How Laut Meet Cantika

70 12 7
                                    

Kembali sekitar 7 tahun yang lalu, ada sebuah girlgrup yang debut dengan nama 4Pillars, memiliki 4 anggota yaitu, Ayu sebagai leader dan vokalis utama, Suez sebagai visual sekaligus member termuda, Una sebagai dancer utama, dan Jia sebagai rapper utama. Tentu saja semua anggota pandai menari dan bernyanyi, namun mereka tetap memiliki posisi masing-masing yang telah ditentukan oleh perusahaan mereka. Setelah satu tahun debut yang sangat sukses, mereka satu persatu mulai menjajal ranah akting, dan perusahaan mereka membuatkan sebuah drama tentang mimpi, yaitu berjudul Bermimpilah yang Tinggi. Drama ini sangat digandrungi oleh anak-anak muda pada masa itu, dengan visual yang memanjakan, isi cerita yang menarik, dan akting yang bagus menjadi alasan drama ini sangat populer.

Saat drama itu tayang, Ayu dan Suez berada di kelas yang sama yaitu kelas 11 SMA walaupun sebenarnya mereka memiliki selisih umur satu tahun. Suez sempat mengikuti program akselerasi saat berada di sekolah dasar maka dari itu mereka kini berada di tingkat yang sama.

Di sisi yang lain, Laut yang saat itu masih kelas 9 SMP sedang berada di fase remaja nakal yang sering sekali membolos sekolah hanya untuk mengikuti tawuran antar sekolah. Ya, bisa dibilang kalau Laut sedang berada di lingkungan pergaulan yang salah. Orang tuanya masih sangat sibuk untuk mengurus keperluan perusahaan yang saat itu hampir bangkrut karena penipuan serta korupsi yang dilakukan oleh salah satu pegawai di perusahaan orang tuanya, sementara abangnya, Langit, sedang mempersiapkan ujian untuk kelulusan SMA dan mencari Universitas yang saat ini memilih berada di asrama. Maka dari itu, Laut melampiaskan kesepiannya pada tawuran dan bergaul dengan anak-anak nakal. Padahal dulunya dia adalah salah satu murid paling rajin dan pintar di angkatannya.

Laut ingat, hari itu adalah hari kamis. Seperti biasa, Laut mengikuti teman-temannya membolos. Mereka biasa berkumpul di tongkrongan dekat sekolah mereka. Tongkrongan tersebut sebenarnya adalah sebuah rumah makan kecil yang di kelola oleh bu Suri.

"Eh, ada Laut. Sini dek, gue bayarin deh lo mau beli apa aja." Ucap salah satu anak tongkrongan saat melihat Laut masuk ke tongkrongan kecil itu.

"Oi bang! Siap, ntar gue abisin duit lo." Laut melambaikan tangannya sembari mencari tempat duduk yang kosong. Orang yang mendengar candaan Laut pun tertawa.

Sebenarnya yang berada di tongkrongan ini bukan hanya anak-anak SMP sekolah Laut, namun juga anak-anak SMA yang kebetulan memang sekolahnya bersebelahan dengan sekolah Laut. Mereka juga berbaur dengan baik, bahkan Laut mengenal hampir semua orang di tongkrongan tersebut, mau yang muda maupun yang sudah veteran. Laut anak yang supel makanya anak-anak tongkrongan suka sama dia.

Setelah mendapatkan tempat duduk yang dia inginkan, Laut mengambil satu bakwan yang tersedia di meja itu dan mengedarkan pandangannya. Kebanyakan yang ada di situ adalah anak SMA yang sebagian juga ternyata kakak kelasnya dahulu. Matanya berhenti pada satu titik, di sebelah mejanya. Dia sebenarnya sudah pernah merokok tapi tidak punya uang untuk membeli rokok, maka dari itu dia berdiri dan menepuk pundak kakak kelasnya itu setelah melahap gorengan yang ada di tangannya.

"Bang, boleh minta rokok nggak? Udah lama nih nggak ngerokok." Ucap Laut tersenyum.

Kakak kelas yang bernama Irham itupun langsung menyodorkan rokok dan pematik apinya kepada Laut, "Nggak takut ketawan bang Langit lo?"

Laut menarik satu batang rokok itu dan menaruhnya di bibir, kemudian menghidupkan pematiknya dan mengarahkannya ke rokok miliknya. Sambil menyesap rokok tersebut dia menjawab, "Asal lo nggak ember aja sih bang." Dia menyeringai sambil mengangkat salah satu alisnya.

"Waduh, siap deh. Takut gue sama pentolannya SMP Bighit." Irham memutar badannya kembali ke arah teman-temannya yang kembali berbicara.

Kembali menyentuhkan pantatnya pada kursi sembari menghisap rokoknya dengan santai, Laut merenungkan kehidupannya. Ayahnya sedang sibuk mengurus perusahaan yang hampir bangkrut, Bunda tentu saja dengan sekuat tenaga membantu serta menemani Ayahnya agar tidak jatuh, abangnya sedang mempersiapkan ujiannya, dan adik-adiknya yang sementara di titipkan kepada kakek neneknya. Sudah hampir setahun keadaan keluarganya terasa sangat asing. Dirinya merasa hampa.

Keluarga BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang