Bagian ke tujuh belas

10 1 0
                                    

Secepat itu? Apa kamu yakin? Kalo memang iya, aku juga akan belajar untuk menerimanya.

***

Seperti hari-hari biasanya, malam ini pun Ananta masih tetap bekerja. Sebentar lagi dia akan berganti shift dengan temannya yang lain. Jadi, dia harus segera menyelesaikan tugasnya.

Setelah selesai, Ananta mengganti pakaiannya juga mengambil barang-barang di tempat penyimpanan barang. Ananta pamit untuk pulang setelah semuanya beres.

Malam kali ini cuaca cukup mendukung karena adanya bulan purnama yang bersinar begitu indah. Ananta mengeluarkan ponselnya lalu membuka kamera. Ia membidik kameranya dan memfokuskannya pada bulan tersebut.

"Cantik," gumamnya setelah melihat hasil dari fotonya.

"Lebih cantikan lo," ujar seseorang tepat berada di belakangnya.

Ananta kaget dan refleks sedikit menjauh dari orang itu.

"Kakak!" ujar Ananta saat setelah tahu siapa orang tersebut. Ia memukul pelan bahunya membuat sang lawan meringis kesakitan.

"Kebiasaan, suka banget mukul orang," ujar orang itu.

"Habisnya Kakak ngeselin. Ngapain Kak Dimo ke sini?" tanya Ananta dengan muka juteknya.

"Ketemu lo, lah. Ngapain lagi, coba," ujar Dimo, "ikut gue, yuk!"

Dimo menarik Ananta menuju motornya. Gadis itu tidak sempat memberontak karena lelaki itu sudah menutup mulutnya agar tidak banyak bicara dan menurut saja ke mana pun ia akan dibawa.

Dimo mengenakan helm ke kepala Ananta, sedangkan Ananta dia diam saja dengan pacuan detak jantung yang tidak normal.

"Naik!"

Ananta naik ke jok belakang motor Dimo. Setelah Ananta naik, Dimo pun melajukan motornya menuju ke tempat yang akan ia perlihatkan kepada Ananta.

Setelah memakan waktu sekitar dua puluh menit, mereka pun tiba di tempat tujuan.

Tempat itu terbilang cukup sepi, Ananta berdecak kagum akan keindahannya walaupun dilihat pada malam hari. Hiasan-hiasan lampu yang terpasang di pohon maupun tiang yang disediakan, bangku-bangku taman yang tersusun berjarak, juga beberapa lampu taman, serta pantulan sinar rembulan dari danau yang ada di tengah-tengah tersebut.

"Cantik banget," ujar Ananta.

Dia mendekat ke arah danau dan melihat pantulan bulan yang begitu indah di sana. Dia seakan terhipnotis oleh keindahannya.

"Cantik, kan. Persis kayak lo," ujar Dimo.

Ananta menatap Dimo dan mengangguk, lalu atensinya kembali ke arah danau tersebut.

"Nat," panggil Dimo.

"Kenapa, Kak?" tanya Ananta.

"Maaf mungkin ini memang terlalu cepat dan mungkin lo sedikit kaget akan ini. Tapi, gue udah nggak bisa bohongi diri gue sendiri. Nat, kalo gue minta lo jadi milik gue seutuhnya, apa lo mau?" tanya Dimo.

Lelaki itu menatap Ananta dalam, ada sedikit ketakutan di sana. Takut akan Ananta yang menolaknya lalu pergi meninggalkannya. Dia memang belum bisa menerima itu semua, tetapi pilihan tetap berada di tangan gadis itu.

Daun Gugur {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang