Surat izin

22 11 19
                                    

"Mau tidak?" 

"Mau apa?" teriak Naya dari jok belakang motor Akar.

Mereka berdua sedang dalam perjalanan pulang, tapi bukan Akar namanya jika tidak di ajak mutar-mutar kota dahulu. Seperti sekarang ini, entah akan ke mana lagi Naya di culik oleh Akar. 

"Kamu jawab dulu, mau atau tidak?"

"Aku ngga bakal jawab sebelum pertanyaannya jelas."

Bukannya menjawab dengan pertanyaan yang lebih jelas lagi, tapi ia malah menambah kecepatan motornya agar segera sampai ke rumah Naya. Karena ia sendiri pun bingung jika harus mengatakan apa yang ingin ia utarakan. Jadi sebaiknya, ia antar gadis taurus yang berada di boncengannya ini terlebih dahulu, baru ia pikirkan lagi apa yang akan ia utarakan.

Namun, aksinya itu justru membuat gadis yang sedang ia bonceng terkejut. Bagaimana tidak? Dirinya sedang menikmati langit jingga petang itu, tapi tiba-tiba motor yang membawa dirinya melaju dengan sangat kencang.

"Akar... Pelan-pelan bawa motornya. Aku takut!"

***

"Hah! Dasar Akar sialan. Jantungku mau copot rasanya," umpat Naya.

Sedari tadi Naya terus mengumpat tentang Akar, "Besok-besok ngga ada lagi yang namanya pulang bareng cowok sinting. Hah! Sudah jelas-jelas dia sinting, tapi kenapa aku masih saja mau pulang bareng dengan dia."

Naya teringat dengan seseorang yang membuat dirinya terjebak dengan pemuda sinting itu hari ini. Dirinya benar-benar kesal, mungkin setelah ini ia akan terkena penyakit darah tinggi gara-gara pemuda itu.

"Anke, iya aku harus marah sama dia. Enak saja dia berdua-duaan dengan Liam, sedangkan aku dijadikan tumbal sama mereka berdua. Lihat saja jika ketemu, akan aku jitak kepala mereka." Naya masih terus menggerutu disela-sela kehebohannya mencari keberadaan ponselnya.

Setelah menemukan keberadaan ponselnya ia langsung saja membuka aplikasi berwarna hijau itu, berniat akan marah kepada Anke atas kejadian hari ini, tapi yang ia temukan adalah pesan berderet dari Akar yang sangat-sangat mengganggu mata.

'Coba buka tas kamu, aku ada taruh sesuatu tadi saat kamu pergi ke kamar mandi'

'Kalau sudah ketemu, dibaca ya. Jika sudah dibaca kabari aku, Oke peri taurus?'

'Jangan lupa istirahat dan jangan minum kopi lagi'

Begitulah kira-kira isi pesan dari Akar. Sontak saja Naya langsung mencari tas sekolahnya untuk mencari apa yang Akar taruh di dalamnya. Tasnya ketemu dan barang yang Akar taruh di dalam tasnya juga sudah ketemu. Ternyata sebuah surat. 

"Surat izin?" Naya bertanya-tanya pada dirinya sendiri ketika membaca tulisan yang ada di depan sampul suratnya.

'Halo peri taurus. Sudah suka aku belum? Jika belum, kira-kira kapan mau mulai sukanya? Ngga perlu dijawab sekarang kok, kapan kamu mau aja. Aku bakal tungguin. See you peri taurus, jangan galak-galak, nanti cantiknya lari.'

"Laki-laki ini memang benar-benar ya, kenapa selalu ada saja sih kelakuannya." Naya tidak tahu harus menanggapi seperti apa surat Akar barusan. 

Karena kalau ia boleh jujur, ia masih sangat ragu untuk memulai hubungan yang baru. Apalagi harus mengenal orang baru lagi, harus cari tahu lagi apa yang ia suka, apa yang ia tidak suka. Dan Naya membenci itu, ia benci hal-hal tentang perkenalan.

Ia benci pertemuan. Ia benci orang baru. Baginya orang baru hadir hanya untuk menyingkirkan orang lama saja. Dan Naya membenci sesuatu yang hadir dengan tugas menggantikan orang lama. 

Egoiskah jika ia tidak ingin menerima orang baru lagi dihidupnya? Salahkah jika ia menutup rapat-rapat pintu rumahnya itu untuk orang baru? Ia hanya butuh waktu untuk berbenah dari rumah yang lama ke rumah yang baru. 

Jika memang iya, biarlah ia menikmati keegoisannya itu sampai ia benar-benar sadar dengan semuanya. Bahwa hidup bukan hanya tentang masa lalu.

***

Pagi ini, tidak ada pesan dan tidak ada panggilan suara dari Akar. Mungkin pemuda itu malu karena suratnya tidak dibalas.  Setidaknya hari ini Naya bisa bebas dari gangguan pemuda itu dan ia berharap benar-benar terbebas selamanya.

Hari ini ia juga berangkat pagi-pagi sekali. Selain untuk menghindar dari Akar, ia berangkat pagi-pagi sekali karena tugas yang harusnya ia kerjakan di rumah belum selesai. Inilah Naya, gadis taurus yang akan berangkat pagi-pagi sekali hanya untuk mengerjakan tugasnya yang belum selesai.

Sangat berbeda sekali dengan Anke. Gadis itu sangat teratur hidupnya, apa pun itu sudah harus terencana. Maklum saja, ia sih gadis virgo yang sangat pemilih, yang apa-apa harus di pikirkan secara matang. 

"Gimana semalam sama Akar? Seru?" tanya seseorang.

Naya yang sedang mengerjakan tugasnya, kini beralih mendongakkan kepalanya untuk melihat siapa yang berbicara. Tanpa melihat siapa yang berbicara pun sebenarnya Naya sudah tahu siapa yang berbicara, ia hafal betul dengan pemilik suara itu. 

"Itu pertanyaannya untuk aku, atau kamu?" tanya Naya.

"Untuk kamulah Nay, masa untuk aku."

"Yang pacaran 'kan kamu sama Liam, bukan aku An."

Ya, seseorang yang tadi bertanya adalah Anke, gadis virgo yang saat ini sedang menarik satu bangku kosong yang ada di samping Naya.

"Memangnya kamu ngga?"

Naya hanya diam tanpa menjawab apa sedikit pun.

"Nay... Udah dong. Jangan berharap sama Dava lagi, kan sekarang sudah ada Akar yang pasti," bujuk Anke.

Sebenarnya ia kasihan melihat Naya yang terus-terusan berada di masa lalu, tanpa berniat beranjak. Sudah sering ia ingatkan untuk jangan terpaku pada masa lalu, mau sehebat apa pun itu masa lalunya, tapi memang dasar Naya yang memang keras kepala, jadi Anke memilih menyerah saja. 

"Aku ngga bakal berhenti, sebelum aku ketemu sama Dava, An."

Kalau sudah begini, Anke pun tidak akan bisa melarang Naya.

Bersambung...

***

Sampai jumpa di bab selanjutnya!!
Terima kasih karena sudah berkenan membaca. Jangan lupa vote sama komen ya sebagai tanda berkunjung. See you in the next chapter.

Akar and NayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang