006. Sakit

10 1 0
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

"Lo beneran nggak apa-apa kan, Rel?"

Karel lagi-lagi menggeleng, meski raut mukanya terlihat semakin pucat. Kini dua remaja itu tengah menduduki kursi panjang yang ada di teras rumah milik Dimas. Awalnya si pemilik rumah tak mengizinkan, karena takut Karel akan semakin pusing. Tapi cowok keras kepala itu malah makin ngeyel untuk menunggu Raksa di kursi teras.

"Nggak papa elah. Udah biasa." Sebuah senyum muncul, diiringi tawa kecil.

Niatnya ingin menenangkan Dimas yang cerewet, tapi justru kalimat itu makin membuat Dimas khawatir dibuatnya.

"Udah biasa? Maksud lo, udah biasa kayak gini? Lo sebenernya kenapa sih?"

Karel akan menjawab. Namun urung karena sebuah sorot lampu motor memasuki pekarangan rumah Dimas. Itu motor Raksa. Cowok yang mengenakan jaket hitam dengan helm berwarna sama itu turun dari motor, setelah melepas helmnya. Raksa menghampiri Karel. Wajahnya terlihat begitu khawatir.

Dimas langsung bergeser, memberi ruang untuk Raksa agar bisa mengecek langsung keadaan Karel.

"Kamu nggak papa?"

"Pusing, kak." Karel menjawab pelan.

Raksa langsung mengecek dahi adiknya. Benar saja, rasanya hangat.

"Ini dipake jaketnya. Abis itu langsung pulang," ucap Raksa sambil menyerahkan sebuah jaket. Sesekali cowok itu juga terlihat membantu.

"Nggak ke dokter aja, kak?" Dimas yang sejak tadi diam, sekarang bertanya. Ia benar-benar khawatir terhadap kondisi Karel.

"Cuma masuk angin biasa. Nggak usah sampe ke dokter kali. Emang dikira gue sakit apa?" Karel menjawab sambil tertawa kecil. Tapi Dimas masih menunjukkan raut yang sama.

"Karel nggak pernah mau kalo diajak ke dokter." Raksa menjawab setelah sang adik berdiri.

Cowok itu berpamitan kepada Dimas, dan mengucap terima kasih karena telah menelfonnya tepat waktu. Sebenarnya Raksa ingin berpamitan pada ibu Dimas. Tapi kata Dimas, ibunya sedang menenangkan Dika yang lagi-lagi ngambek. Jadi daripada lama, lebih baik mereka langsung pulang saja. Takutnya kondisi Karel semakin parah.

Dari arah dalam, wanita paruh baya datang. Dengan kedua tangan membawa nampan berisi dua gelas sirup dingin.

"Lho, Dim, Karel mana?" Wanita itu melihat ke arah luar, mencari keberadaan anak yang belum lama ada di dalam.

"Udah pulang, bun. Barusan."

"Yah. Padahal bunda baru aja bikinin minuman," kata bunda. Beliau sangat menyayangkan minuman itu jika mubadzir.

"Lagian bunda bikin minuman lama banget."

"Ya itu karena kamu sama adik kamu tadi berantem. Makannya bunda nenangin adik kamu dulu. Dia nangis."

SaudadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang