57.»Rumah baru

40.3K 4K 247
                                    

Selamat membaca

"Namanya siapa?" tanya tiga orang itu sambil menunjuk Kasalvori junior.

Agraven melirik ke arah istrinya. Dengan senyuman Aza mengangguk.

"Alzheigara Kasalvori," jawab Agraven sambil menatap anaknya.

"Nama yang bagus, panggilannya apa?" tanya Rafka.

"Hooh apa, Rav? Alzhei atau Gara?" imbuh Galva.

"Alzhei aja kece! Kalau Gara nanti dia suka cari gara-gara!" celetuk Vanna.

Agraven mendengkus mendengar itu.

"Hallo baby, Alzhei! Uncle Galva ganteng keluar dulu, ya! Soalnya Papa kamu jahat banget, masa Om diusir!" ujar Galva sedikit mengeraskan suaranya.

"Plin-plan banget jadi human, tadi Uncle terus Om. Besok Grandpa haha!" ejek Vanna.

"Enggak gitu! Yang benar itu begini ...."

"Hari ini jadi Omnya baby Al, besoknya gue jadi Abangnya, lusanya gue jadi sohibnya dia," sambungnya.

"Mana ada manusia berubah jadi muda di setiap harinya," sindir Rafka.

"Ada! Gue contohnya. Reinkarnasi setiap hari!" balas Galva tertawa.

Vanna berbisik pada Rafka. "Orang sinting kalau ngomong, ya, gini contohnya."

"Alzheigara! Alzhei! Gara! Alzhei! Aduh namanya aja udah cakep banget calon mantu gue--"

"Menantu gue!" potong Vanna cepat.

"Keluar!" usir Agraven karena sudah jengah mendengar obrolan unfaedah dari sahabatnya.

"Ck, Papa muda sungguh tega," ujar Galva dramatis.

Setelah tiga orang itu keluar, Agraven langsung duduk di kursi samping brangkar Aza.

"Dokter Ina mana?" tanya Agraven setelah menyadari di dalam ruangan hanya tersisa mereka.

"Udah keluar dari tadi, Kak."

Agraven mengangguk. Tangannya mengelus rambut Aza dengan lembut. "Apa masih sakit?" tanyanya.

Aza menggeleng kecil. "Rasa bahagia mengalahkan rasa sakit," jawab Aza terkekeh kecil.

"Aza udah ngerasain bagaimana rasanya melahirkan, bagaimana pengorbanan seorang ibu untuk anaknya. Luar biasa, Kak ... pasti dulu Mama berjuang mati-matian juga buat melahirkan Aza," ucap Aza tersenyum. Walau waktunya bersama sang Mama sangat singkat dan ingatan Aza pada masa itu tidak terlalu jelas, Aza sangat merindukan Mamanya.

Agraven terdiam karena lagi-lagi merasa bersalah. "Maaf," lirihnya.

"Kenapa minta maaf, Kak Agra?"

"Karena bajingan itu, kamu kehilangan sosok Ibu."

"Sttt jangan ngomong kasar apalagi di depan baby, dan itu semua udah berlalu. Sekarang Kak Agra harus memaafkan orang tua kakak," ucap Aza mengusap punggung tangan yang sedang mengelus puncak kepalanya.

AGRAVEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang