09. Lingkaran Setan

1K 191 93
                                    

KUPU KUPU SURGA• • •09

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

KUPU KUPU SURGA
• • •
09

M E R I S A mengendap-endap saat keluar dari kamar. Dengan jilbab tipis yang menghalangi hampir seluruh wajahnya, perempuan itu menggenggam kenop pintu dengan hati-hati. Sesekali, dia menengok ke belakang, memeriksa apakah Islam telah selesai shalat atau belum. Namun, lantunan dzikir di mushola rumah masih mengalun merdu, menandakan bahwa Islam masih setia duduk di atas sejadah.

Rumah Islam memang tidak besar bahkan jauh dari kata mewah. Hanya rumah sederhana dengan tiga kamar. Satu kamar ditempati Merisa, kamar lain ditempati Islam, dan satu lagi dijadikan sebagai mushola. Entah apa yang membuat Islam memilih rumah sederhana untuk dia tinggali bersama Merisa, padahal rumah Umi dan Abuya tepat di seberang jalan, besar dan cukup leluasa jika ditinggali oleh mereka berempat.

Namun, Setelah Islam membawa Merisa ke rumah ini, Merisa memang jarang menunjukkan dirinya di depan orang lain, baik padan Umi dan Abuya, bahkan pada Islam sekali pun. Merisa hanya mendengar suara Islam di balik pintu yang kadang pamit ke pesantren atau memberitahu waktu shalat telah tiba.

Jujur, rumah ini seperti penjara bagi Merisa, dan Islam bagaikan polisi yang selalu berpatroli setiap saat. Jangankan untuk pergi keluar, bahkan Islam mengatur bagaimana Merisa harus berpakaian. Gamis panjang yang mampu menyapu seluruh lantai. Ditambah dengan jilbab yang tak jarang membuatnya panas. Belum lagi dengan seruan yang membuat kedua telinga Merisa pengang.

"Merisa, udah waktunya shalat maghrib. Kita shalat berjamaah di mushola. Saya udah siapkan mukenanya." Ucapan Islam seperti itu menjadi alarm hidup yang seakan tak pernah bosan mengingatkan Merisa setiap waktu.

Merisa bukan tidak rindu dengan hal seperti ini, tapi kekecewaan hati dan jiwa yang kotor membuat Merisa buta pada nikmat Iman dan Islam yang Allah berikan untuknya. Hatinya sudah tak bergetar saat mendengar asma Allah, jiwanya tak tersentuh saat lantunan ayat Al-Qur'an mengalun dengan merindu di terlinganya, bahkan dia tekah lupa caranya bersujud di hadapan Allah atau setidaknya sedikit bersyukur.

Malam ini, Merisa tak mau terus dipenjara oleh Islam. Dia ingin keluar dari rumah itu, melepas segala belenggu Islam dan mencari kebebasannya. Sekali lagi, Merisa menolehkan kepala, memastikan bahwa Islam tidak menyadari bahwa Merisa menyelinap keluar. Diam-diam, Merisa perlahan membuka pintu rumah.

Baru saja pintu itu terbuka, pandangan Merisa lebih dulu berakhir pada ponsel Islam yang tergeletak di atas meja. Dia tertegun sejenak sebelum akhirnya mengambil ponsel hitam itu dan segera keluar dari rumah.

Akhir tahun memang selalau dihadiahi hujan lebat dari pagi hingga malam, jalanan masih basah bekas hujan tadi dan udara makin dingin saat langit malam makin gulita. Merisa berjalan di tengah rintik hujan kecil sambil memalingkan wajahnya, menutupi segalanya dari orang-orang yang tak sengaja lewat.

KUPU KUPU SURGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang