Kota Joun

63 19 3
                                    

Sorry for typo and happy reading
____________

Pagi ini Joan telah berada di meja makan keluarga kerajaan. Dirinya memang diperintahkan Raja Xavier untuk menginap supaya dapat langsung berangkat menuju kota Joun seusai sarapan. Mau tak mau dirinya harus mengikuti perintah sang Raja, atau ia bisa mati muda.

Maka kinilah ia berada di antara para anggota keluarga kerajaan. Ia makan dengan tenang, sama seperti saat ia masih menjadi sosok Jillian Reagen. Meski ia memang tenang saat makan.

"Joan, kau tak perlu sungkan. Anggap saja rumah sendiri." Itu ucapan entah yang keberapa kalinya diucapkan oleh Ratu Moanna.

Sedangkan Joan hanya mengulas senyum manisnya sebagai tanggapan (lagi).

Setelah selesai dengan sarapannya, Joan mempersiapkan barang yang akan ia bawa ke kota Joun. Mengingat bahwa perjalanannya ini bukan hanya sehari, namun lima hari empat malam.

Sesaat sebelum ia membuka pintu kamarnya, pintu kayu itu diketuk dari luar.

"Kenapa?" Tanya Joan begitu melihat sosok Theo yang barusan mengetuk pintu kamarnya.

"Hanya memastikan kau sudah siap atau belum."

Joan mengangguk kecil, sebelum keluar dengan satu tas ditentengnya.

"Kita naik kereta, tas mu bisa dibawa oleh pengawal."

Joan mengangguk sembari menyerahkan tasnya pada salah satu pengawal yang berada didekatnya, sebelum ia berjalan mengikuti Theo.

"Serigalaku bagaimana?" Joan bertanya setelah masuk kedalam kereta kencana, tanpa kuda. Yang sering disebut Mouka³.

"Dia mengikuti dari belakang, bersama dengan harimauku."

Joan mengangguk sebelum tenggelam dalam pikirannya. Matanya menatap pemandangan yang ia lewati, sedangkan pikirannya terus berkelana ke kejadian beberapa waktu lalu yang membuatnya terdampar di negeri dongeng ini.

Ia bosan.

Jika di dunianya, ia bisa memainkan ponsel sembari menunggu perjalanan.

Joan kembali tenggelam dalam pikirannya. Ia harusnya berada di mansionnya yang megahnya melebihi istana kepresidenan Amerika. Setelah selesai dengan segala urusan kematian kedua orang tuanya, harusnya ia memegang kendali terhadap perusahaan bisnis keduanya. Karena ia adalah pewaris tunggal.

Joan merindukan sepupunya. Ia rindu kehidupannya saat masih menjadi Jillian. Ia rindu saat-saat membolos kuliah hanya karena ingin membeli ramen dari kedai yang baru buka di depan kampusnya dengan temannya. Ia rindu masa-masanya nakal pada kedua orangtuanya.

Lebih dari apapun, ia rindu pada orang tuanya. Ia ingin melihat keduanya sebelum dimakamkan. Meski nyonya Elizabeth dan Duke Maverick memiliki wajah yang sama persisi dengan orang tuanya, itu tak berarti apapun.

Joan merasa menjadi anak yang gagal.

Theo yang memandangi gadis itu sedari tadi mengernyitkan keningnya bingung. Gadis ini sudah menghela napas tujuh kali. Padahal ini jika dihitung bahkan belum separuh dari perjalanan. Sebenarnya beban apa yang gadis ini pikirkan hingga ia terlihat murung seperti ini.

Lensera and the PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang