Hari silih berganti. Matahari lekas menyapa pagi ini. Seorang pria berusia delapan belas tahun menyusuri jalanan kota yang masih tampak lengang. Ia adalah Bian, yang saat ini akan menagih janji pada teman barunya Kia, beberapa hari lalu. Kia memang menundanya karena satu dan lain hal yang Bian sendiri tidak tahu pasti alasannya.
Hari ini, bertepatan dengan hari libur sekolah akhirnya Kia ingin memenuhi janjinya. Ia mengajak Bian untuk bertemu di taman kota yang letaknya tidak jauh dari kediaman mereka berdua.Bian sangat menikmati perjalanan pagi ini. Sesekali ia memejamkan mata, menghirup dalam-dalam udara yang masih segar. Ia juga membiarkan sorot matahari mengenai wajahnya.
" Bro. Mau kemana lo?" Tiba-tiba ada seorang cowok sepantaran Bian menyapa. Ia menghentikan motornya.
"Ke taman depan, Ren." Bian berjalan mendekat. Dia adalah Reno, teman sekelasnya.
"Ayo naik! "
"Oke." Tanpa basa-basi Bian menerima tawaran dari temannya itu." Mau ngapain lo kesana?"
"Mau ketemu temen."
"Oh."Hanya sedikit perbincangan selama perjalanan. Sebelum akhirnya mereka tiba pada tujuan, Bian pun segera turun.
"Thanks Ren."
"Siap." Mereka saling mengadukan kepalan tangan.Sepeninggalnya Reno dari taman itu, Bian pun segera menghubungi Kia. Tetapi ternyata kali ini ia yang sampai lebih dulu. Akhirnya Bian memilih duduk di bangku taman di bawah pohon rindang yang sejuk untuk menunggu Kia. Ia mulai sibuk memainkan ponselnya.
" Hai." Selang sepuluh menit Kia pun datang. Ia menyapa, lalu duduk di sebelah Bian.
" Maaf jadi nunggu. Maaf juga baru bisa ketemu lagi." Kia terus berbicara, tapi tatapannya hanya ke arah depan. Diam-diam Bian mengamati wajah Kia yang berada tepat di sebelahnya. Sesekali Kia merapikan rambutnya yang terterpa angin. Tetapi bukan cuma karena itu Bian memperhatikannya, ia merasa ada yang berbeda dengan temannya itu.
" Lo pucet." Ia memotong pembicaraan. Seperti berpikir, Kia sedikit mengerutkan dahinya.
" Ngga sempet pake lipstik." Ia menjawabnya seraya mengaca pada kamera di handphone nya. Bian mengangguk memaklumi." Kemarin-kemarin lo kemana sih?" Bian kembali bertanya. Mencari alasan dari hilangnya Kia beberapa hari terakhir.
"Emm..gue ikut liburan keluarga, Bian."
Kali ini Bian tidak menanggapi.Keheningan terjadi beberapa saat. Tidak ada topik pembicaraan lagi. Akhirnya merekapun kembali pada tujuan utama.
" Jadi sekarang mau kemana dulu? Lo udah nyiapin berkas buat lamarannya kan?"
"Udah nih." Bian menunjukkan sebuah map coklat berisi berkas-berkas yang dibutuhkan untuk melamar pekerjaan.
"Sip..yaudah kita jalan aja dulu. Gue punya beberapa referensi dekat-dekat sini." Kia mengacaukan ibu jarinya, lalu tersenyum sumringah.
"Ayoo!!" Bian mengangguk antusias. Dengan semangat ia menggandeng tangan Kia untuk bangkit dari bangku itu.
"Aduh.." Tetapi seketika Kia menepiskan pegangan tangan Bian.
"Kenapa?" Bian melihat plaster luka terpasang di punggung tangan kanan Kia.
"Gapapa, cuma dicakar kucing hehe."
"Nih, gandeng yang ini aja boleh." Kia menyeringai, menyodorkan tangan sebelah kirinya. Tapi Bian justru mengabaikan. Ia meninggalkan Kia yang menyusul di belakangnya."Bercanda. Tunggu woy!!"
****
Bian dan Kia berjalan sejajar di trotoar pinggir jalan raya. Langit mulai gelap, hampir seharian sudah mereka berkeliling tanpa hasil. Sudah berkali-kali ganti angkot, berpindah dari tempat yang satu ke tempat lainnya, dan berkali-kali pula mereka ditolak.
Hari ini masih nihil. Wajah kelelahan pun jelas terlihat dari keduanya. Terlebih Bian, ia pasrah, tidak seantusias tadi pagi. Di perkotaan seperti ini memang tak gampang untuk mencari pekerjaan. Pesaingnya sangat banyak, tidak sebanding dengan wadah yang disediakan. Apalagi untuk seorang pelajar seperti Bian, dia belum mempunyai pengalaman apapun. Dan juga tidak semua tempat usaha menyiapkan lowongan untuk kerja part time sesuai yang ia cari." Susah Ki." Keluh Bian, ia menunduk sebelum kemudian menenggak sisa air mineral di botol yang dipegangnya.
" Sabar..semangat dong!"
" Belum juga lima hari kita muter-muter. Tenang aja, dinikmatin aja, Bi." Kia menenangkan, ia merangkulkan satu lengannya ke pundak Bian.Malam semakin dingin. Usaha kali ini cukup sampai disini. Mereka memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing. Kia mengupayakan agar bisa sampai di rumah sebelum terlalu malam. Dia menyadari bahwa semenjak kenal dengan Bian, ia jadi sangat sering menghabiskan waktu di luar rumah. Berangkat pagi saat sekolah dan tak langsung pulang bahkan sampai tengah malam sudah beberapa kali ia lakukan. Kia juga sudah sempat mendapat teguran. Maka dari itu, sekarang ia lebih mengumpat- umpat jika ingin bertemu dengan Bian.
****
Sebuah mobil taksi behenti di depan pagar milik rumah berdesain minimalis. Kemudian turunlah seorang gadis, ia masuk mengendap-endap ke dalam rumah itu. Membuka pagar serta pintu rumah dengan pelan agar tak menimbulkan suara.
Sesampainya di kamar, Kia menyalakan lampu, lalu duduk di depan meja riasnya. Melamun, ia menatap wajahnya sendiri di depan cermin. Usai itu ia memejamkan mata, mengusir penat yang dirasa.
" Baru sampe kak?"
Kia tersentak, membuka matanya lalu menoleh ke sumber suara.
" Iya ma, tadi macet." Kia beralasan. Rencananya untuk pulang lebih awal sepertinya gagal. Ia baru tiba di rumah saat hampir jam setengah sebelas malam.Mamanya hanya mengangguk. Kia menghela napas. Lega.
" Ya udah kak. Ini jangan lupa."
" Siap." Kia memberi isyarat hormat tanda mengerti, seraya melihat pada barang yang baru saja dibawakan oleh mamanya." Habis ketemu Bian lagi ya?" Mamanya lanjut bertanya. Kini ia duduk di pinggir ranjang tepat di belakang Kia.
" Iya Ma, Kia habis bantuin dia cari kerjaan." Kali ini dia menjawab jujur.
" Udah dapet? " Kia menggeleng.
" Kak, besok mama boleh ketemu Bian?"" Buat apa ma?" Kia terheran. Tak mengerti atas dasar apa mamanya ingin bertemu dengan Bian.
" Cuma pengen ngobrol-ngobrol aja."
" Kan enak kalo mama kenal juga."" Oke ma." Sekejap diam, Kia berpikir lalu kemudian ia mengiyakan. Selepas itu, mama Kia pun pergi keluar kamar. Kia mengikuti untuk menutup pintu.
" Huhh.. mama ada-ada aja."
Ia menghempaskan tubuhnya ke kasur. Tangannya meraba kening, memijat pelan pelipisnya, berharap sedikit menghilangkan pening. Lengannya bergerak naik menutupi mata, menghalau cahaya lampu yang masuk. Sebelum akhirnya ia pun terlelap dalam buaian mimpi..
.
.
.hai gais, thanks ya udah mau baca cerita gue. bantu follow and vote juga
tungguin chapter selanjutnya ya 🖤

KAMU SEDANG MEMBACA
Dan, SELESAI.
Teen FictionTentang dua ketulusan yang saling bertemu. Saling menyembuhkan. Luka fisik dan luka batin yang sama-sama terlalu pekat. Pencarian yang masih saja berujung duka. Apakah ada satu keberuntungan bagi mereka? Akankah takdir tuhan seindah maunya?