wooyoung tidak mengerti apakah dirinya ini terlampau sial atau barangkali terlalu beruntung? tidak, pemuda jung benar-benar tidak paham.
karena, sungguh, belasan menit bahkan belum terlewat sejak terakhir kali ia memikirkan san. namun lihatlah, di detik ini, ia justru duduk berdampingan dengan sosok yang pernah menggenggam semestanya, dengan sosok yang acap kali memenuhi pikirannya.
setelah melingkarkan jemari pada pergelangan tangan wooyoung, san berkata bahwa ada yang ingin ia sampaikan, ada yang harus diluruskan antara dirinya dan jung wooyoung, hanya berdua. kabar baiknya, gahyeon tak mempermasalahkan itu karena sejauh yang ia tahu, san dan wooyoung adalah teman sejak dulu.
ya, teman. bukan pasangan, mantan kekasih atau semacamnya. salahkan mereka yang memilih untuk merahasiakan hubungan dari banyak orang. terhitung sedikit yang tahu kebenaranㅡselain keluarga, tentu sajaㅡyeosang, yunho dan mingi adalah contohnya.
dan sekarang, walau sebelumnya berdalih ingin membicarakan sesuatu, san tak kunjung buka suara hingga tidak ada percakapan di antara mereka. yang mengisi sekitar hanyalah helaan napas dan suara hewan malamㅡkursi taman yang mereka tempati berada tepat di bawah pohon rindang, omong-omongㅡwalau mereka sama-sama bungkam, walau tak ada satu pun topik obrolan, detak jantung wooyoung setia menggebu berteman pilinan jari pada kaus sendiri. sementara san, pemuda itu total ciut untuk sekedar mengangkat kepala.
“lo,” hampir tersedak karena terlampau gugup, wooyoung meneguk ludahnya sekali sebelum kembali memadu kata, “apa kabar?”
“good enough,” sahut san beberapa sekon kemudian. tak kalah gugup, agaknya, pemuda itu bertutur sembari menggaruk tengkuk. “lo sendiri?”
“i'm fine,” balas wooyoung dengan nada bicara yang dibuat seceria mungkin. “jadi, kenapa?”
kali ini, san total menjatuhkan fokus pada pemuda kecil di sampingnya. ia yang berkata bahwa dirinya ‘cukup baik’ hanyalah bualan semata. faktanya, choi san sedang berada di bibir jurang, sedang menjejaki fase yang mengerikan, sedang tidak baik-baik saja karena dihantui penyesalan.
gulungan rasa bersalah mendadak merembes dan mendominasi dada. sial, sesak rasanya. melihat pijar sendu wooyoung yang kian meredup pula menyaksikan guratan manis pada wajahnya yang seakan hilang tertelan kecewa, benar-benar menyiksa jiwa. ah, coba lihat, san adalah penjahatnya, ia telah merenggut bahagia seorang pemuda, menghancurkan semestanya begitu saja.
“i'm sorry, woo, i've ruin everything,” tutur si choi kepalang lirih. ujaran yang baru saja terlontar terdengar goyah karena bibir yang bergetar, tanda bahwa san hampir pecah, sungguh, sedikit lagi akan pecah.
“i broke us, iㅡi broke you.”
dan pada akhirnya, ia benar-benar pecah. air mata merembes turun dari pelupuk, seakan berlomba untuk basahi kedua pipi dan memperkeruh suasana hati.
“i always knew that what i said back then would hurt you, i knew that but i still said it. damn, woo, i'm sorry.”
wooyoung hanya kuasa menggigit bibir ketika san menatapnya dengan penuh kristal bening. sekali lagi, wooyoung bukanlah pemuda yang gemar terlihat lemah dan meneteskan air mata di hadapan orang lainㅡtermasuk sanㅡjelas bukan gayanya. namun sekarang ini adalah pengecualian, jung wooyoung turut runtuh dan membiarkan air matanya meluruh.
pelan-pelan, berlandas kehati-hatian, pemuda jung menarik san untuk selanjutnya di tenggelamkan dalam sebuah pelukan. telapak tangannya mengelus punggung tegap sang teman dengan penuh sayang, sementara telinga setia mendengar ocehan penyesalan yang setia dilontarkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
redo - woosan
Fanfiction✓ | c.sn & j.wy san ingin perpisahan dan wooyoung mengiyakan. top!san, bot!woo // lowercase