Happy reading and sorry for typo
___________Entah ini sebuah kebetulan yang menyenangkan atau justru menyebalkan, tapi sepertinya Joan tak peduli lagi karena lelah akibat ritual Wiecà semalam.
Bahkan ia tak perlu memusingkan kedatangan sang tokoh utama wanita ke kediaman keluarga kerajaan. Ia yang memang bertugas menemani Theo memantau acara di distrik utama Viguane. Dan kebetulan sebelum mereka berangkat, diadakan sarapan bersama dengan beberapa pejabat penting Lensera. Dan ternyata Lady Jane yang memang putri dari menteri Kesehatan Lensera ikut dalam acara itu.
Astaga. Joan sebenarnya tak memusingkan kedatangan sang gadis. Tapi tatapan tak suka yang gadis itu layangkan padanya membuatnya sedikit kesal. Meski ia sudah sering mendapat tatapan itu dari lady-lady lain yang juga mengagumi pangeran bodoh Lensera itu. Tapi tetap saja memuakkan. Ia kira sosok Jane adalah tokoh utama wanita yang identik dengan sosok protagonis yang lemah lembut, penuh dengan kebaikan hati. Tapi sepertinya gadis itu tak lebih dari jelmaan ular berbisa yang sering ditemuinya di sungai Sanue.
Tapi bukannya kalau ia yang kini menilai Jane seperti ini membuatnya yang menjadi seperti sosok antagonis?
Joan cepat tersadar dari lamunannya. Segera menyelesaikan sarapannya, sebelum pamit undur diri. Membiarkan Theo segera menyusulnya dengan kebingungan besar. Biarkan saja. Toh, Joan memang tak peduli pada nasib Theo. Bukannya harusnya ia senang kalau Theo bertemu Jane? Cerita ini pasti akan segera berakhir dan ia bisa kembali pulang. Kembali menjadi Jillian Reagan yang harus membiasakan diri mengurus semua kemegahan bisnis orang tuanya.
"Hey, Joan."
Joan berbalik, mendapati Theo yang sudah melayangkan tatapan kesal kepadanya.
"Bisa-bisanya kau meninggalkanku sendiri di tengah-tengah pembicaraan memuakkan itu." Sepertinya Theo sudah akan mulai mengomel, jadi daripada Joan mendengar omelan Theo yang sepanjang sungai Sanue itu lebih baik ia memotongnya sekarang.
"Berhenti mengomel, kau itu pangeran mahkota Lensera. Sedangkan sikapmu sekarang benar-benar jauh berbeda dari yang sering aku dengar dari bibir para Lady bangsawan."
Theo hanya membulatkan matanya kesal, sembari menjewer kuping sang gadis pelan, "kurang ajar sekali kau pada pangeran Lensera."
Joan meringis kecil, memaksa Theo melepas jewerannya itu, "kalau pangerannya seperti kau sih tak masalah aku berbuat semaunya."
Keduanya kemudian berkejaran di lorong-lorong kastil. Theo yang berusaha menangkap dan menggelitiki Joan, dan Joan yang sibuk berusaha kabur dan menjauh dari jangkauan pemuda itu. Keduanya sibuk dengan dunia yang mereka ciptakan sendiri. Tak peduli pada para pelayan dan penjaga yang melihatnya. Toh, mereka memang sudah sering berkejaran sejak kecil dulu. Memerhatikan para pelayan dan penjaga saja tidak, apalagi memerhatikan sosok yang kini berdiri menatap keduanya dengan senyum kecut yang terukir diwajahnya.
Ia Lady Janey Heary.
Lady yang biasa dipanggil Jane. Sang tokoh utama wanita dibuku yang dulu dibaca Joan ini. Dulu, karena sekarang entah siapa tokoh utama, siapa tokoh pendukung. Siapa protagonis dan siapa antagonis. Sang penulis mulai membuat alur cerita ini mengabur. Atau justru Joan -yang sebenarnya Jillian- yang membuat alurnya berubah mengabur karena kedatangan tiba-tibanya di dunia ini?
Entah apa yang ada di pikiran Lady itu hingga menyempatkan diri menatap kedua insan itu.
"Hey, Theo."
Theo menoleh dengan sebelah alis yang terangkat.
"Kau tak merasa tertarik dengan Lady Jane?"
Theo menggeleng, menanggapi pertanyaan sang gadis.
"Buat apa juga aku mengagumi gadis lain ketika aku sedang mengagumi seorang gadis?"
Joan mengangguk paham, setidaknya ia tahu bahwa Jane bukan tokoh utama wanita saat ini.
Entahlah, tapi Joan merasa kurang nyaman jika Theo bersatu dengan Jane. Lebih baik pangeran mahkota Lensera itu bersatu dengan lady bangsawan lain. Seperti Lady Roseà Heldar, misalnya. Daripada Jane yang terlihat sekali aura nenek sihirnya.
Keduanya terus mengelilingi pusat distrik Viguane, sesekali melihat acara pemujaan pada patung-patung naga. Sesekali.
Selebihnya waktu yang seharusnya mereka gunakan untuk menertibkan para rakyat-khawatir terjadi kericuhan- Justru mereka gunakan untuk berburu makanan. Dan yang patut di salahkan adalah Joan, gadis itu bersikeras untuk mendatangi beberapa tempat festival kuliner-entah apa namanya di Lensera- Gadis itu terlalu penasaran dengan hal-hal baru. Padahal saat menjadi sosok Jillian Reagan ia sudah sering berburu kuliner bersama temannya.
Theo sih hanya mengikuti rekannya itu, meski ia sedikit berjengkit heran dengan napsu makan Joan yang tiba-tiba membludak.
Keduanya asik menikmati makanan sembari menatap kerumunan rakyat yang sedang mengantri untuk mendapatkan makanan yang sebelumnya dibentuk menjadi naga Lensera itu.
Ketika petang semakin matang, Joan dan Theo akhirnya memilih untuk duduk sejenak di sebuah kursi di tepi jalan.
"Aku lelah." Ceplos Joan sesaat setelah mendudukkan dirinya.
"Siapa yang menyuruhmu mengelilingi Viguane hanya untuk sepotong roti?" Cerca Theo mengingat tingkah gadis itu yang memaksanya mengelilingi Viguane demi menemukan roti Blaeé yang memang makanan langka di Lensera.
"Tak apa, aku puas. Rasa roti itu benar-benar luar biasa." Balas Joan sembari memejamkan matanya, mengistirahatkan diri sejenak.
Theo yang melihat tingkah gadis di sampingnya itu terkekeh kecil, sebelum memainkan rambut Joan pelan. Membuat gadis itu mengernyit sejenak sebelum kembali memejamkan matanya lagi. Menghiraukan Theo yang masih asik dengan kegiatannya. Biarlah dia berbuat semaunya.
"Joan."
Gadis yang dipanggil oleh Theo itu hanya berdehem pelan menjawab.
"Kau tahu kisah Raja Xavier I?"
"Itu sebuah pertanyaan atau pernyataan?"
Joan akhirnya membuka mata, namun tetap tidak menginterupsi kegiatan Theo dengan surainya.
"Itu pertanyaan."
Joan terlihat berpikir sejenak, "aku tahu, ia menikahi gadis bangsawan Sadié. Karena itulah kekuatan sihir bangsa Xavier dan Sadié adalah yang terkuat."
Theo mengangguk pelan mendengar jawaban sang gadis.
"Kau tahu, Jiean meramal kalau kejadian itu akan terulang."
Joan hanya mengangguk kecil, sebelum tersadar lalu spontan memekik sembari menjauhkan diri dari sang pemuda, "kau bercanda, Theo?!"
Sedangkan Theo mengendikkan bahunya acuh, "tak ada gunanya aku bercanda padamu, kan?"
Joan langsung menggerutu sembari berdoa pelan, "jangan sampai ramalan Jiean menjadi kenyataan."
"Kenapa kau tak setuju, Joan?" Theo bertanya pada Joan yang sikapnya langsung aneh setelah mendengar ucapannya tadi.
"Siapa yang mau menikah denganmu? Menjadi Ratu Lensera itu membosankan, merepotkan. Mengurus ini-itu, selalu di sorot oleh rakyat tingkahnya. Memusingkan. Lebih baik aku menjadi rakyat biasa saja, meski sebenarnya aku tak akan bisa menjadi rakyat biasa." Joan berujar panjang lebar, tak sadar kalau Theo yang sejak tadi mendengarkan ucapannya menyunggingkan senyum tipis.
"Tapi sepertinya aku tertarik menjadikanmu Ratuku, Joan."
Joan langsung membelalakkan matanya kaget, sedangkan Theo tertawa puas dengan reaksi gadis yang duduk disebelahnya itu.
Joan yang sadar dikerjai oleh Theo langsung mengurung pangeran mahkota Lensera itu dengan sihir sulurnya. Tak sakit, hanya untuk membuat Theo diam. Walau akhirnya justru ia sendiri yang ikut tertawa.
Namun sayang, kegiatan mereka itu harus terinterupsi karena mereka kedatangan seorang tamu.
Lady Janey Heary
________
TBC....
I hope you like it gesss
Jangan bosen nunggu yaaa..With love
~Jnawa
KAMU SEDANG MEMBACA
Lensera and the Prince
FantasiaIni hanyalah sebuah dongeng, tentang negeri yang bernama Lensera. Negeri yang begitu luas dan makmur. Yang dihuni oleh berbagai macam makhluk. Entah mortal, atau immortal. Dari mulai manusia biasa, hingga vampir. Negeri itu dipimpin oleh seorang raj...