56. Bound to Falling In Love

4.3K 567 65
                                    

"SEMALEM, lo kemana?"

Agatha yang baru saja selesai meneguk air mineral yang Hages sodorkan menoleh kearah laki-laki itu dengan mulut yang dipenuhi air. Agatha kemudian menelan air itu, dan mengelap mulutnya menggunakan tangan. Senyum gadis itu langsung merekah, lebar dan indah seperti bunga yang baru saja mekar di musim semi.

Sial, Agatha begitu meresahkan dengan senyumnya yang manis itu.

"Nginep dong, di rumah camer." Agatha membalas dengan nada sombong, kemudian mendekat kearah Hages dan berbisik pelan. "Ayahnya Alaska itu ternyata temennya Mama. Duh, hidup gue beruntung banget dikelilingi orang-orang yang udah baik, ganteng lagi."

Hages terdiam sebentar, kemudian menatap Agatha. Jika melihat nama belakang Alaska selama ini, Hages tahu siapa yang Agatha maksud. Pasti itu Jeviarka Abdinegara, pebisnis sekaligus owner beberapa brand fashion ternama di negeri ini. Dan besar kemungkinannya, bahwa keluarganya juga mengenal keluarga Alaska.

"Kok diem? Lo kenapa?" Agatha menatap Hages tidak mengerti, "Tadi aja muka lo nyolot banget pas liat gue masuk kelas."

Hages menatap datar gadis itu, kemudian mendorong pelan dahi Agatha yang begitu dekat padanya. Laki-laki itu membuang napas pelan, entah, ada sesuatu yang mengganjal hatinya tetapi dia bingung untuk mengatakannya pada Agatha.

"Lo udah pacaran sama dia?" Hages bertanya, tidak perlu berbisik karena keadaan kelas yang ramai— guru belum masuk ke kelas mereka.

"Dia?" Beo Agatha.

"Ketua geng itu.. lo udah pacaran sama dia?" Hages mengulangi, menatap Agatha tepat pada matanya. "Kalian keliatan deket akhir-akhir ini, kemana-mana selalu bareng. Kalian beneran pacaran?"

Agatha mengerjap pelan mendengar nada suara Hages yang terdengar berbeda. Seperti tengah menahan sesuatu agar tidak keluar dari mulutnya, sesuatu yang mungkin akan keduanya sesali jika Hages membuka suara.

Si gadis mengulum senyum, "Belum. Tapi semoga segera."

Yah, memangnya apa yang bisa Hages harapkan? Sejak awal kehadirannya memang sudah terlambat. Benar kata Alaska, banyak hal dalam hidup Agatha yang sudah berubah, tidak hanya kepribadiannya tetapi apa-apa saja yang ada disekitar gadis itu benar-benar berbeda jauh dari apa yang dia lihat bertahun-tahun lalu.

Hages kemudian memejamkan matanya sesaat, laki-laki itu menoleh kearah jendela karena dia memang bertukar posisi duduk dengan Agatha— sebenarnya tidak, tadi Hages kira Agatha tidak datang jadi ia memilih duduk dibangku gadis itu yang mepet dengan jendela.

Angin sepoi menerbangkan rambut Hages, tapi pandangannya malah jatuh pada segerombolan anak laki-laki di lapangan bawah yang sedang bermain basket dengan baju putih yang sudah dilepas, menyisakan kaos hitam sebagai dalaman. Yah, cuma anggota Redmoon yang bisa semena-mena di sekolah ini. Ingatannya kemudian merambat jatuh pada ingatan tadi, mengingat bagaimana laki-laki yang selalu mendominasi dan ditakuti itu mengancam dirinya.

Bagi Hages, Alaska tidak lebih dari seorang laki-laki brengsek yang memanfaatkan cinta Agatha. Menjadikan rasa itu untuk menahan Agatha untuk tidak pergi sementara dirinya sendiri bebas dan mencintai orang lain. Hages berdecih pelan, apa semua anak anggota geng memang sesombong itu?

"Ges, gue gak tau lo ada masalah apa sama Alaska. Tapi kalau ternyata itu karena gue, tolong jangan kelewat batas."

Suara alun Agatha terdengar, membuat Hages menoleh untuk kembali menatap Agatha. Laki-laki itu berniat membuka mulut, tetapi kembali terkatup saat Agatha kembali membuka mulutnya untuk melanjutkan.

"Lo.. cuma sebatas orang yang baru datang dihidup gue, jadi jangan cepet-cepet simpulin sesuatu." Gadis itu menatap Hages, tersenyum simpul. "Apalagi kalau itu menyangkut soal Alaska.. dan kenapa gue bisa secinta itu sama dia."

[✓] Candala | Jeno ft. KarinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang