1

4.1K 422 43
                                    

"Dengan ini saya tetapkan bahwa tersangka Lee Jeno akan dikenai hukuman sekurang-kurangnya 12 tahun penjara. Sementara tersangka Na Jaemin dinyatakan memiliki gangguan jiwa dan saya putuskan untuk memasukan nya ke dalam sel tahanan rumah sakit jiwa sampai masa hukumannya berakhir. Putusan sudah ditetapkan dan sidang hari ini telah... Berakhir".

Tok! Tok! Tok!

Suara ketukan palu pengadilan menggema di seluruh penjuru ruangan, setiap ketukannya mengiringi tangis dan juga helaan nafas lega dari sebagian orang.

Keputusan tersebut tetapkan, karena kedua tersangka yang bisa dikatakan sudah cukup umur untuk menjalani hukuman. Maka pengadilan memutuskan, bahwa satu bersalah dan satunya lagi mengidap gangguan mental. Dengan begitu diharapkan semua pihak merasa puas dan adil.

Haechan berdiri dari duduknya, dengan wajah tanpa ekspresi, dia lalu berbalik dan pergi tanpa berkata apapun. Dirasa sidang sudah berakhir, perannya pun disini otomatis sudah selesai, maka dia memutuskan untuk pergi dari sana.

Alasan sebenarnya Haechan memilih untuk pergi adalah pertama dia muak karena terus ditatap oleh seseorang yang duduk tidak jauh dari posisinya, kedua dia harus segera pergi dan menemani Renjun untuk melaksankan terapi dan konsultasi bersama Dokter.

"Ibu, aku pergi duluan, aku harus menemani Renjun".

Ucap Haechan saat sampai di hadapan Ibu, Ayah, beserta keluarga Renjun yang datang mewakili. Wanita paruh bayah yang di mintai izin pun hanya bisa mengangguk, sebelah tangannya terangkat untuk mengusap pucuk kepala sang putra dengan lembut.

"Pergilah. Temani sahabatmu itu, Ibu juga tidak suka kamu terlalu lama berada disini, karena penjahat itu terus menatap kearahmu. Kami akan segera menyusul setelah menyelesaikan beberapa urusan disini".

Haechan mengangguk, dia tersenyum kecil pada seluruh anggota keluarganya sebelum pergi dan terakhir mengangguk yakin pada sang Ayah yang menatapnya penuh kecemasan.

"Apa perlu Ayah temani?".

Semua orang maklum dengan sikap Ayah Haechan yang berubah menjadi sangat protektif pada sang putra. Pria paruh bayah itu sudah pernah kecolongan satu kali, maka tidak akan dia biarkan hal-hal seperti kemarin kembali terjadi dan menimpa putra sulung satu-satunya tersebut lagi.

"Ayah~~~! Tidak akan terjadi apapun lagi mulai sekarang. Bukannya Ayah dan Ibu harus menandatangani beberapa dokumen pengadilan? Jangan khawatir oke?".

Ibu Haechan pun ikut memberikan pembelaan untuk sang putra dengan membujuk dan meyakinkan suaminya, kalau anak mereka akan baik-baik saja pergi sendirian. Setelah banyaknya rengekan serta rayuan dari istri dan juga sang anak, akhirnya Ayah Haechan mengangguk pasrah.

Walau dengan hati, dia tidak ikhlas, terpaksa melepaskan putranya pergi sendirian.

"Aku pergi, kalian segera menyusul ya?".

Dibalas anggukan oleh kerluarganya serta keluarga Renjun. Haechan pun pergi dengan langkah lebar-lebar, mengabaikan tatapan sendu dari Jeno yang selama persidangan tidak pernah sekalipun mengalihkan pandangan darinya.

Betapa menyedihkan nya pria satu itu, dia hendak bangkit untuk menyusul langkah Haechan sebelum kian menjauh, tapi belum sempat lututnya menegak. Kedua bahunya sudah di tekan untuk kembali duduk ditempat oleh dua petugas keamanan.

Jeno hanya bisa pasrah ditempatnya, yang dia inginkan hanya waktu 5 menit untuk berbicara berdua saja dengan si manis, menyampaikan kata-kata maaf untuk terakhir kalinya sebelum dia masuk ke dalam sel tahanan.

Tapi apalah daya, jangankan meminta waktu 5 menit, meliriknya saja... Pemuda manis itu tidak mau barang sebentar pun.

Lagi-lagi Jeno hanya bisa pasrah ketika dua petugas keamanan kini mulai menggiring nya menuju ke ruang sel tahanan. Pasrah, sama seperti sebelumnya, saat persidangan berlangsung. Dia tidak menyangkal atau membantah semua tuduhan yang melayang padanya, karena semua itu benar dan murni kesalahan yang telah dia perbuat.

After Bully [JAEMREN ft. Nohyuck]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang