40. Pranata's Son

5K 554 43
                                    

TANGAN yang sedikit berurat itu terangkat, mengarahkan sebuah benda bergerigi pada kepalanya lantas merapikan rambutnya pelan-pelan dan sangat berhati-hati. Laki-laki itu kemudian memiringkan wajahnya, berkaca sambil berekspresi ria, memerhatikan setiap inci wajahnya dan kemudian tersenyum puas kearah cermin.

"Yang namanya Hages Pranata emang gak pernah jelek."

"Beuh, cetakan Pak Nata sama Bu Ghea emang tidak pernah gagal, ini kalau diedit pake sound yang ada Habibi- nya itu pasti lebih mantep."

Laki-laki itu masih saja menyombongkan diri, menaik-turunkan alisnya kemudian merapikan kembali rambutnya yang sedikit gondrong. Mengabaikan sosok wanita dibalik layar telefon yang menggelengkan pelan melihat kelakuan anak laki-lakinya yang memang aneh itu.

"Ges kamu gak berangkat sekolah? Udah siang ini, katamu sekolah yang baru peraturannya ketat."

Hages tidak menoleh, masih setia memerhatikan wajahnya dalam cermin padahal tidak ada yang berubah sama sekali. Matanya masih dua, hidungnya masih berlubang dua, mulutnya masih satu, dan giginya tidak ada yang berkurang satu pun.

"Hages Pranata."

"Bentar Bun, ah elah. Lagi ngaca nih, biar anakmu ini nambah ganteng, kalau ganteng kan gak susah nyari mantu buat Bunda." Hages menjawab sambil merapikan rambutnya, menyentuhnya sedikit-sedikit.

Diseberang, Ghea memutar bola mata malas. Tidak di rumah, tidak di apartemen anaknya tetap sama saja ternyata. "Buruan selesaiin, jangan kebanyakan ngaca. Mau ngaca sampe besok juga mukamu kayak gitu-gitu aja. Gak akan nambah apa-apa."

Mendengarnya Hages merengut, kemudian laki-laki itu membalikkan badan dan meraih ponselnya yang semula ia sandarkan pada pajangan. "Bunda mah sama anaknya gak pernah muji yang bagus-bagus."

"Bunda udah pernah muji sampe gigi kamu kering karena nyengir terus ya Ges." Balas Ghea sambil memutar matanya malas.

"Kan kurang Bundaaaa... Anak orang lain selalu dianggep ganteng sama Ibunya. Masa Bunda enggak sih?!"

"Ya kan itu orang lain, bukan Bunda. Kamu kalau emang haus pujian sana jadinya anaknya tukang sayur keliling yang biasanya lewat didepan komplek. Biasanya dia muji kamu ganteng mulu setiap Bunda beli."

Hages menyebikkan bibirnya, "Itu mah jatohnya strategi marketing biar Bunda langganan sama dia."

"Yaudah kamu diem aja. Jangan kayak orang haus pujian gitu deh Ges, siapa yang ngajarin?" Ghea menatap Hages, tangannya mengoleskan selai coklat keatas roti— itu yang Hages lihat dari layar ponselnya.

"Ayahmu juga dulu ganteng gak minta pujian terus."

"Ya kan itu Ayah. Aku kan nurun Bunda yang selalu haus konfirmasi."

"HAGES!"

"Bercanda Bun Ya Allah, dari kemarin aku diteriakin mulu perasaan. Gak Bunda gak Agatha semuanya pada kayak macan habis beranak." Gerutu Hages.

"Eh Agatha? Kamu udah ketemu dia?" Ghea mendadak menatap Hages penuh.

"Udah, noh jadi tetangga unit rada gak tau diri."

[✓] Candala | Jeno ft. KarinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang