Haechan duduk, menatap tanpa arti pada setiap pergerakan yang Renjun lakukan, saat ini sahabatnya itu tengah mengemasi barang-barang miliknya sendiri kedalam tas slempang yang akan dia bawa. Keduanya memang berencana untuk segera pulang, karena latihan hari ini sudah usai sejak 1 jam yang lalu.
Tidak ada yang aneh... Hanya saja...
"Kamu... Akan terapi lagi hari ini?".
Pertanyaannya langsung dibalas dengan anggukan mantap oleh Renjun. Bagus, sahabatnya kini akhirnya mulai berani menghadapi ketakutannya sendiri. Hanya saja, satu yang Haechan aneh kan... KENAPA HARUS SETIAP HARI JUGA TERAPINYA!?
Kemarin-kemarin saja, Renjun masih ketakutan untuk menghadapi Jaemin, seolah setiap langkah yang pemuda itu ambil begitu berat, hingga butuh waktu lama untuk sampai ke tujuan (RSJ). Tapi sekarang? Dia seolah menanti waktu untuk pergi kesana, bertemu dengan pria itu. Haechan kan jadi merasa aneh.
"Kamu serius? Setiap hari??? Bukannya kamu masih takut ya?".
Renjun menoleh dan menatap pada Haechan yang duduk di sofa dengan wajah mengkerut tidak suka. Dia seperti menangkap maksud lain dari rentetan pertanyaan sang sahabat. Terkesan... Seperti tidak mendukungnya menjalani terapi.
Dulu, ketika dia selalu menolak untuk menemui Jaemin demi terapi, Haechan adalah orang pertama yang selalu memberi dia semangat dan saran untuk menerima hal tersebut, tapi sekarang mengapa pertanyaan dari si pemuda tan itu terkesan tidak mendukungnya saat ini.
"Ada apa memangnya? Bukannya dulu kamu dan Kakek yang selalu mendesakku untuk melakukan terapi ini?".
Kini Haechan yang balas menatap Renjun dengan wajah yang berkerut tidak suka, mendengar jawaban yang dibalas dengan pertanyaan itu membuat dia sedikit... kesal, mungkin?
Sepertinya ada kesalah pahaman diantara mereka.
"Bukan begitu maksudku Injuniee... Bagus kalau kamu sangat rajin terapi. Aku hanya bertanya, apa terapi nya setiap hari? Sebenarnya aku hanya mengkhawatirkanmu, karena kemarin-kemarin kamu masih ketakutan".
Renjun menyampirkan tas slempangnya dibahu kiri, dia menghampiri Haechan yang duduk di sofa dan ikut mendudukan dirinya di samping sang sahabat. Setelah duduk, Renjun berpikir sejenak dalam diam, dia memikirkan perkataan Haechan barusan.
Tentang ketakutannya dan jadwal terapi, ada beberapa hal yang belum Renjun ceritakan pada Haechan secara lengkap mengenai hal tersebut, dikarenakan keduanya terlalu sibuk oleh latihan persiapan untuk debut mereka sebagai duo penyanyi sebentar lagi.
"Kalau ditanya... Aku masih takut atau tidak, tentu saja aku masih takut setengah mati saat berhadapan dengannya, tapi yang namanya terapi memang begitu, kan? Mau kita takut setengah mati pun, tetap harus kita hadapi, supaya nanti rasa takut itu perlahan menghilang".
Haechan mengangguk setuju, apa yang dikatakan Renjun memang benar, tapi tetap saja dia khawatir. Di tambah Renjun selalu menolak untuk ditemani terapi olehnya.
"Dan mengenai jadwal terapi, aku hanya mengikuti permintaan Kakek untuk datang setiap hari selama satu bulan ke depan, supaya aku terbiasa dan kondisi Jaemin sedikit membaik. Lagi pula yang perlu di obati bukan hanya aku, tapi Jaemin juga".
Haechan kembali mengangguk paham, dia paham betul akan keadaan Jaemin saat ini, berkat Renjun yang bercerita waktu itu. Dia hanya merasa khawatir akan kosndisi sahabatnya, jika setiap hari harus berurusan dengan Jaemin. Tapi melihat Renjun yang terlihat baik-baik saja saat ini membuat Haechan merasa lega.
"Sudah paham kan? Sekarang aku harus pergi. Kakek sudah menungguku cukup lama, aku tidak mau kena omelannya".
"Ya sudah sana! Pergi, pergi, husssh!".
KAMU SEDANG MEMBACA
After Bully [JAEMREN ft. Nohyuck]
Novela Juvenilsequel story of 'Bully' Semua orang mungkin berpikir bahwa Renjun sudah gila, mencintai orang yang dulu telah menyiksanya hingga trauma berat. Tapi apa boleh buat? Cinta ada dan tumbuh seperti rumput liar, walau sudah dibasmi dengan cara ditebas, di...