Untuk sampai di titik ini aku mengorbankan banyak hal
Source : Pinterest
Tiba-tiba handphoneku berdering rasanya ingin kuangkat tapi mengingat aku sedang di bus kota sepertinya tidak etis menganggatnya apalagi sedang berdesak-desakan. Niatku akan kumatikan saja lagipula siapa yang akan menelpon ketika hari sudah mulai gelap dan gemuruh petir mulai terdengar. Tapi semua itu tentu urung ketika melihat siapa yang menelpon.
Bu Liana
Día merupakan pemilik dari perusahaanku bekerja sekarang. Pasti ini merupakan sesuatu yang darurat, karena biasanya día tidak menelponku tapi hanya memberikan pesan. Baiklah akan kuangkat dan menyarankan untuk menggunakan fitur pesan saja.
"Halo Jane,"
"Iya bu? Bu maaf saya sedang dalam bus, tidak bisa menerima telpon,"
"Oke Jane, ibu chat aja,"
"Baik bu"
Bu Liana langsung mematikan telponnya, 30 detik berselang ada notif masuk darinya.
From: Bu Liana
"Jane, besok jam 8 ada kegiatan pelepasan KKN di Pendopo Timur, tolong liput ya."
To: Bu Liana
"Siap bu"
Bersyukurlah meskipun besok hari selasa tapi semua mata kuliahku daring. Karena dosennya pun memiliki kepentingan pribadi jadi memutuskan untuk menggunakan pfatform video conference. Di semester empat kali ini sebenarnya aku banyak tugas, tapi kebutuhan hidupku tidak bisa berenti jadi aku harus menjalankan kewajibanku di perusahan milik Bu Liana.
Meskipun sedang berkuliah tapi aku memutuskan untuk bekerja, lumayan untuk memenuhi ku membeli buku kuliah yang harganya tidak main-main. Bekerja sambil berkuliah, mungkin bagi sebagian orang ingin melakukannya. Tapi sumpah, itu adalah hal yang cukup melelahkan, dimana kamu harus membagi waktumu antara kuliah dan bekerja. Terkadang salah satu diantaranya harus mengalah. Entahlah memang seperti itu.
Kali ini aku berkesempatan untuk bekerja di salah satu media local yang pemimpinnya adalah Bu Liana. Begitulah aku memanggilnya, Bu Liana. Meskipun sudah berumur dan memiki putri yang usianya di atas ku satu tahun tapi perawakan dia jauh dikatakan lebih muda dari usianya. Dengan tubuh ramping kecil serta kulit putih menambah kewibawaan Bu Liana.
Di penghujung November ini merupakan bulan keempatku, setelah 3 bulan training dan mendapatkan name tag ini. Memang rasanya Lelah, tapi itu cukup menyenangkan dapat membuatku lupa akan luka perpisahan dengan dia, Lana.
Sekitar dua halte lagi aku akan turun dari bus kota ini. Meskipun hanya duduk tapi rasanya lelah sekali. Bergelut dengan narasumber yang tidak kooperatif adalah salah satu tantangan dari pekerjaan ini. Ingin rasanya seketika menghilang dari bumi. Tapi ku ingat siapa yang akan memeluk Cebing di rumah ketika aku hilang. Oh iya, Cebing adalah boneka beruang kesayanganku, jika aku tidur di rumah pasti aku akan memeluknya sebelum tidur. Rasanya hangat dan menenangkan meskipun dia tidak merespon apapun.
Baiklah, memikirkan ingin menghilang dari bumi sepertinya cukup sulit, kini aku bersiap untuk turun karena halteku segera tiba. Ibu-ibu yang tadi disebelahku pun sama denganku, bersiap untuk turun. Baiklah, pintu sudah dibuka dan ku melangkahkan kaki di halte tujuanku.
Ternyata benar, ibu tadi juga turun kemudian menyapaku.
"Eh, turun di sini juga ?"
"iya bu, ibu juga?"
"Iya, mau ketemu sama ponakan dulu,'
"oh iya bu, hati-hati saya duluan,"
Kemudian aku segera keluar dari halte, untuk sampai di kostanku sebenarnya membutuhkan waktu sekitar tujuh menit apabila berjalan kaki. Meskipun aku bisa memesan ojeg online tapi atau ojek yang ada di sekitar halte, rasanya sayang untuk mengeluarkan uang.
Kuputuskan untuk berjalan kaki saja, meskipun risiko kehujanan di jalan besar. Aku hanya berdoa supaya hujan turun Ketika kusudah sampai di kostanku. Dengan Langkah kecil dan terburu-buru aku menapaki trotoar, mungkin butuh sekitar 5 menit lagi sampai.
Motor berlalu-lalang dengan kecepatan cepat seperti dikejar hantu. Mereka takut jika hujan turun dengan lebat. Karena beberapa hari kemarin hujan lebat disertai petir berkunjung ke kota ini. Aku tidak paham mengapa setiap sedang terburu-buru tali sepatuku selalu lepas, jadi aku menyisi sebentar dan membetulkan tali sepatuku.
Sepatu berwarna putih ini sudah hampir setahun menemani langkahku, día selalu dapat diandalkan ya meskipun memang selalu lepas talinya. Tapi sepertinya itu karena ulahku yang tidak terlalu kuat mengikatnya.
Kembali menapaki trotoar, tetes air hujan sudah mulai terasa di kepalaku. Tidak lama lagi akan turun hujan. Kuputuskan untuk berlari demi sampai kostan sebelum hujan lebat.
Cuaca selalu mengingatkanku pada Lana. Apalagi di tengah hiruk pikuk kota dan menapaki trotoar ini. rasanya ku kembali lagi pada momento ketika aku dan día seringkali pulang bersama.
***
Bagiku kisah ini akan berakhir jika mengenangmu tak sesakit dulu
22.5.22
KAMU SEDANG MEMBACA
LANA DAN JANE
Teen FictionSejauh apapun aku melangkah untuk menjauhimu, titik terakhirku selalu berbalik lagi padamu. Lana, sosok sempurna dimataku, sulit sekali mencari kesalahan darimu. Sulit sekali rasanya untuk tidak mengetahui kabarmu, sulit rasanya jika semua hal harus...