1.4K 248 35
                                    

Angin berhembus kencang, Jisung menatap kosong bahu suaminya yang kini mengikat rambut pajangnya. Dia beranjang dari tempat tidurnya—tempat sedari tadi dia duduk dan melamun. Akhirnya, dia mengambil alih kuciran rambut Minho, di sisirnya lembut kemudian mengikatnya dengan rapi. Dia beralih pada pakaian perang baja yang kini terpasang di tubuh Minho. Diikatnya kencang, tapi tak membuat sang suami merasa sesak.

Tak ada yang membuka pembicaraan di antara mereka. Hanya Minho terus menyelami wajah Jisung di pantulan cermin yang ada di hadapannya. Jisung mengambil helm perang di atas meja. Tangannya merasa gemetar takut memasangkan helm itu pada Minho. "Han~" dan panggilan itu membuat Jisung lantas menjatuhkan helm yang dia pegang.

"Ya?" Jisung tak tahu mengapa dia merasa begitu gugup. Namun, Minho sepertinya lebih tahu perasaannya dibanding dirinya sendiri. Pelukan hangat itu langsung merengkuh Jisung, membuat hati itu menenang ketika dia mencium aroma tubuh suaminya. "Semua akan baik baik saja."

"Minho, biarkan aku ikut!"

"Tidak."

"MINHO!" jatuh sudah pertahanan Jisung, dia tahu apa yang terjadi hari ini. Lelaki yang dia cintai ini akan terluka parah. Lelaki di hadapannya ini akan merasakan antara hidup dan mati untuk pertama kalinya di hidupnya dalam perang kali ini. Dia tak bisa, tak bisa membiarkan Minho melewatinya sendirian. Dia juga tahu, bagian inilah yang diinginkan Han untuk dia ubah pertama kalinya.

"Min—" bibir itu terbungkam sempurna saat Minho memilih menutup mulut Jisung dengan bibir miliknya. Dia melumatnya lembut, mengecupnya berkali kali—menyicipi rasa yang memang miliknya. Jisung diam, otaknya mencerna apa yang terjadi. Namun, ketika dia menemukan jawabannya, dia tak mendorong tubuh Minho yang mengenakan pakaian perang itu. Dia menarik tengkuk Minho mendekat, memperdalam ciuman mereka.

Han, bantu aku. Bantu aku membuat Minho melewati masa ini tanpa harus terluka. Aku mohon, biarkan aku berada di sampingnya ketika masa itu ia alami. Berikan aku satu keajaiban tak masuk akal seperti sebelum sebelumnya. Kumohon kumohon, aku sungguh mencintainya. Aku sungguh mencintai pria ini.

Minho melepas ciumannya akhirnya, mengecup dahi Jisung cukup lama. "Jangan menangis! Antar aku keluar!" Minho berucap tegas. Jisung mengangguk, dia mengambil kembali helm perang yang tadi berguling di lantai. Dia mengikuti langkah Minho keluar rumah.

Di sana, dia menemukan mertuanya dan para saudara iparnya yang memakai pakaian perang berwarna sama. Mereka semua tampak gagah meski, Hyunjin, Jeongin dan Yongbok terbilang sangat muda menginjak tanah perang. Walaupun, Minho selalu mengatakan dia berperang ketika usianya lebih muda dari Yongbok. Yongbok memeluk erat adik bungsunya— Yeji cukup lama. Dia sejujurnya takut, dia takut inilah terakhir kalinya dia melihat sang adik.

Sementara sang ibu, seolah dia sudah sangat berpengalaman, dia begitu tabah memasangkan helm pada suaminya. Ibu jarinya mengusap wajah Bang Chan dengan lembut. "Aku akan merindukanmu, kembalilah dengan cepat padaku!" Bang Seungmin memberikan mantra kebanggaannya. Membisikkannya tidak hanya pada suaminya, dia juga mengucapkan pada anak anaknya.

Jisung menatap Minho kemudian, ada rasa ragu dibenaknya. Minho memegang tangan Jisung, menuntun tangan itu untuk memasangkan helm di kepalanya. "Minho~" Jisung menatap dalam tepat ke dalam iris kelam Minho dan terdapat keyakinan manis di sana, meyakinkan Jisung bahwa segalanya akan baik baik saja.

"I love you, come back soon~" Jisung terlalu kelu mengucapkan kaliamat itu dengan bahasa yang mampu dimengerti Minho. Dia berbicara dalam bahasa Inggris dan Minho menganggapnya adalah kata kata sakti yang memang di berikan oleh kahyangan untuknya. Jisung memasangkan helm itu, mengusap ukiran sempurna dari Tuhan pada wajah suami tampannya.

"Aku pergi." Jisung kecewa tak ada kata perpisahan cinta di sana. Hanya izin sebagai kewajibannya layaknya suami. Tidak ada kata mencintaimu seperti yang dia mimpikan.

7 General from Bang Family [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang