Bab 7. Mušḫuššu

29 5 2
                                    

Masing-masing anggota tim berusaha bertahan ketika ombak danau mengenai mereka. Scarlett melepas genggaman pada Aubrey, karena ia terdorong hingga punggung menabrak pohon besar. Hal itu membuatnya merasa sakit beserta pusing dan pandangannya  berkunang-kunang. Setelah itu, ia merasa sedikit sesak seolah ada yang menekan dada.

Aubrey berada tidak jauh dari Scarlett. Ia terbatuk keras akibat menabrak pohon, sisa efek uap yang tadi juga belum reda dan sekarang harus menelan air danau. Hal itu menyebabkan tenggorokannya terasa panas dan perih, ditambah dengan rasa mual dan lemas.

Dragonilious sempat menarik tangan  Lyria agar mereka tidak menjauh. Dorongan kuat membuat keduanya jatuh dan terseret hingga menabrak batu besar yang memang ada di pinggir danau. Dragonilious menahan tubuh Lyria agar tidak terantuk batu. Pemuda itu merasa perih karena gesekan air dan batu. Napasnya tersengal karena dihantam beberapa kali oleh air.

Lyria merasakan sakit kepala. Untungnya ia sempat menahan napas setelah berteriak, jadi ia hanya meminum sedikit air danau. Evolblaster masih aman di sisinya.

Beberapa kali gelombang air besar menghantam, membuat mereka harus bertahan di tengah keadaan yang menyakitkan. Setelah satu gelombang besar terakhir menerjang, hal itu membuat seluruh anggota tim terbatuk karena air mengenai wajah mereka. Perlahan air mulai tenang, tidak lagi menerjang hebat seperti sebelumnya. Begitu pula dengan uap yang mulai menipis dan mengembalikan jarak pandang.

Scarlett dan Aubrey telah berdiri walau dengan wajah menahan sakit. Dragonilious bersama Lyria menghampiri mereka yang memang jarak hempasannya tidak terlalu jauh.

“Kalian baik-baik saja?” tanya Dragonilious. Sebagai satu-satunya pemuda di tim ini, Dragonilious merasa mempunyai tanggung jawab untuk memastikan kondisi tim dalam keadaan baik.

Scarlett mengangguk. Keadaannya cukup baik, rasa sakit dan pusing perlahan menghilang. Sedangkan, Aubrey tersenyum dengan tangan terus memegang leher, masih terasa nyeri dan tidak enak. Seperti ada yang mengganjal, tetapi ia tidak tahu apa itu.

Ketika Dragonilious memeriksa keadaan Scarlett dan Aubrey, Lyria meraba pundak untuk memeriksa bawaannya, tetapi tas yang ia bawa tidak ada. Dahinya berkerut berusaha mengingat sesuatu, ia menggigit bibir dengan kaki mengentak pelan. Masih berupaya mengingat di mana tasnya.

“Sial! Kenapa tadi aku lempar!” seruan panik Lyria membuat anggota lain menoleh ke arahnya. Wajah paniknya membuat perasaan yang lain menjadi tidak tenang.

“Lyria, apa yang kau lempar?” tanya Aubrey dengan nada suara serak dan tipis, berbeda dari suara sebelumnya. Ia merasakan sakit dan perih, tetapi berusaha menahan.

“Tas! Aku melemparnya karena panas, aku baru teringat Ring berada di dalam tas.  Bagaimana jika hilang?” rentetan kata frustrasi keluar dari bibir Lyria. Gadis itu tidak pernah membayangkan barang yang mereka temukan dengan perjuangan bisa hilang begitu saja.

Scarlett juga melihat Lyria melemparkan tas begitu saja. Sebelum suara seram tadi mengganggu perjalanan mereka. Seharusnya, tas itu tidak hanyut terlalu jauh. Manik biru keunguan itu memindai sekitar mereka yang penuh dengan genangan, berusaha mencari tas milik Lyria.

“Aku tidak melihatnya, apa dia terbawa jauh dari kita?” tanya Scarlett. Mungkin matanya kurang melihat lebih detail, sehingga tidak menemukannya.

“Bukan hanya kau Scarlett, aku juga tidak menemukannya.” Suara tipis serak membalas perkataan manusia berambut merah. Aubrey sepertinya akan menahan diri untuk tidak mengoceh. Kali ini ia tidak bisa menutupi rasa sakit di leher. Ekspresinya terlihat menahan sakit.

“Diam saja dulu. Istirahatkan suaramu, Aubrey.” Dragonilious tidak tega pada gadis itu. Lebih baik, ia tidak berbicara dulu.

Lyria sedari tadi menatap sesuatu dalam diam. Ia yang sebelumnya tengah mencari tas malah terpaku dengan sosok yang ada di atas danau. Ekor makhluk itu bergerak, memukul air dan menciptakan ombak besar. Bibir Lyria seolah terkunci karena makhluk itu tengah menyeringai menatap dirinya. Ia meneguk ludah dengan susah payah, tangan pun memegang erat Evolblaster. Ia berusaha untuk tenang, tetapi sebutir keringat turun dari pelipis kiri.

The Journey in LyfseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang