Sesampainya di rumah, kami menuju ke kamar masing-masing. Gue pun segera membersihkan diri dan berganti pakaian. Lalu membaringkan tubuh lelah ini sejenak. Menghilagkan penat. Melamun. Pikiran gue masih berjalan pada kejadian tadi. Telat sedetik saja mungkin ceritanya sudah berbeda.
"Dia tugas baru lo Kiana.." gumam gue pada diri sendiri.
tokk tokk..
"Kak.." panggil mama.
"Iya ma" sahut gue seraya mengubah posisi. Gue duduk bersila di pinggir ranjang. Diikuti mama yang duduk di sebelah gue."Ini kak, kamu pasti lupa kan" kata mama sambil menggenggamkan sebuah benda kecil yang udah sering gue lihat sebelumnya.
"Oiyaa"
"Tadi kemana dulu sih Kak? Mama tanya belum dijawab loh" ujar mama.
"Tadi Kia itu ketemu orang gila ma..besok Kia ceritain deh, sekarang udah ngantuuukk banget" jawab gue dan langsung menjatuhkan tubuh ke belakang. Mama menepuk-nepuk kaki gue sebelum meninggalkan kamar."Kakak..jangan tidur dulu, nanti lupa lagi"
"Iya maa iyaa"****
Pagi ini sedikit mendung. Suasana yang sebenarnya sangat mendukung untuk kembali merpatkan selimut. Tapi sayangnya sekarang masih hari Rabu, masih harus beraktivitas bagaimanapun cuacanya.
Pukul enam kurang seperempat, Kia dan keluarganya sudah siap di meja makan. Rapi dengan seragam,dan sepiring sarapan di hadapan mereka masing-masing. Terlihat ayah, mama, Kia,dan Cila si bungsu. Mereka sama-sama sibuk menghabiskan makanannya."Jadi semalem kamu beneran ketemu orang gila kak?" Tanya mama seraya menyuapkan sesendok nasi goreng ke mulut Cila.
"Iya orang gila.."
"Gila karena dia mau loncat dari jembatan maa" jelas Kia penuh antusias. Ayah diam menyimaknya."Serius, siapa kak? Kok bisa?" tanya mama memburu.
"Bian, namanya Bian"
"Kia juga belum tau banyak" terangnya.Mama diam kebingungan, begitupun ayah.
"Makanya, Kia mau ketemu lagi. Semoga belum terlambat ya maa" tambah Kia serius.
"Buat apa kak? Kamu harus hati-hati loh sama orang yang baru dikenal" ingat mama
"Iyaa ma, Kia pasti hati-hati kok"
"Kia yakin banget dia orang baik-baik" timpalnya meyakinkan."Mama ada benarnya kak, jangan terlalu percaya dulu sama orang. Kita juga harus tetap waspada" sahut ayah di akhir pembicaraan. Kia mengangguk paham.
****
"Ra, gue duluan ya.." pamit Kia kepada Arra sahabatnya. Seperti biasa sepulang sekolah Kia selalu memesan ojek online untuk mengantarkannya.
"Iyaa, hati-hati Ki" sahut Arra, melambaikan tangan.
Kali ini langit amat terik. Jauh berbeda dengan cuaca pagi tadi. Kia menutup kaca helm yang dikenakannya. Sesekali menyipitkan mata. Kesilauan.
"Sesuai aplikasi ya neng?" Tanya pak ojek di depannya.
"Iya pak, di JPO depan ya.." jawab Kia.Yap, tujuannya kali ini memang tak langsung pulang. Ia masih sangat penasaran dengan Bian, cowok yang ditemuinya kemarin malam. Maka dari itu Kia sengaja ke tempat ini lebih awal dari jam yang dijanjikannya.
"Gue harus sampe duluan. Dia bisa aja lebih nekat dari semalem" ujar Kia sembari berjalan menuju anak tangga pertama.
"Gue harap belum terlambat" lanjutnya.Setibanya di atas, gadis berambut lurus sebahu itu menghela napas. Menyeka keringat di keningnya dengan punggung tangan.
"Huhh..lumayan juga ya" ujarnya. Ia kembali menengok ke bawah, melihat beberapa anak tangga yang baru saja dilaluinya. Kia tak biasa menaiki tangga sepanjang itu.Matanya menelusuri seisi jembatan,tetapi tentu saja Bian belum ada disana.
"Dia bakal kesini ngga ya? Apa kemaren dia dengerin gue?" Kia bergumam sendiri.
Jam lima lebih sepuluh menit. Itu artinya masih sekitar dua jam lagi untuk menunggu Bian.
Kia takjub. Pertama kalinya ia menikmati suasana sore kota Jakarta dari atas seperti ini. Melihat jelas betapa sesaknya berbagai kendaraan dan gedung-gedung yang berhimpitan. Pusing seharusnya,tetapi langit jingga sore ini menipu. Semuanya menjadi komposisi yang berpadu indah. Tersaji sempurna. Ia terhipnotis. Hingga senyum tipis pun terbit di wajahnya.
"Bagus?"
Suara seorang cowok yang menghentikan imajinasinya. Tanpa Kia sadari cowok itu sudah berdiri di sebelahnya. Mereka saling menatap, saling mengingat-ingat kembali."Bian ya?" tanya Kia.
Cowok itu mengangguk mengiyakan.Datar. Wajahnya masih muram, mata sedunya amat terlihat. Tetapi penampilannya tak sekacau kemarin. Seperti sedang kebingungan. Kia merasakannya.
"Kok udah disini? Kita kan janjiannya jam tujuh.." tanya Kia membuka pembicaraan.
"Oh.. atau lo mau loncat lagi ya?" tuduhnya panik. Ia menggandeng tangan Bian agar menjauh dari pagar pembatas jembatan."Apaan sih" Bian melepaskan genggaman tangan Kia.
"Gue kesini bukan berarti mau bunuh diri doang"
"Gue suka liat itu" terang Bian.
Ia menunjuk ke cahaya jingga di balik gedung-gedung tinggi itu. Ya, matahari mulai bersembunyi, terbenam. Memang sangat indah.Kia tersenyum, menatap Bian yang tak menyadarinya. Kemudian mengangguk menyetujui.
Mereka hening. Sama-sama terhanyut pada keindahan sore itu. Saling menikmati sampai sinar jingga itu benar-benar redup, hilang. Matahari sudah tenggelam sempurna. Berganti langit gelap dengan kerlapan kecil dari cahaya bintang yang tentu tak kalah menawannya.
.
.
.
.bantu vote and comment ya gais
thank you 🖤

KAMU SEDANG MEMBACA
Dan, SELESAI.
Teen FictionTentang dua ketulusan yang saling bertemu. Saling menyembuhkan. Luka fisik dan luka batin yang sama-sama terlalu pekat. Pencarian yang masih saja berujung duka. Apakah ada satu keberuntungan bagi mereka? Akankah takdir tuhan seindah maunya?