2. Back To Our Reality

6 3 0
                                    

“Ayahhhh! Ari pulangggg!” gadis kecil usia 4 tahun itu berlari memeluk betis Jera yang amsih menggunakan bathrobe. Jera baru selesai mandi, sisa-sisa air masih tersisa di tubuhnya.

“Lho, Ari udah selese liburan panjangnya?” Pertanyaan itu membuat Yari mengangguk lucu, “Iya, soalnya Ari gak suka liburam tanpa ayah.”

Jera tersenyuum, ia menggendong puteri semata wayangnya, puteri kecil yang lahir setelah 5 tahun pernikahannya dengan Farah.

“Kan disana ada bunda, ada nini sama kiki.”

Yari malah mengalungkan tangannya ke leher Jera, mencium pipi ayahnya rindu, “tapi Ari mau bareng ayah juga disana, abreg bunda, liburan Panjang di rumah nini-kiki.”

Farah sudah berdiri disana, dan Jera tahu Farah mendengar semua ucapan Yari. Jera memberi isyarat pada Farah untuk mengambil Yari dari gendongannya. Farah melakukannya, mengambil alih Yari dengan menghindari sentuhan seminim apapun dengan dirinya. Sejak 5 tahun lalu, Farah menghindari skinship bentuk apapun dengan Jera. Farah adalah orang yang seperti itu.

Jera menaiki tangga menuju kamarnya,kamar utama yang seharusnya dihuni dirinya dan Farah sebelum dua tahun lalu Farah memilih tidur di kamar Yari, beralibi Yari membutuhkan dirinya.

Jera menatap pantulan dirinya di cermin, gilanya yang terlihat adalah wajah yaru seorang.

Jera mengusap wajahnya kasar, bagaimana mungkin dia akan memutuskan cerai dan merusak senyum Yari yang lucu itu? Yari yang sangat mendambakan keluarga inti yang harmonis, Yari yang mengharapkan ayah dan bundanya akan baik baik saja.

Bagaimana mungkin Jera menghancurkan harapan Yari bahkan saat kali pertama gadis kecil itu berharap? Yari, Jera menyayanginya dengan sangat.

***

Jera melihat Farah, tidak sempat memperhatikannya karena ia tahu Farah tidak mau itu. Jera mengambil kunci mobil yang ada di hadapan wanita itu, berharap ia akan menoleh kearahnya walau Jera tahu itu tidak akan pernah terjadi. Keduanya bingung, siapa yang sebenarnya sakit saat ini.

Jera keluar dari rumah, memasuki mobilnya dan membiarkan Farah merenung sendiri. Jera sangat tahu bahwa pernikahaanya sangat rapuh saat ini, entah kapan akan ambruk. Juga tahu alsannya adalah karena komunikasi yang buruk dengan Farah. Farah berubah, 5 tahun lalu setelah melahirkan Yari, Wanita itu berubah sepenuhnya.

Atau mungkin bisa jadi Farah memang tidak pernah membuka diri pada Jera., dari awal mereka memutuskan untuk menikah. Yang Jera tahu; Farah kriteria Jera, Jera kriteria Farah. Ternyata benar, dasar yang tidak kuat tidak membangun bangunan yang kuat pula. Dan Yari adalah satu-satunya alasan Jera bertahan untuk Farah, Farah bertahan untuk Jera.

Farah, Jera kebingungan dengan sangat. Farah selalu memberitahu Jera hal-hal besar; Farah keguguran 9 dan 3 tahun lalu, Farah hamil 5 tahun lalu, Farah melahirkan 4 tahun lalu, Farah tabrakan 3 tahun lalu. Sisanya, tidak Farah bagi. Farah sudah bisa masak, Farah jalan-jalan, Farah pulang lebih cepat, Jera tidak tahu apa-apa. Tentang mobil Farah yang mogok kemarin atau tentang luka di tangan Farah pagi ini. Tentang siapa pemilik parfum dan dasi di slimbag Farah tempo hari. Realistis saja, jika barang-barang itu untuk Jera, maka Parfum itu tidak akan hanya tersisa setengah dan tanpa packaging yang rapi. Pada akhirnya, hal ini bukanlah akhir dari seorang Majera Karyasa.

***

Farah meletakkan bubur ayam yang ia bawa di atas nakas dekat ranjang—Anisa-- mertuanya.

“Ma, ayo makan. Kalau nanti buburya dingin, gak enak.” Ujar Farah sambal tersenyum, ia duduk di samping mertuanya.

“Iya nak. Oh iya, ngomog-ngomong 2 minggu terakhir Nak Farah sakit ya?” Tanya Anisa halus.

Anisa adalah Wanita tercantik dan teranggun yang pernah Farah temui. Dia tidak pernah menyakiti hati siapapun dengan perkataannya, itu yang Farah ketahui.

“Nggak ma. Aku beberapa minggu terakhir kangen rumah, makanya ke Depok beberapa kali. Maaf ya, nggak ngabarin mama dulu.

Seharusnya, Farah memikirkan kekhawatiran mertuanya. Seharusnya Farah izin, tidak hanya mementingkan kepentingannya sendiri, keegoisannya.

Anisa mengangguk, tatapannya sulit diartikan.

“Jera sama Yari kayaknya nggak kesini hari ini ma, lagi asyik maen di rumah.” Tutur Farah, setelahnya pembicaraannya dengan Anisa mengalir seperti biassanya.

Hal yang paling Farah harapkan disaat seperti ini adalah keluar dari ruangan Anisa lalu menghirup napas sebanyak-banyaknya. Berbicara tentang kondisi keluarga dengan Anisa selalu membuat jantunngnya berdetak lebih cepat, seperti tengah memupuk kebohongan yang lebih besar.

Dan Farah tahu, sangat tahu, Anisa terlalu baik untuk mendengar dirinya yang sebentar lagi akan mencampakkan putra semata wayangnya.

Mangkuk di tangan Farah hampir saja jatuh saat Farah melihat laki-laki yang tengah duduk di meja makan sambal menyantap mie instan, baru saja napasnya bisa normal. Farah mengembalikan kesadarannya, menghampiri Jera dengan langkah gontai.

“Jer!” panggilnya.

Pemilik nama itu cukup terkejut saat melihat Farah berdiri disana.

“Kamu kapan datangnya?” Tanya Jera. Farah tidak menjawab apapun dan Jera bisa membaca kalau jawaban dari Farah adalah pertanyaan yang sama juga.

***

“Kamu gak liat mobilku di garasi?” tanya Jera di perjalanan pulang.

Keduanya terpaksa pulang bersama untuk menghindari kecurigaan yang lebih dari Anisa. Farah berdecak, ia tidak memarkirkan mobil di garasi. Tidak sempat kesana.

“Kamu gak denger suara mesin mobilku?” tanya Farah balik.

Jera menggeleng lemah, jika ia mendengarnya maka tentu ia tidak akan membiarkan kesalahan tadi terjadi.

Keduanya terdiam, sibuk dengan pemikiran dan penyesalan masing-masing.

Jera yang berkata bahwa minggu-minggu lalu Farah kurang enak badan dan hari ini mengunjungi keluarganya di Depok, lalu dilanjutkan dengar kebohongan Farah yang bertolak belakang. Mungkin sempat, mereka berdua berpikir bahwa mereka adalah pembohong yang hebat. Pengarang cerita yang baik.

“Jer,” panggil Farah.

Jera tidak menjawab, Farah boleh menyimpulkan kalau Jera mendengarkan suaranya.

“Kalau kita nggak nikah hari itu kamu pasti bisa tetep sama mimpi-mimpi kamu, selamanya.” Kamu bisa ngelakuin hobi kamu, hal-hal yang kamu mau gapai dan lakuin. Tanpa harus ada halangan aku atau Yari.

Jera terdiam, sampai beberapa saat kemudian Farah membuka suara lagi, memastikan jawaban untuk pertanyannya tadi,

“Iyakan, Jer?’ tanyanya.

Jera masih terdiam. Bukan karena meminta Farah menyimpulkan, tapi karena ia benar-benar tidak tahu jawabannya.

05-04-22


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 04, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

OUR PAST-Old-DAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang