Aku yang menutup diri atau memang mereka yang tidak mau berteman denganku (?) Entahlah aku tidak mengetahui hal itu. Yang aku tahu, aku mempunyai teman baru dan aku ingin berteman dengan mereka tanpa pilih-pilih.
Semenjak aku menyebutkan nama sekolahku, seakan semua tatapan mereka berbeda. Ternyata aku mengetahui bahwa ada salah satu teman kelasku, dia seorang laki-laki yang rumahnya dekat dengan sekolah dasarku.
Mungkin dia yang menyebarkan berita tentang gimana keadaan sekolah dasarku dahulu. Dan saat itu juga ia mulai menjauhkan ku. Bahkan tatapannya bisa di artikan bahwa aku tidak layak untuk menjadi temannya.
Semester 1 sudah ku jalani dengan baik. Dan aku mendapat ranking 15 besar. Tidak apa-apa lah ya, yang terpenting aku bisa naik kelas. Orang tua aku pun memberi support untuk terus tingkatkan lagi belajarnya, supaya bisa jadi juara kelas.
Kini aku memasuki semester 2. Ku berharap, aku bisa meningkatkan semangat belajarku, supaya ayah dan mama tidak kecewa denganku.
Tiba-tiba ada seorang guru laki-laki yang mengajar bahasa inggris di kelas ku masuk ke ruang kelas bukan untuk mengajar, melainkan untuk memberitahukan bahwa kelas 7D akan dipindahkan ke bawah. Kelas 7D ditukar dengan kelas 8C, entah alasannya apa aku lupa hehe maaf ya teman-teman. Maklum sudah hampir 7 tahun aku melewati masa-masa itu.
Setelah 8C dan 7D bertukar kelas, kami sempet bermusuhan kecil dengan kelas kakak kelas tersebut. Bagaimana tidak? Zona nyaman kami diambil oleh kelas lain. Dan kami harus beradaptasi lagi dengan ruangan baru.
Di ruang kelas ini lah masalahku mulai berdatangan. Di mulai dari aku yang baru pertama kali haid. Kalian tau haidkan? Untuk kaum hawa pasti kalian tau.
Ketika aku mengetahui bahwa aku haid, aku panik. Tetapi untungnya haidku keluar saat aku sedang di rumah dan bertepatan juga pada hari minggu.
"Maaa... kenapa ini? kok aku keluar darahnya?" Teriak ku dari dalam kamar mandi.
"Kenapa kak? apanya yang berdarah?" Tanya mama Tari ikut panik.
Akupun bingung untuk menjelaskan apanya yang berdarah. Sampai akhirnya mama Tari peka akan hal yang terjadi kepadaku.
"Oh sayang, mama tau kamu kenapa. Anak mama sudah besar ya sekarang, alhamdulillah.. Tidak apa-apa sayang, itu kamu sedang datang bulan. Kamu selesaikan mandinya dulu, nanti mama kasih pembalut untuk menampung darahnya ya."
"Iya maa.." Ucapku dengan suara gemetar tetapi sedikit tenang. Sebab ucapan mama Tari tadi.
****
Esok adalah hari senin. Yang dimana itu merupakan hari kedua aku haid. Bersamaan dengan banyaknya siswi yang tidak melaksanakan sholat zuhur.Guru-guru perempuan di sekolah menengah tersebut sampai kaget, kenapa banyak sekali yang tidak melaksanakan sholat? Apakah mungkin ada yang berbohong tentang haidnya?
Akhirnya setelah sholat zuhur tidak ada kegiatan kultum. Itu diganti dengan pengecekan haid atau tidaknya. Mulai dari situ teman-temanku tidak percaya bahwa aku beneran haid.
Memang yang melihat hal itu hanya 3 orang guru dan semua siswi dari kelas 7, 8 dan 9. Tetapi yang laki-lakinya juga pasti sudah mengetahui berita itu. Sebab berita itu ramai sekali, sampai menjadi diperbincangkan oleh satu sekolah.
Aku didampingi oleh teman sekelasku yang dimana ia merupakan anggota OSIS disekolahku. Kini giliran ku untuk pengecekan. Sistem pengecekannya aku diberi selembar tissue, lalu masuk ke dalam kamar mandi untuk mencolek sedikit darah haid ku.
Setelah sudah, aku keluar memberikan selembaran tissue tersebut kepada guru yang mengecek dan salah satu temen kelasku yang anggota OSIS itu.
Alhamdulillahnya, guru dan teman kelasku percaya bahwa aku tidak berbohong. Lagi buat apa juga aku berbohong? Toh tidak ada gunanya juga untuk ku.
Selesai sudah pengecekan, aku segera kembali ke kelas. Jarak antara kelas dan toilet perempuan sangatlah dekat, hanya depan belakangan.
Ketika aku masuk ke kelas semua tatapan mereka ke arah ku, seakan-akan mereka masih belum percaya bahwa aku tidak berbohong akan hal haidku.
"Gimana Fah tadi pengecekannya?" Tanya Khaira salah satu teman kelasku.
"Aku aman Khai" Jawab ku berusaha meyakinkan.
"Ah bohong tuh dia, jangan percaya Khai!!" Ucap salah satu temen kelasku yang laki-laki.
"Heh! gak boleh kayak gitu Thufa!" Tegur temanku yang lain.
"Kalo gak percaya tanya saja sama Rufasha. Dia yang ngedampingin gue waktu pengecekan tadi kok." Jawab ku untuk meyakinkan laki-laki itu.
Salah satu teman laki-lakiku membentuk mulutnya mengikuti ucapanku seakan-akan meledek perkataanku yang sebenarnya tidak berbohong.
Ara sabar yaa, kamu harus sabar menghadapkan manusia-manusia seperti dia. Ucapku dalam hati.
"Sudah Fah, duduk saja. Gak usah dengerin kaleng rombeng ngomong!" Ucap Pusila menutup telingaku sembari menuntunku untuk duduk di kursiku.
"Terima Kasih Sila."
Sila hanya mengangguk sebagai penganti kata iya.
****
Setelah 10 menit aku kembali ke kelas, Rufasha dan Zana menyusulku masuk ke kelas. Tugas pengecekannya sebagai anggota OSIS telah selesai."Za gimana tadi pengecekkannya?" Tanya Faiza, sahabat SD dari Zana.
"Ada yang bohong tadi masa guys, anak kelas 9C. Parah banget dah dia." Jelas Zana.
"Serius lu za? Berapa orang yang bohong?" Tanya Thufa.
"Serius gua Thuf, tadi sekitar berapa ya Sha? 2 orang kayaknya deh." Jawab Zana yang bertanya kepada Rufasha.
Karena mereka berdua yang ditugaskan untuk pengecekan. Zana ditugaskan untuk mendampingi pengecekan kelas 9 reguler sedangkan Rufasha ditugaskan untuk mendampingi pengecekan kelas 7 reguler. Sedangkan kelas 8 reguler di dampingi oleh guru BK dan Kesiswaan.
"Itu si teman lu katanya aman, emang bener Za, ga bohong dia?" Tanya Thufa matanya sembari melihat ke arahku.
Aku yang sedari tadi tidak mau melihat kearah tempat duduk laki-laki, sadar. Bahwa yang Thufa bicarakan adalah aku. Aku pun hanya bisa diam, berharap Rufasha yang menjawab pertanyaanya.
"Gak tahu gua Thuf, bukan gua yang ngedampingin kelas 7. Rufasha tuh yang ngedampingin kelas 7 tadi." Jawab Zana.
"Iya gue yang ngedampingin kelas 7, kenapa Thuf? Yaelah sebut aja si namanya, siapa? Ifah? Dia aman kok, dia beneran haid. Dia gak ngada-ngada ataupun bohong." Jelas Rufasha dengan suara tegasnya.
"Yaudah sih gue kan cuma nanya. Ngegas amat neng, kayak ibu-ibu naik motor aje lu!" Ucap Thufa meledek Rufasha.
"Lagian, lu salah nuduh dia berbohong, dia tuh anaknya polos gak mungkin bisa bohong. Emang elo bohong mulu sama orang tua!" Jawab Rufasha tidak mau kalah.
"Sha.. Sha.. Sha, sudah biarin aja." Ucapku melerai mereka berdua. Hal itu membuat aku bangun dari kursi.
"Dih apaan sih lo caper banget!" Ucap Thufa tiba-tiba.
Rufasha sudah kehabisan kesabaran jika berbicara dengan Thufa. Karena memang anaknya nyebelin banget. Setiap diajak berbicara bikin orang emosi mulu.
Rufasha mengepalkan tangannya seakan-akan ia ingin menonjok Thufa. Tetapi tidak sampai, sebab ditahannya olehku, dan beberapa teman perempuanku.
"Sudah Fah, gak usah dengerin ya ucapan orang gila itu. Ifah gak salah kok, ifah kan ga buat salah apa-apa. Orang gila itu yang malah buat salah sama Ifah. Tutup telinga Ifah aja ya." Ucap Rufasha menenangkan ku, dan menutup telingaku.
Aku membalasnya dengan anggukan kepala saja. Sebab aku sangat takut berbicara banyak-banyak untuk saat ini.
****
Sampai sini dulu ya teman-teman cerita semester 2-nya.
Nanti akan aku sambung di lain waktu.
Terimakasih sudah berkenan untuk membaca.
Jangan lupa untuk memvote karya-karya ku ya teman-temanTungguin sambungan ceritaku yang akan diinfokan pada akun instagramku.
@ketikanada
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Girl
Non-FictionHai teman-teman!👋 Selamat datang di karya wattpad aku Cerita ini saling berkaitan dengan cerita aku yang sebelumnya Tapi dicerita kali ini merupakan cerita sebelum 'Mood Booster Bisa Jadi Mood Breaker' muncul. Cerita ini merupakan awal kisah perjal...