Entah telah berapa banyak menit yang telah aku habiskan hanya untuk menatap permadani di depan mata. Sejauh mataku memandang, terjajar luas bentangan alas hijau dengan kiasan adiwarna kembang. Dersik angin yang membisik halus pada kedua daun telinga, kemudian dengan ribut suara dari permainan yang ada pada gawai yang bertuan darinya.
Yang kini terduduk pada alas yang sama dan berkutat keras dengan buana permainan dari sebuah benda pipih.
Melihatnya aku hanya dapat mendengus perlahan, kendati lebih memilih untuk memfokuskan atensi pada ciptaan dari Sang Maha Kuasa yang tampak begitu elok.
Siang hari begitu terik, lengkung langit tampak biru cerah dihiasi dengan gradasi biru pudar akibat cahaya matahari. Namun syukur angin mendesir, mengurangi adanya gerah walau panasnya sinar saluran dari matahari tak menghilang dibuatnya.
Kendati yang semula masih berkutat pada permainan, merubah fokus atensinya kemudian meletakkan benda pipih yang menjadi sorot atensi pertama. Jemarinya menggenggam sebuah roti lapis buah stroberi yang telah tersedia di atas alas ambal, lalu menyantapnya dengan raut wajah yang nampak merasa terusik.
Bukan hal yang kuherankan bila dirinya melempar ekspresi sedemikian rupa.
"Panas...," gumamnya mengernyitkan kedua alis, menahan paparan sinar matahari yang begitu terangnya.
Aku dengan sengaja membentuk sebuah kurva pada birai, lantas berujar, "aku sengaja membawamu kemari, Kenma. Sesekali kamu harus pergi keluar dan berhenti bertingkah laku seolah kamu adalah seorang vampir." dengan tegas kututurkan jawaban padanya.
Dasarnya pemuda yang menyantap roti lapis ini memang senantiasa menghindari tempat-tempat bersuhu tinggi dan penuh dengan banyak manusia, itu menekankan rasa tidak nyaman dan cemas katanya. Ya, memang aku tak masalah dengan frasa itu, tetapi poin negatifnya adalah dia selalu menghabiskan waktunya di rumah dengan bermain game, dan itu terus bertahan hingga dia lupa makan dan lupa tidur.
Titelku sebagai kekasihnya adalah menjadi sanggahan untuknya berinteraksi dengan dunia luar, yang akan menuntunnya pada setiap tantangan yang baru.
Lantas pemuda dengan surai dua warna itu memperkuat kernyitan pada alisnya, "tapi aku tidak bilang kalau ide kencanmu yang ini buruk, kok!" intonasinya rendah, namun jelas terdengar seperti tersulut emosi.
Rupanya yang seperti itu ditambah dengan kedua belah pipinya yang sedikit membesar akibat menyimpan roti dalam pipi membuatnya terlihat menggemaskan. Mengundang rona merah yang terasa merekah pada bilah pipiku, serta mencipta tawa melihatnya.
Aku suka dengan sisinya yang seperti ini.
Dirinya dikenal sebagai entitas manusia yang kaku dan dingin kendatinya jarang mengekspresikan emosi pada orang lain. Sifatnya memang kurang rasional mengingat dia selalu tak mau dijadikan sebagai patokan perhatian dari banyak orang, namun dia selalu memanifestasikan sifatnya tergantung pada situasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
𖥔 𝐅𝐋𝐔𝐅𝐅 𝐖𝐄𝐄𝐊 ۪ ⊹ ˑ 𝗵𝗾
Fanfiction─┄ 𝐏ungut 𝐏roject 𝐏resent ࣪ ˖ 「 𝓔 」❝ Love, it is life; love, it is sight; love, is to be. ❞ This book was written entirely by @R-EVERIE, all character are belongs to Haruichi Furudate.