"Kenalin, dia Kaivan. Junior sekaligus rekan dalam karir permodelan gue." Gio menjelaskan, disusul Kaivan yang menunduk sopan. "Nah, Kai. Ini abang gue, namanya Star."
"Bintang. Nggak pake ditranslate," ralat sang empunya nama.
Kai menimbrung untuk melunakkan suasana. "Salam kenal, Bang."
"Hm. Kaivan, lo boleh masuk dan duduk di sofa. Sementara lo, harus dikarantina dulu di sini," pungkas Bintang tertuju Gio. Mengambil alih koper adiknya dengan menggunakan sarung tangan karet.
Beberapa saat dia menyemprotkan disinfektan spray berkali-kali ke seluruh barang bawaan Gio.
"Eh, woi. This is not fair! Yang tamu itu dia, yang adik itu gue."
"Sejak kapan gua anggap lo sebagai itu?"
"Bang Bintang!"
"Giovanka!" Bintang balas membentak. "Tutup mulut lo, renungkan segala dosa di lantai sini untuk 30 menit ke depan, baru gue bersedia menerima lo menempati tempat ini."
Bukan. Bukannya Bintang tak pernah sudi mengakui adiknya sejak lahir dan seumur hidup. Hanya saja, Bintang jadi agak alergi dengan Giovanka semenjak anak itu masuk ke dunia gelap profesi model yang liar, dan keduanya hidup terpisah sejak saat itu.
Bintang yang jadi tak memiliki sedikit pun kesempatan untuk mengatur hidup Gio, juga kehidupan yang sangat jauh dari pengawasan orang tua, membuat pemuda itu jadi tak terkendali dengan semua kesenangan duniawi juga berbagai jenis kenakalan remaja yang digelutinya.
Mungkin, sedikit saja, Bintang mau menjauhkan pengaruh negatif itu dari kediamannya yang sempurna. Bahkan bayangan adegan indosiar dimana adiknya berselingkuh dengan mudah saja, masih sulit Bintang hilangkan dari ingatan.
Wah, bisa-bisanya dia berselingkuh begitu, dan sekarang sudah santai saja bagaikan nggak terjadi apa-apa.
Bintang tak tahu saja, bahwa yang kemarin itu adalah mantan ke-44 dan ke-45 Gio.
Memang sudah gila.
Gio pun pasrah menurut, duduk bersila di lantai dingin itu sambil bertopang dagu sebal. Bagaimana pun, dia hanya menumpang. Harus sadar diri.
Sementara itu, Bintang meninggalkannya tanpa beban hidup. Mengajak Kaivan berbincang nyaman bahkan sampai menyuguhkan teh hangat pula. Menelantarkan adiknya bagaikan sedang menjalankan hukuman.
Beberapa menit menuju 30 menit saat Bintang menatap ke Gio dan mendapati anak itu bersandar dengan bosan di dinding. Tampak bagai pecundang.
"Giovanka Anderson."
"Paan?"
"Udah cukup, duduk sini."
"Belum. Masih ada tujuh menit lagi."
"Udah nggak perlu. Gue sendiri yang nyuruh udahan."
"Gak ah. Karantina ya tetap karantina. Lo apa gak mau semprot gue sekalian make disinfektan?"
"Ngambek lo?"
"Gak."
Kaivan diam-diam menahan gelaknya. Apalagi kadang kalau terbahak, suara Kai itu bisa mirip lumba-lumba. Sungguh, harmonisasi sepasang saudara di depan matanya ini unik sekali.
Bermaksud melanjutkan aksi usilnya, Bintang pun menyetujui omongan itu begitu saja. "Ya udah sih, terserah kalau mau nunggu tujuh menit lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
INDOOR
Humor[A TXT LOCAL FANFIC] Persaudaraan itu tak selamanya indah, tak selamanya pula terasa sumpek. Relasi pedas manis itu akan terus terjadi seiring waktu berjalan. Akan selalu melekat sehingga kamu akan merasakan bahwa lingkaran tersebut adalah rumah yan...