BAB 1

186 16 1
                                    

Hari minggu menurut Embun adalah hari tanpa melakukan kegiatan apapun, setidaknya sampai suara sang Ibunda terdengar menggelora dari ujung tangga menuju lantai 2. Sang Ibunda--Hanin memanggil anak-anaknya yang masih betah di dalam kamar masing-masing.

"Langit, Laut, Sam, Embun. Semuanya! Bangun! Sudah siang! Ini sudah hampir waktunya makan siang dan kalian masih tidur?" Bunda berteriak sambil berjalan menuju kamar anak-anaknya. Menggedor kamar Langit, Laut, Samudera, dan Embun bergantian. Berhenti di kamar Embun dan membuka pintu secara paksa. Dikunci. Mundur beberapa langkah dan, berteriak.

"Semuanya bangun! Atau mau Bunda adukan pada Ayah kalian?" Bunda berdiri di antara kamar Embun dan Samudera berkacak pinggang.

Lantai dua rumah itu terdiri dari 4 kamar dengan 2 masing-masing kamar saling berhadapan. Kamar di sebelah tangga adalah kamar Langit yang berhadapan dengan kamar Laut, lalu di sebelah kamar Laut adalah kamar Samudera yang berhadapan dengan kamar Embun. Di ujung lorong lantai dua tersebut terdapat pintu yang menghubungkan dengan dunia luar, balkon dengan sebuah sofa di sana.

Embun perlahan mulai mengedipkan matanya hanya untuk melihat atap kamarnya. Setelah mendengar teriakan bundanya membawa nama ayah dia segera bangun dan berteriak. "Iya bunda! Ini udah bangun kok! Embun lagi mau cuci muka sama gosok gigi." Embun berjalan untuk membuka pintu kamarnya untuk melihat sang bunda.

"Bunda bangunin kakak aja tuh, semalem gatau deh tidur jam berapa ngegame mulu. Aku sampe ditelpon kak Suez buat nanyain Kakak doang kemana." Embun cemberut mengadu pada bundanya.

Bunda tersenyum dan melangkah ke arah Embun untuk mengusap kepala anaknya itu, "Iya udah sana! Cuci muka, gosok gigi terus makan ya di bawah! Bunda udah siapin sarapan dari tadi."

"Iya! Siap!" Anak itu lalu berbalik dan menutup pintunya untuk mencuci wajah dan membersihkan giginya.

Bunda mulai berbalik ke arah kamar Samudera saat tiba-tiba pintu kamar itu sudah terbuka dan Samudera keluar dengan senyuman di wajahnya. "Udah mandi Mas?" Tanya Bunda.

"Udah dong bun! Aku udah bangun dari tadi kok. Bunda manggil pas aku mandi jadi ga aku buka." Samudera tersenyum lucu ke arah Bundanya. Bundapun ikut tersenyum dan mengusak rambut anak ketiganya itu. "Tolong bangunin abang dong Mas, Bunda mau bangunin Kakak nih. Susah bangun kayaknya ini anak." Bunda mengeluh pada Sam.

"Iya Bun! Siap itu mah gampang!" Samudera berjalan menuju kamar abangnya.

Tangannya baru saja diangkat untuk mengetuk pintu saat si sulung sudah membuka pintu dengan cengiran khasnya. "Selamat pagi menjelang siang adek Samudera!"

Karena kesal dengan wajah abangnya, Samudera langsung saja menonjok sang abang tepat di lengannya. "Aduuuhh. Sakit woy."

Bunda yang dari tadi mengetuk kamar anak keduanya berhenti dan membalikkan badan. "Abang sama mas ngapain sih? Sana turun. Ribut terus ah kerjaannya!" Bunda mulai pusing melihat anak pertama dan ketiganya.

Si sulung mengapitkan lengannya pada leher adiknya dan mulai berjalan dengan gerutuan adeknya. "Oke bunda! Kutunggu di bawah ya! Embun buruan turun, ntar ga abang bagi loh makanannya kalo lama!" Sambil menuruni tangga, kakak beradik itu masih saja bertengkar dengan adiknya yang masih terkunci lengan si sulung walaupun sudah mencoba berontak.

Bunda menggelengkan kepalanya dan mengetuk pintu anak keduanya lagi. "Kakak bangun! Udah mau siang, makan dulu ayok! Nanti sakit loh kalo ga makan! Kakak!" Bunda masih menggedor pintu itu.

Cklek

Bukan pintu di depannya yang terbuka malah pintu sebelahnya yang terbuka. "Masih belum bangun bun?" Embun sudah berganti pakaian dan berjalan menuju bundanya.

Keluarga BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang