tak ada ruginya. Meski entahlah ia bisa menjaga Lensera hingga akhir hayatnya atau hanya sampai tugasnya di cerita ini berakhir.

Joan masuk kedalam kuil bersama keempat orang itu, juga dua naga besar yang setia mengikuti dari belakang. Jujur saja Joan tak pernah mengunjungi kuil ini, sepertinya begitu. Karena dalam ingatan Joan yang sebenarnya pun ia tak pernah menemukan memori-memori bahwa Joan pernah berkunjung kemari. Kuil Luk-ha termasuk kuil terbesar yang pernah Joan kunjungi-terlepas bahwa ia mengunjungi kuil-kuil lain saat menjadi Jillian Reagen.

Ada beberapa ruangan lain dengan ukuran sedang, sekitar 5×5 mip, dengan aula besar yang berukuran 25×30 mip yang tingginya hampir 50 mip. Dari pintu masuk kuil, kita akan langsung disambut oleh aula besar itu. Yang diujungnya terdapat lukisan Dewi Haley. Dewi penjaga kesuburan dan kedamaian dalam kepercayaan rakyat Lensera, juga patung Dewa Srean. Dewa perang dan kemenangan, dengan tungku api sedang yang berada tepat didepan patung dan lukisan itu. Ketujuhnya berjalan ke depan api yang menyala itu. Jiean menaburkan butiran bubuk biru berkilau yang entah apa gunanya. Sebelum menyuruh Theo dan Joan beserta kedua naga itu mendekat kearah Raja Xavier dan Duke Maverick.

Setahu Jo, ritual Wiecà akan dilakukan oleh calon penjaga Lensera yang baru dengan penjaga Lensera yang lama. Dipandu oleh tetua penyihir. Seperti acara serah jabatan saja jika di dunia kalian.

"Jangan bilang kalau ayah salah satu dari penjaga Lensera, saat ini?" Joan memekik dengan mata yang menatap tajam sang ayah yang justru terkekeh.

"Aku tak heran jika kau baru tahu, kau kan memang bodoh." Ejek Theo dengan seringai menjengkelkan yang tersungging di wajah tampannya.

Joan mendengus kesal mendengar ejekan sang rekan, namun enggan menanggapi. Memilih untuk menggerutu pelan dalam hati saja, sebelum Lou menggerutu padanya. Naga biru itu bisa menjadi lebih menjengkelkan dari Theo saat mengomel. Bahkan lebih berisik dari ibunya.

Ritual itupun di mulai. Joan, Theo, beserta kedua naga itu jadi tiba-tiba khidmat sekali menjalaninya. Padahal biasanya ribut selalu.

Sesaat setelah ritual selesai, Joan dan Theo diberkati dahulu oleh Jiean. Sedangkan kedua naga itu menyemburkan sekepul bubuk bercahaya pada kedua manusia itu.

"Kau ingin pulang dengan ayah atau Theo?" Tanya Duke Maverick setelah ritual itu sempurna selesai dilakukan.

"Aku ingin ikut ayah, tapi bagaimana nasib serigalaku?"

Duke Maverick tersenyum sembari mengelus surai sang anak lembut, "serigalamu bahkan sudah berada di rumah sejak kau terbang dengan Lou."

Theo memandangi kepergian Duke Maverick dan Joan dengan senyum kecil. Sedangkan Jiean dan raja Xavier menatap Theo dengan senyum tipis.

"Kurasa bangsa Sadié dan Xavier akan kembali bersatu." Jiean berujar sebelum berpamitan untuk pulang.

Kedua naga itu sendiri sudah pergi bahkan sebelum Duke Maverick mengajak putri bungsunya itu pulang.

"Kau menyukai Joan, Theo?" Tanya raja Xavier pada sang putra.

Theo mendelik mendengar penuturan sang ayah. Apa-apaan maksudnya itu? Dia menyukai gadis seperti Joan? Tak mungkin. Ia hanya teman gadis itu, tanpa perasaan lebih.

Sepertinya. Entahlah, ada sebagian hatinya yang lain yang menolak penuturannya.

"Jangan mencoba bersikap denial, Theo. Sudah semestinya kau mencoba jujur pada dirimu sendiri."

Itu ucapan terakhir raja Xavier sebelum mengajak Theo untuk pulang, kembali ke kastil mereka. Mengingat besok perayaan Wiecà akan dilaksanakan. Yang pasti akan menguras tenaga banyak orang.

______

TBC...

Semoga masih ada yang nunggu ya....

Wuv you guysss
~Jnawa

Lensera and the PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang