64. The Pioneer

3.6K 524 121
                                    

Happy reading!

BRAK!!!

Meja itu digebrak dengan keras, Arlan Wardana sudah dikuasai emosi pagi ini. Wajahnya merah padam dengan napas memburu kencang, sedang dihadapannya Alaska dan Jeviarka nampak tenang, pun dengan Agatha dan Cakra yang malah saling pandang dan tersenyum tipis.

"Meja mahal loh itu Pa.." Agatha mencicit pelan, ada senyum seperti mengejek yang gadis itu tunjukkan. "Itu hadiah dari kolega Butik Mama yang di Paris, jangan dirusak. Papa gak bisa ganti entar."

Mata Arlan menyilat tajam kearah Agatha, pria itu kemudian menegakkan badannya dan menghampiri Agatha dengan langkah lebar. Tangannya bergerak meraih rambut Agatha yang untungnya ada Alaska yang langsung pasang badan dihadapan Agatha.

"Weits, Pa tenang Pa. Kalau Papa pukul aku sekarang, gak cuma Mami Rania yang ditangkep, Papa juga." Agatha menatap Arlan dan tersenyum, "Udah kan? Aku udah panggil dia Mami, Papa seneng gak istri barunya udah aku akuin?"

Arlan mendesis, menatap Agatha penuh amarah dan kebencian. "Anak kurang ajar."

"Ya jelas, kan Papa juga suka kurang ajar sama orang lain. Sebagai anak yang berbakti, aku juga harus niru Papa dong."

Sahutan santai Agatha barusan sontak membuat Alaska menatap gadis itu dengan tatapan tajam. Tidak mengerti jalan pikiran Agatha yang sungguhan diluar nalar. Alaska baru akan memulai rutinitasnya pada akhir pekan saat gadis itu tiba dan langsung mengajak Alaska pergi, begini katanya.

"Ska, aku mau nangkep hewan liar hari ini. Ikut aku yuk."

Siapa yang sangka jika gadis itu sungguhan membawa surat perintah penangkapan terhadap Rania Mandani dan penggeledahan terhadap rumah yang mereka tempati. Pun dengan Ayahnya yang malah langsung menawarkan diri untuk melihat hal ini bersama Om Cakra.

Alaska tidak habis pikir. Dia bahkan baru saja membicarakan rencana selanjutnya bersama Sagara, tapi gadis itu bahkan sudah bergerak lebih dulu.

"Punya bukti apa kamu?!" Suara Arlan bergema keras di rumahnya sendiri. Disampingnya ada Gavin yang hanya berdiri diam dengan tatapan kosong, sedangkan Rania sudah dalam perjalanan ke kantor Polisi.

"Banyak sih," Agatha menyahut santai, "Papa mau tau yang mana dulu nih?"

"Sialan."

Itu umpatan Gavin yang membuat Agatha menatapnya dengan mata yang mengerjab pelan, kemudian tersenyum tipis yang syarat makna. Gadis berambut panjang yang saat ini menggunakan cardigan berwarna putih tulang itu terdiam sebentar kemudian menggumamkan kata maaf perlahan— yang tentunya tidak dapat didengar siapapun.

"Berani-beraninya kamu melakukan ini pada Ayah kamu sendiri?! Mau jadi anak durhaka kamu?!"

Agatha mengerjap pelan, kemudian terkekeh pelan. "Ya gimana ya Pa, aku gak mungkin jadi anak durhaka kalau Papa juga gak ngasih contoh begitu.."

Sedangkan Jev yang mendengarnya mengulum senyum bangga. Agatha dan Shamira sama-sama memiliki keberanian yang besar, dan bisa jadi, keberanian yang Agatha miliki lebih besar dari Shamira dulu. Gadis itu terlihat tidak menakuti apapun kecuali Tuhan.

"Lebih baik mengaku saja, Arlan. Bukan cuma Agatha, saya juga memegang bukti kalau kamu mau tahu." Jev bersuara, kemudian tersenyum tipis. "Ingat, semua kebenaran soal Irene Nathalia ada pada saya."

"Brengsek! Kenapa kalian semua masih hidup?!"

"Waduh, emang Papa siapa sampe berani tanya kaya gitu? Mau nyaingin Tuhan, kah?" Agatha bertanya, kemudian terkekeh pelan. "Kalau gitu, bakal jawab deh."

[✓] Candala | Jeno ft. KarinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang