Kebaya.

2 1 0
                                    

"sebenarnya ada apa?"

Wanita yang ingin mengangkat cangkir tehnya urung ketika mendapat pertanyaan dari sosok pria tinggi di hadapanya.

Suasana pagi yang sibuk di luar kedai tak mampu membuat pria itu berhenti bertanya.

"kita hampir sampai di kampung halam mu, bagaimana caranya kita buat acara adat saat kamu bersikeras tidak mau pakai kebaya" Pria itu semakin blak-blakan.

Sebelumnya mereka mengadakan acara akad dan resepsi sederhana dikota tempat dua insan itu bertemu. Meski telah membawa keluarga besar dari kedua belah pihak untuk hadir namun orang tua mereka tetap ingin acara adat juga di laksanakan di kampung halaman.

Wanita itu tak masalah dengan adatnya, ia hanya minta agar tidak pakai kebaya. Namun sudah jadi tradisi untuk pakai kebaya saat melaksanakan adat.

Sudah dua bulan sejak resepsi selesai, si Pria sebenarnya tidak masalah untuk menunggu lebih lama agar istrinya siap. Tapi tekanan dari keluarga juga membuat mereka lelah.

Dan sampai saat ini keputusan istrinya belum berubah, acara mereka akan terlaksana tanpa kebaya.

Dari pada menjawab ia lebih memilih untuk melihat keluar melalui kaca di sampingnya. Bukan kesal atau marah karena merasa ditekan oleh sang suami tapi karna ia tidak tau cara menjelaskan alasanya.

"saya trauma" katanya sembari masih memandang jauh ke luar kedai. Tak mampu sedikit pun menatap sang suami yang kini justru terdiam kaku.

Tangan si wanita semakin dingin kala mengingat tatapan yang di lontarkan orang-orang padanya. Sampai sekarang pun terkadang ia masih tiba-tiba merasakannya, meski kini keadaanya telah banyak berubah.

"Saya takut. Tetapan mengejek,merendahkan dan kasihan itu akan datang lagi" kini suaranya bergetar tak mampu lagi ia kendalikan. Ketenangan yang selalu di pegang teguh olehnya kini runtuh tak bersisa.

"bagaimana kalau mereka bilang, kudanil berusaha keliatan cantik atau ibuk-ibuk nyasar jadi siswi SMA. Atau manusia keringat" ia menutup wajahnya untuk menyembunyikan suara isak yang semakin kencang.

"Kamu akan malu, sangat malu. Sama seperti yang di rasakan orang tua Saya. Mungkin kamu tak akan sanggup jika acara itu di lanjutkan" si Wanita semakin menjauhkan diri.

Suaminya menatap nanar, tak tega melihat wanita yang selalu ia anggap sangat tegar dan percaya diri ternyata jatuh sejauh ini.

"Kamu mungkin memilih menjauh atau meninggalkan Saya, seperti yang dilakukan teman-teman Saya dulu" ia menurunkan tanganya lalu menatap dalam pada sang suami. Mencari raut kasihan dari Pria yang selama ini berhasil membuat nya merasa di ingikan.

Tapi betapa terkejutnya ia, ketika tubuhnya justru langsung direngkuh. Usapan hangat pada bahunya dan kecupan lembut pada rambutnya.

"Kamu mungkin tak akan menginginkan Saya lagi" ia menyembunyikan wajahnya pada pelukan sang Suami, mencari perlindungan dari segala hantaman rasa sakit yang perlahan kembali.

"Saya akan selalu menginginkan Kamu, akan terus bersama Kamu dan berada di dekat Mu. Saya akan ada untuk menyembuhkan rasa sakit Mu, untuk memberikan rasa cinta dan aman kepada Kamu" Sang Suami meletakan dagunya di kepala sang istri.

"Seperti janji Saya kepada Tuhan"

End.

27maret2023

kedai Lintas RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang