[09] Antagonist Changes

38.3K 3.6K 237
                                    

Savera berjalan keluar kelas untuk memastikan apakah benar Marvel ada di depan seperti yang dikatakan oleh salah satu temannya. Dan wow ternyata benar, cowok itu tengah berdiri menyandar pada pagar pembatas dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celana.

"Kenapa?" tanya Savera to the point setelah tiba dihadapan Marvel.

Marvel yang semula menunduk memperhatikan lantai di bawahnya langsung mengangkat kepala dan seketika pandangan mereka bertemu.

Bukannya menjawab pertanyaan dari Savera, Marvel malah terus memperhatikan gadis tersebut dengan intens, membuat sang empu risih bercampur salting.

Mati-matian Savera menyembunyikan kesaltingannya agar tidak ketahuan oleh Marvel, jika cowok itu mengetahui ia tengah salting hancur sudah citra pura-pura move on nya selama ini.

"Ngomonglah anjir!!! malah ngeliatin gue mulu."

Karena sudah tidak tahan dengan situasi yang membebani kerja detak jantungnya, Savera kembali bersuara, "Kalau nggak ada yang penting, gue cabut."

Marvel menahan pergelangan tangan Savera yang hendak kembali ke kelas.

"Lo...aneh." ucap cowok itu.

Savera memutar bola matanya malas, kemudian bersedekap dada setelah berhasil menepis tangan Marvel yang mencekal pergelangannya.

"Mau gue aneh kek, gue nggak normal kek, itu bukan urusan lo. Ya walaupun lo tunangan gue sih, tapikan lo nggak pernah nganggep gue ada." ucap Savera menohok. Tidak peduli jika nanti Marvel tersinggung, karena memang itu tujuannya.

Sedangkan Marvel merasa lidahnya kelu, ia tidak tahu harus berkata apa untuk menanggapi ucapan Savera barusan. Sebegitu jahatkah dirinya dulu hingga membuat sikap seseorang berubah 180 derajat?

"Kalau emang nggak ada yang pent--"

"Pulang sekolah ke rumah gue. Nyokap yang nyuruh." sela Marvel.

Kening Savera berkerut, dia baru ingat akhir-akhir ini jarang bertemu dengan calon mama mertuanya, padahal dulu hampir setiap hari mereka bertemu saat Savera mengunjungi rumah Marvel hanya untuk mengobati rindu pada cowok itu.

"Gue nggak bisa."

"Alasan?"

"Males deket-deket sama lo lah anjir!"

"Gue nebeng Liana, nggak enak kalau nyuruh nganterin ke rumah lo dulu soalnya beda arah." ungkap Savera tentunya berbohong.

"Bareng gue." telak Marvel.

"Hah?"

Perlahan tapi pasti, Marvel mencondongkan tubuhnya ke depan seraya berbisik tepat di samping telinga Savera, "Lo bareng gue, ngerti?" ucapnya membuat Savera merinding.

Beruntung Marvel segera kembali pada posisi semula, jika tidak sudah dipastikan Savera akan pingsan detik ini juga. Lagi pula tumben sekali cowok itu mau pulang bersama, dulu saja boro-boro.

"Gue nggak mau!"" kilah Savera.

"Gue nggak lagi ngasih penawaran." balas Marvel acuh.

"Lo nggak bisa maksa orang seenaknya, kalau gue bilang nggak bisa ya nggak bisa. Bilangin sama mama lo, gue ke sana besok." keukeh Savera.

Marvel terkekeh sinis, memainkan lidahnya pada pipi bagian dalam. Dia rela menurunkan ego untuk menemui gadis itu, tapi yang ia dapat malah sebuah penolakan.

Sadar dengan apa yang ia ucapkan, dalam hati Savera merutuki dirinya sendiri. Bagaimana dia bisa lupa jika Marvel adalah tipe orang yang tidak suka dibantah, semoga saja hari ini dia tidak pulang tanpa kepala.

Antagonist ChangesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang