36. Hospital Meal

31 11 0
                                    


Rasanya seperti menatap semuanya dari dasar kolam.

"Xaqila! Xaqila!"

Seseorang mencoba meraihku. Gagal, karena kelopak mataku tak mau terbuka, dan tubuhku masih diliputi sensasi melayang ringan. Aku tenggelam.

"Kamu bisa dengar suara saya?"

Suara itu kembali memanggilku dalam gelap. Tolong, siapa pun itu cepat selamatkan aku sekarang juga!

Suara itu kemudian menghilang, ditarik menjauh perlahan, seperti seseorang baru saja menurunkan volume pada pemutar stereo.

Ayolah, mata terbukalah!

Berhasil! Tabir kegelapan itu perlahan menyingkap, menampilkan sosok kedua orang tuaku samar. Mereka seperti melihatku di pinggir kolam, air di antara kami menggoyangkan dan mengaburkan bayangannya. Mereka tak melakukan apa pun, hanya melihatku dalam diam.

Mama kemudian menyeka bawah matanya, dan mengubur wajahnya pada bahu ayah.

Air kaporit terasa memuakkan. Suara bip-bip samar di sampingku terdengar konstan dan mengganggu. Lalu kenyataan itu mengentak sanubariku keras.

Ini bukan dasar kolam. Aku tak sedang tenggelam.

Kemudian, kegelapan lagi-lagi menarikku, menyeretku dalam tidur panjang yang berlangsung tanpa akhir.

Mimpi dalam dasar kolam itu terus berlanjut. Mencampur aduknya dengan peristiwa lalu dan bayangan yang hampir serasa nyata. Bayangan orang-orang terdekatku datang dan pergi, sampai sanubariku hampir meyakini kalau mereka nyata.

Aku kembali melihat kedua orang tuaku.

Lalu gelap.

Kimi dan Zach menyambut penglihatan dasar kolamku. Gandengan erat tangan mereka bagaikan pemanis dalam gelombang mimpi tanpa akhir ini.

Gelap kembali.

Pada satu titik, aku merasa mimpi ini cukup indah. Karena aku melihat Aarav juga sedang menatapku di dasar kolam.

Aku berusaha menggapainya, meneriakkan namanya, dan memintanya untuk tetap tinggal. Namun, tidak ada yang keluar dari mulutku. Suaraku ikut ditenggelamkan oleh air yang hanya hidup dalam kepalaku.

Sialnya, seseorang juga meletakkan pemberat imajiner pada kakiku. Aku tahu batas antara mimpi dan kenyataan adalah air yang melingkupi seluruh tubuhku. Aku berusaha menggapai permukaan, tetapi pemberat itu menahanku.

Tak peduli seberapa keras aku berusaha, aku selalu gagal. Hanya masalah waktu sebelum kegelapan tanpa akhir itu kembali menyambutku. Kegelapan yang tadinya tanpa wajah, kini menyeringai menyeramkan kepadaku. Seolah berkata sinis.

Kau milikku, Xaqila. Kau tidak akan bisa lolos.

***

Dari kursi roda, pandanganku menerobos kaca jendela kamar rawat inap ke halaman parkir rumah sakit. Beberapa level di bawah kakiku, mataku awas mengamati mobil datang dan pergi tanpa henti. Semuanya begitu menarik.

Perawat yang baru saja datang untuk mengganti cairan infus berbaik hati mendorong kursi rodaku hingga ke dekat jendela. Ia datang sekaligus untuk mematikan bedside monitor. Kalau mama tahu, dia pasti akan senang setengah mati. Karena itu artinya keadaan anaknya semakin membaik.

Zach memaksa mama dan ayah pulang tadi pagi dan berjanji hari ini dia dan Kimi akan menjagaku di rumah sakit. Itu demi kebaikan mereka berdua. Mereka harus mendapatkan istirahat layak setelah menjagaku berhari-hari.

Gula - GulaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang