satu

2.7K 221 0
                                    

hari pertama tanpa choi san berjalan dengan kepalang buruk, wooyoung berani bersumpah untuk itu.

karena san yang biasanya memasuki kamar tanpa ujaran permisi untuk kemudian menepuk pantat wooyoung sebanyak dua kali dan membangunkannya dengan seruan sayang paling lembut di muka bumi, sudah tidak ada lagi. membuat wooyoung yang terbiasa direcoki justru bangun terlambat dan melewatkan kelas pagi.

hingga tanpa sadar, wooyoung mengeluarkan kristal bening berkali-kali dalam kurun waktu satu hari. sungguh, payah rasanya. belum genap dua puluh empat jam ia setuju untuk memutuskan hubungan, benaknya sudah meronta tak kuasa, tak siap untuk melanjutkan hari tanpa presensi pemuda choi dengan lesung pipi.

“dasar payah,” bisiknya pada diri sendiri. toh, bangun di pagi hari saja sudah kesulitan, bisa apa ia tanpa choi san?

jika mendapatkan tanya yang berbunyi; apa kamu masih cinta?

wooyoung akan berseru ‘iya’ selantang yang ia bisa, karena sejatinya, wooyoung bukan hanya mencintai pemuda yang satu itu, ia membutuhkannya, teramat butuh. jung wooyoung terlalu bergantung pada setiap silabel kata pula perilaku san atas dirinya.

delapan tahun mengenal dan ciptakan deretan memori indah sejak sekolah menengah pertama, tentu bukan perkara mudah untuk menghapus semuanya. tidak dengan candaan yang menggelikan pula tidak dengan cerita konyol di larut malam. setiap sisi dari saraf otak seakan berotasi hanya pada choi san, setiap denyut jantung laksana harmoni yang beresonansi dengan ritmik napas dari pria yang memutuskan hubungan secara tiba-tiba dengan apartemen wooyoung sebagai latarnya.

sungguh, jika ditilik lebih lama, hari pertama tanpa choi san telah menjelma hari terburuk bagi wooyoung yang tak terbiasa sendirian.

hampir mati kebosanan di bawah atap kediaman.

choi san mengunyah camilan dengan gerak gigi ogah-ogahan. bibir sesekali mencebik sementara netra bergerak liar menelusuri sekitar. salah satu kaki tak henti bergerak dan kaki yang lain bertengger di lengan sofa.

sekarang ini, di pukul setengah satu dini hari, bersama sebungkus keripik singkong dan segelas soda, ia dapati diri kembali tenggelam dalam memori lampau yang seakan ditumbuhi duri.

dengan dirinya dan jung wooyoung sebagai pelakon utama. dengan dirinya yang direngkuh kecewa begitu sadar bahwa rasa suka yang ia pupuk sejak belia mulai menguap entah kemana.

jujur saja, san tak tahu mengapa dan bagaimana bisa. ia bagai si dungu yang buta cinta.

senyuman manis milik wooyoung tentu masih menjadi salah satu adiksinya. ya, salah satu, bukan satu-satunya. karena hal abu-abu semacam itu, san tak lagi merasakan kupu-kupu manis memenuhi rongga dada tatkala wooyoung tertawa karena lelucon tua, tak ada pula keinginan untuk jadikan wooyoung sebagai prioritas pertama seperti yang ia lakukan di hari-hari terdahulu.

sekarang ini, di detik ini, segalanya mendadak hambar, biasa aja. bagai masakan tanpa penyedap rasa, bagai kembang api tanpa warna.

jika diberikan tanya seputar ‘apakah ia senang kembali jalani hari tanpa sosok yang bergantung padanya,’ san akan mengatakan ‘tentu saja’ karena memang begitu adanya. ia bahagia bukan main begitu tahu bahwa wooyoung menyetujui keinginannya, tentang ia yang ingin mengakhiri hubungan di antara mereka, pun bahagia karena wooyoung tidak menangis di hadapannya dan berakhir dengan san yang menganggap bahwa wooyoung merasakan hal yang sama, serupa dirinya; mulai kehilangan rasa.

gak papa, wooyoung juga udah gak cinta.

namun, pelan-pelan, seiring berjalannya denting jam di sudut ruang, semua terasa aneh dan semakin aneh. risau dan gelisah mendominasi sekat antar organ yang ia punya. keripik singkong seakan terhimpit di tenggorokannya, membuat san mau tak mau menegak segelas air dengan rakus dan terengah tanpa aba.

sebenarnya, san mau apa?

sebenarnya, san mau apa?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
redo - woosanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang