7. Hang Out

21 2 0
                                    

Tangan kekar itu merogoh benda yang tengah bergetar di saku celana. Kin sontak melirik nama yang tertera. Ia merotasikan iris, mengangkatnya lantas menyalakan speaker lantaran ia tengah mengemudi dan tangan yang satunya sibuk memegang setir.

"Ada apa, Nona Vallen? Nggak bisa nanti aja telponnya, aku lagi nyetir di gang sempit."

Decakan terdengar dari seberang. "Aku nggak akan bicara lama kok. Di rumahmu nggak kosong, kan? Asistenmu selalu di rumah kan selama kamu pergi?"

Kin menaikkan sebelah alisnya. "Iya, dia ada di rumah. Dia pulang setelah aku pulang kerja. Kenapa, kamu cemburu?"

Gadis itu terdengar mendengus, kesal sampai ubun-ubun sepertinya. "Nggak lah. Kamu nggak berubah, deh. Jawaban nyebelin mulu yang selalu keluar. Aku tutup telponnya sekarang, bye!" jawaban di ujung benar-benar menyentak. Kin sampai menyipit saking kerasnya.

"Aaaaaaakkkkk!"

Kin refleks mengerem mobilnya kala seorang gadis mendadak muncul dari sisi lain gang dan berakhir tepat di depan mobilnya. Suara decitan ban yang beradu dengan aspal terdengar selama beberapa sekon sebelum mobil berhenti, nyaris mengenai gadis itu.

Kin menarik napas lega. Jantungnya masih bertalu tapi ia segera membuka pintu dan turun dari mobil guna mengecek keadaan gadis yang tengah berdiri kaku di depan mobilnya itu.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya Kin benar-benar cemas.

Gadis itu menggeleng pelan, masih terkejut. Ia menarik napas berkali-kali lantas kembali membuka suara, "Ini gang sempit dan jarang ada kendaraan yang masuk. Kenapa Masnya nekat lewat sini?"

Kin stagnan sejenak sebelum akhirnya menggaruk tengkuk. Ia tertawa canggung, "Lewat sini lebih cepat. Sejujurnya aku kerap lewat sini, apa lagi kalau sedang macet. Aku tahu ini berbahaya, cuma rasanya aku ingin cepat pulang ke rumah. Aku benar-benar minta maaf."

Gadis itu menggeleng. "Mau melarang tapi tempat ini bukan milikku. Jadi terserah Masnya aja, yang penting hati-hati."

Kin mengangguk. "Oh ya. Namamu siapa?"

"Panggil aja Nana," jawabnya sembari mengulurkan tangan.

Kin sontak menerima uluran tangan itu. "Aku Kin."

Dahi kin refleks menkerut kala gadis di depannya itu tampak cengo. "Kenapa? Namaku kedengaran aneh?"

Nana terkesiap. Satu senyum canggung tercetak. "Hehehe. Kayaknya," jawabnya tanpa dosa.

Kin mendengus lantas menarik tangannya. "Na, sebagai permintaan maaf aku anterin kamu pulang, ya?" tawar Kin begitu saja.

Nana menggeleng. "Nggak usah. Rumahku udah kelewat. Kamu juga nggak akan bisa puter balik, gangnya terlalu sempit."

"Iya, ya. Aku minta nomor kamu kalau gitu."

"Buat apa?"

"Buat nambah temen cewek aja, sih" jawabnya enteng.

Nana sontak memukul pelan lengan cowok berjaket hitam itu. "Dasar buaya kepang." Namun Nana tetap menarik handphonenya dari saku. Setelah berkutat sejenak dengan benda itu. Ia sontak menyodorkannya pada sang lawan bicara. "Ini. Tapi jangan godain aku. Aku udah ada pengisi hati."

Kin refleks tertawa sembari menerima handphone Nana. "Pede banget. Kamu nggak usah khawatir."

Nana menaikkan sebelah bibir. "Bagus kalau gitu."

Kin mengembalikan handphone Nana lantas melirik jam. "Ya udah. Aku mau pulang. Minggir ke tempat yang aman," ujar Kin sembari berbalik badan.

Nana hanya mengangguk dan melangkah ke tepi gang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 21, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Your ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang