Maaf karena nggak update selama sebulan:D
_ _ _ _ _ <•NoéVan•>_ _ _ _ _
2 minggu sudah berlalu, penantian Noé akhirnya tercapai juga.
Dominique kembali ke kerajaannya, meninggalkan Istana Buckingham, 2 minggu paling lama dan melelahkan yang pernah dirasakan oleh Noé seumur hidupnya.
Hatinya dipenuhi oleh kebahagiaan, dirinya sangat senang karena bisa menyelinap keluar istana untuk menemui Vanitas.
Tanpa memikirkan lama lama, malam itu juga, Noé nekat untuk pergi menemui Vanitas di desanya, walau bulan sudah tergantung dengan indahnya di langit malam dengan taburan bintang bintang disekitarnya.
Siapa yang bisa menyalahkan dirinya? Dia terlalu senang karena akhirnya bisa bertemu kembali dengan sang pujaan hati, walau kecil kemungkinan perasaannya dapat terbalaskan, namun Noé tetap bahagia hanya dengan hubungan yang ia jalani dengan Vanitas saat ini.
Tepat pukul 11 malam, saat semua penghuni istana sudah beristirahat dikamar mereka masing masinh, termasuk para pelayan, Noé menyelinap keluar lagi melalui jendela kamarnya.
Noé diam diam juga sudah membeli sebuah sepeda yang dijadikannya sebagai kendaraan untuk pergi ke desa tempat Vanitas, karena tidak mungkin dirinya berjalan kaki mengingat bahwa jaraknya cukup jauh.
Angin malam menyelinap melalui sela sela jaket tebalnya dan menyerap kedalam kulitnya, dingin, pikir Noé merasakan hembusan angin malam yang cukup kuat karena kecepatan yang ia tempuh dengan sepedanya.
Noé menggigil kedinginan, namun dia tetap mengayuh pedal sepedanya hingga sampai ke wilayah desa Vanitas.
Udara malam benar benar dingin, angin musim gugur memang tidak bisa di remehkan. Bulu kuduk Noé berdiri karena hembusan angin terlalu dingin, dengan segera, dia mengetuk pintu rumah Vanitas.
Vanitas yang sedang tertidur lelap seketika terbangun, ketakutan menghiasi wajahnya, siapa yang akan mengetuk pintu rumahnya di tengah malam seperti ini?
Ya tuhan, tolong katakan kepadaku bahwa itu bukan seorang pencuri, aku tidak punya barang apapun yang bernilai selain organ di tubuhku, batin Vanitas panik.
Meski begitu, dia tetap menuju pintu untuk melihat siapa yang membuatnya terbangun di tengah malam walau ketakutan masih menggerogoti dirinya.
Ketukan itu menjadi semakin keras, Vanitas berjengit, dia terkejut.
Dengan perlahan, Vanitas membuka pintu, mata birunya mengintip melalui celah pintu yang terbuka, setelah mengetahui siapa yang mengetuk pintunya, Vanitas merasa lega namun bercampur dengan rasa panik dan terkejut.
"NOÉ!" Alangkah terkejutnya Vanitas menemukan Noé sedang memeluk dirinya sendiri untuk memberikan kehangatan dengan bibir yang bergetar karena kedinginan.
Buat apa dia ada di depan rumahku di waktu seperti ini? Vanitas benar benar tidak habis pikir.
"Mengapa kau datang di jam seperti ini?? Kau tahu bukan bahwa ini sudah memasuki musim gugur?" Vanitas berkata dengan oktaf suara yang sedikit tinggi, memarahi Noé karena sifat bodohnya itu.
"Tapi Vani, aku hanya ingin bertemu denganmu." Wajah Noé menyiratkan perasaan sedih dan kerinduan? Vanitas yakin dirinya salah sangka, Noé tidak mungkin merindukannya.
Dia hanya datang kesini untuk bermain, kan...?
Noé menatap Vanitas lama, yang ditatap merasa risih karena ditatap begitu lama dengan lawan bicaranya.
"Apa?" Vanitas tidak tahan ditatap seperti itu dengan Noé tau!
"Bisakah aku- mhm, memelukmu...?" Noé berbicara ragu ragu, suaranya lebih mirip tikus yang mencicit dari pada suara seorang manusia sangking kecil dan ragunya Noé untuk mengajukan permintaan itu kepada Vanitas.
Diluar dugaannya, Vanitas menarik Noé ke arah kamar tidurnya dan langsung merentangkan kedua tangannya dengan maksud ingin Noé masuk kedalam pelukannya.
Noé yang peka dengan kode itu, langsung maju dengan sedikit tidak sabaran dan melompat ke dalam pelukan hangat Vanitas, Vanutas yang kehilangan keseimbangannya itu pun terjatuh ke atas kasurnya.
Hangat sekali, Noé menyamankan dirinya didalam pelukan Vanitas.
Vanitas sendiri sedang mengekus ngelus punggu Noé dan semakin mengeratkan pelukannya, berusaha menghangatkan pemuda malang itu dengan tubuhnya.
"Aku tidak ingin pulang Vani." Noé merengek, suranya teredam baju tidur yang cukup tebak yang sedang dikenakan oleh Vanitas.
"Dasar, tapi ini sudah jam 2 pagi Noé, kau harus pulang." Vanitas menasihati Noé yang masih nyaman didalam pelukannya.
"Jarak rumahmu kesini sekitar 3 jam bukan? Bagaimana jika mereka kgawatir karena kamu tidak kembali juga?" Lanjut Vanitas masih dengan nada menasihati anak kecil.
"Tidak."
"Aku ingin disini bersamamu lebih lama lagi." Noé semakin menenggelamkan wajahnya ke ceruk leher Vanitas.
Jantung Vanitas berdetak sedikit lebih cepat dari biasanya mendengar itu, dadanya menghangat.
"Biar aku ingatkan dirimu, aku baru sampai sini 10 menit yang lalu Vani!" Noé sedikit sebal, dirinya cukup lelah karena bersepeda tanpa berhenti dalam beberapa jam yang lalu, dan sekarang Vanitas mengusirnya pulang? Yang benar saja!
Vanitas tertawa, nasa tawanya terdengar terhibur.
"Baiklah yang mulia, kau bisa tinggal disini selama yang kau inginkan." Vanitas berniat untuk sedikit jahil.
Bahu Noé menegang mendengar kata 'Yang Mulia', namun dia berusaha kembali rileks karena tahu bahwa Vanitas-Nya sedang bercanda.
Dan begitulah pertemuan Noé dan Vanitas malam itu, mereka terjaga hingga matahari naik, bercerita tentang hal hal yang masing masing alami selama mereka tidak bertemu.
_ _ _ _ _ <•NoéVan•>_ _ _ _ _
Sekian!
See you in next chapter bloppies<3
KAMU SEDANG MEMBACA
The Senses Of Love ₊˚ˑ༄ؘ NoéVan₊˚ˑ༄ؘ
FanficNoé Archiviste, seorang seniman biasa asal Prancis yang menghabiskan hari-harinya dengan mulukis, melukis, dan melukis. Kehidupannya yang datar hanya berjalan diantara tumpukan cat, kanvas, dan kuas. Noé memiliki kekasih yang sangat ia cintai, Mia...