0

319 26 6
                                    

Anak adalah amanah dari orang tua. Cara mendidik dengan adil adalah suatu yang sangat penting. Karena Rasulullah SAW juga menganjurkan hal demikian.

"Adillah kepada anakmu, adillah kepada anakmu, adillah kepada anakmu!" (HR. Abu Dawud, Nasa'i, dan Ibnu Hibban, dihasankan oleh al-Albani dalam Silsilah Shahihah no. 1240)".

by NUKA










Tama menatap sang ayah dengan mata berkaca-kaca, bibirnya bergetar menahan tangis. "Hwaaa.. Jangan bawa Yogi pergi, Pa. Tama gak mau pisah sama Yogi," rengeknya dengan suara parau.

Sang ayah menghela napas berat, sorot matanya penuh penyesalan. "Nggak, Tama. Kamu makin nakal dan lalai sama pendidikan kamu kalau ada Yogi." Ia mengelus kepala Tama dengan lembut, berusaha menenangkan.

Air mata mulai mengalir di pipi Tama. "Nggak. Tama janji gak akan nakal lagi dan jadi anak yang nurut. Hiks..hiks," isaknya, mencengkeram lengan baju sang ayah.

Ayah Tama menatapnya dengan sorot prihatin. "Kemarin kamu janji kayak gitu kan. Tapi kamunya masih nakal. Ini demi kebaikan kamu," ujarnya tegas, meski tersirat nada sedih di suaranya.

Tama tidak bisa menahan tangisnya saat tahu dia akan dipisahkan dengan adiknya tersayang. Ancaman yang diberikan sang ayah ternyata tidak main-main. Ketegasan yang diambil dari sang ayah, meski berat, adalah demi kebaikan Tama agar menjadi anak yang lebih baik.

Tama menatap sang ayah dengan mata berkaca-kaca, bibirnya bergetar menahan tangis. "Pliss hiks...hiks...hiks. Jangan pisahin Tama sama Yogi," rengeknya dengan suara parau.

Sang ibu memeluk Tama dengan lembut, berusaha menenangkannya. "Sayang. Nanti kalau kamu udah besar, Yogi akan balik lagi kok. Kita juga bakal sering jengukin Yogi," ujarnya dengan nada menenangkan, mengusap punggung Tama.

Tama semakin sesenggukan, mencengkeram baju ibunya. "Tama gak mau Ma. Tolong bujuk Papa biar gak misahin Tama sama Yogi," pintanya di sela-sela isak tangis.

Tangan mungil Tama meraih kaki sang ayah, mencoba menghentikannya. "Gak bisa Tama. Papa gak bisa lagi nurutin kemauan kamu. Tolong pegangin Tama Ma!" perintah sang ayah dengan nada tegas namun berat.

Mendengar perintah suaminya, sang ibu langsung memegangi Tama yang meronta-ronta. Yogi pun dibawa oleh sang ayah ke dalam mobil, meninggalkan Tama yang semakin keras akan tangisnya.

"Gak hiks.. Jangan bawa Yogi pergi Pa. Yogiiii!!" jerit Tama, air mata membanjiri pipinya.







"YOGII!!"








Tama terbangun dengan terkejut dari mimpi buruknya, napasnya terengah-engah. Mimpi yang mengingatkannya pada masa lalu yang paling Tama benci - saat dirinya dipisahkan dari adik kesayangannya.

Tama segera turun dari tempat tidur, rasa panik dan khawatir memenuhi dirinya. Ia melangkahkan kaki tergesa-gesa menuju pintu kamar, seolah ingin memastikan bahwa adiknya masih ada. Langkahnya terhenti di depan sebuah ruangan dengan pintu berwarna biru cerah.


Yogi duduk di meja belajarnya, ruangan kamarnya yang bernuansa putih terasa semakin sunyi di tengah malam. Matanya yang lelah terpaku pada deretan rumus matematika yang memenuhi buku catatannya, tinta bolpen di tangannya perlahan mulai menipis.

KISAH & TAKDIR (revisi)| Yoshi Treasure Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang