56.»Agraven mini

44.3K 4.1K 309
                                    

Vote dulu! Maksa nih!

Oke langsung aja cekidot!
.
.
.

"Oeek oeek oeekk ...." Agraven terdiam saat mendengar suara tangis buah hatinya. Tangan Aza yang menarik rambutnya perlahan mengendur.

(Please ngakak pas ngetik ini, soalnya bingung mau ngetik tangisan bayi itu gimana, jadi ya udah oeek oeeeek!!! Yakaliii huaaaaa apalagi hiks hiks. Baru napak di muka bumi udah bengek aja tuh anaknya Agra🤣)

Pria itu menatap Aza dengan penuh haru. Wanita yang statusnya baru saja berubah menjadi seorang ibu itu tersenyum lembut. Matanya sangat berat untuk terbuka, tapi berusaha ia tahan.

Agraven menciumi seluruh wajah Aza tanpa terkecuali.

"Terimakasih," ungkapnya.

"Kakak nangis?" tanya Aza lirih. Agraven refleks menghapus jejak air matanya.

"Perasaanku bercampur aduk. Bahagia, haru, semuanya bercampur jadi satu," ujar Agraven. Punggung tangannya menghapus keringat yang membasahi wajah istrinya.

"Pak, selamat atas kelahiran anaknya." Dokter Ina mengalihkan perhatian Agraven dan Aza.

"Terimakasih, Dok," ucap Agraven.

"Selamat, jagoan anda sangat tampan," ucap dokter Ina. Bahkan salah satu suster terus berdiri di samping dokter Ina karena ingin terus melihat wajah bayi menggemaskan yang berhasil menarik perhatiannya. Padahal umurnya baru saja beberapa menit.

"Co-cowok?" tanya Agraven tidak percaya. Aza menahan tawanya. Tenaganya sudah terkuras habis, jadi tidak mampu untuk menertawakan raut wajah suaminya itu. Bahkan sesekali matanya terpejam.

"Kami akan membersihkan putra dan istri anda terlebih dahulu, jadi saya mohon untuk tunggu di luar, ya, Pak," ujar Dokter Ina berharap Agraven mau memahami.

Agraven menoleh ke Aza yang sepertinya sangat lemas. Ia menjadi tidak tega untuk meninggalkannya di ruangan ini.

"Di sini aja nggak boleh?" tanya Agraven.

Dokter Ina menggeleng. Dengan pasrah kali ini Agraven menurut.

"Sayang," bisik Agraven. Mata Aza kembali terbuka. "Aku keluar dulu, ya?" Aza mengangguk lirih.

Agraven melangkah mendekati dokter Ina. "Boleh liat anak saya sebentar?" tanya Agraven. Dokter Ina terkekeh. Lucu sekali Ayah satu ini, pikir dokter Ina.

"Welcome Agraven junior ...."

"Salam kenal, ini Papa. Kamu sangat tampan, pasti besarnya sangat tampan. Tapi ingat, Papamu ini tetap yang paling tampan," bisik Agraven konyol. Dokter Ina hanya menggeleng-geleng mendengarnya.

Agraven menatap lekat wajah buah cintanya, buah hatinya. Bayi yang masih merah dengan mata yang belum terbuka, tapi Agraven akui anaknya mempunyai daya tarik sendiri saat melihatnya walau belum dibersihkan.

Agraven mendekat, lalu mencium wajah mungil bayi itu beberapa detik. "Boy, jangan ambil perhatian Mama dari Papa, ya?" bisik Agraven.

"Ingat, nanti kalau kamu besar kita musuhan," lanjut Agraven lagi.

"Pak Agraven, sudah bisa tinggalkan ruangan ini? Baby dan Ibunya akan dibersihkan," peringat dokter Ina. Agraven mengangguk.

"See you, Boy." Agraven menjawil hidung bayinya sebelum pergi.

Saat membuka pintu, Agraven langsung dibondong oleh beberapa pertanyaan.

"Rav! Yang lahiran lo atau Degem?" tanya Galva langsung.

AGRAVEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang