Kampus

690 89 18
                                    

.
.
.
.
.
.
.

Pagi ini Xavier lebih memilih duduk tenang dan hikmat mendengarkan dosennya mengajar. Setiap bait kata dan kalimat mampu menghipnotis dirinya dengan cerita-cerita klasik yang memanjakan telinga

"Setiap jengkal tanah dibumi memiliki pradabannya"

Xavier mengangguk menyetujui, bumi yang dipijaknya memiliki bejuta misteri.

"Pak apakah bapak percaya dengan makhluk mitologi?"

Semua kepala menenggok kearah pemuda dengan tas gitar disamping tempat duduknya. Pemuda yang Xavier yakini terpintar dikelas ini. Perawakan tinggi menjulang dengan rambut tertata rapih sangat mendeskripsikan bahwa ia termasuk manusia disiplin

"Sebelum saya jawab pertanyaanmu Belic, saya ingin mendengar jawaban Orion dulu"

Orang yang barusan disebut tersenyum miring, melipat tangan hingga bersedekap. Memandang angkuh dosen yang membalikkan pertanyaan padanya. "Aku bersekolah untuk memiliki jawaban dari pertanyaan-pertayaan yang dilontar, bahkan aku menghabiskan lebih dari 100 juta untuk duduk disini dan kau? Bukankah aku membayarmu untuk memberikan jawaban atau sekedar ilmumu?"

Tak disangka, Xavier hampir terperanjat ketika kalimat itu dilontarkan. Seumur-umur ia baru menemui karakter manusia seperti Orion. Entahlah Xavier harus mengacungi jempol atau pura-pura menulikan telingga

"Jika metodemu seperti itu buat apa aku disini? Memikirkan sesuatu yang aku sendiri tak paham? Atau malah kau sendiri meragukan jawabanmu tuan?"

Astaga, dosen itu hanya meminta pendapat. Kenapa Orion terlalu sarkas hingga tak dapat dimasukkan keakal Xavier. Pendapat bisa benar dan salah bukan?

Apalagi Belic melontarkan pertanyaan pendapat bukan pertanyaan yang memberatkan dan mengandung unsur ilmu didalamnya

"Pak bolehkah aku mewakili Orion untuk menjawab?" Ucap sesorang. Xavier mendesah lega tak disangka mengikuti kelas Sejarah cukup menegangkan.

Mahasiswa tadi mulai mengeluarkan pendapatnya. Ia berkata bahwa mungkin saja makhluk mitologi benar adanya karena semua pasti mempunyai alasan kenapa cerita-cerita itu terus berlanjut dari mulut kemulut.

Xavier ingin membantah tapi jika mereka beneran hanya mitos belaka kenapa nenek moyang mereka dapat dengan jelas mendeskripsikannya? Bukankah sesuatu yang lucu jika hanya mengandalian imajinasi tanpa melihat?

"Kau benar Victor, hanya ada kata mungkin jika tanpa ada bukti. Tapi beberapa tetap meyakini"

"Baiklah kelas sejarah selesai, selamat bertemu minggu depan"

Helaan nafas memasuki indra pendengar, sesekali meregakan otot karena terlalu lama duduk tegak sedari tadi. Layaknya pemain action Xavier terkekeh pelan saat terdengar bunyi kluk antar tulang

"Mari makan"

"Ya kau duluan"

Suara Xavier terdengar lembut saat menimpali ucapan teman sebelahnya. Dengan cekatan ia bawa tanganya berkerja cepat membereskan barang bawaan. Tapi entah kenapa pergerakannya terhenti saat dilihat dari ekor mata seseorang tengah memperhatikan.

Ruang kelas yang semula ramai menjadi sepi, penghangat ruangan berganti mendingin, bahkan buku-buku jarinya menggigil. Seakan tak ada cukup tempat dada-nya bagaikam diremas oleh sesuatu tak kasat mata.

Coklat bertemu dengan biru

Netra yang kontras dan jauh untuk disandingkan.

Orion, pemuda yang menjadi sumber ketegangan tengah menatap dirinya tepat pada retina cantiknya

Malédiction | Yoshi Harem III [ HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang